"Beginilah penampakan dari sistem kapitalisme. Para buruh yang bekerja di dalam naungannya tidak dijamin kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan hidupnya dan keluarganya. Ekonomi kapitalisme melahirkan korporasi-korporasi yang berusaha menekan pengeluaran atau modal seminim mungkin, dengan harapan bisa meraih hasil atau keuntungan yang besar."
Oleh. Nur Hajrah MS
(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)
NarasiPost.Com-Pelaksanaan Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional kembali dilaksanakan tahun ini. Bulan K3 dimulai pada 12 Januari 2022 sampai 12 Februari 2022. Berdasarkan Kepmenaker Nomor 202 Tahun 2021 tema Bulan K3 Nasional 2022 tahun ini adalah "Penerapan Budaya K3 pada Setiap Kegiatan Usaha Guna Mendukung Perlindungan Tenaga Kerja di Era Digitalisasi".
Dalam siaran pers Biro Humas Kemnaker, Ida Fauziyah selaku Menteri Ketenagakerjaan menilai bahwa era digitalisasi sangat berpengaruh besar terhadap perubahan jenis pekerjaan di masa depan, sehingga pemerintah berkomitmen akan meningkatkan perlindungan bagi pekerja di era digitalisasi. Selain itu, Ida Fauziah berharap pemerintah dan seluruh stakeholder harus terus berupaya meningkatkan perlindungan bagi pekerja atau buruh. (Tempo.co, 12/01/2022)
Berbicara tentang persoalan kaum buruh, memang tidak akan pernah ada habisnya untuk diperbincangkan di negeri ini. Setiap tahunnya persoalan yang sama akan terus berulang kali dibahas, baik itu masalah kesehatan, keselamatan dan juga kesejahteraan kaum buruh. Terkhusus persoalan kesehatan dan keselamatan kerja bagi kaum buruh, pemerintah telah berupaya agar kasus kecelakaan kerja tidak sering terjadi terutama di era digitalisasi ini. Salah satu upaya pemerintah adalah dengan meningkatkan prosedur sarana dan prasarana K3 serta menegaskan aturan K3 dan memberikan pendidikan atau wawasan tentang K3 bagi tenaga kerja.
Namun, jika melihat fakta yang ada sebagaimana dilansir dari Kompas.com, BPJS Ketenagakerjaan mencatat bahwa jumlah kasus kecelakaan kerja setiap tahunnya terus meningkat. Pada tahun 2019 tercatat 114.000 kasus kecelakaan kerja, jumlah ini meningkat di tahun 2020 mencapai 177.000 kasus kecelakaan kerja. Pertanyaannya, mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa setiap tahunnya angka kasus kecelakaan kerja terus meningkat? Padahal setiap tahunnya pemerintah dan seluruh masyarakat yang berada dalam kawasan industri memperingati Bulan K3 selama sebulan penuh.
Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang terjadi di luar kendali manusia. Namun, ada beberapa faktor penyebab kecelakaan kerja bisa terjadi, yaitu:
- Faktor teknis, adalah faktor penyebab kecelakaan kerja yang berhubungan dengan kondisi lingkungan tempat bekerja, contohnya kondisi penerangan, siklus udara, suhu ruangan dan lain sebagainya. Kondisi tempat kerja ini juga yang memengaruhi kesehatan pekerja. Selain itu juga berhubungan dengan kondisi peralatan pekerjaan, seperti mesin yang digunakan, transportasi, bahan-bahan kimia, serta peralatan lainnya yang digunakan dalam kawasan industri.
- Faktor nonteknis, adalah faktor penyebab kecelakaan kerja yang berhubungan dengan pekerja itu sendiri, misalnya lalai dalam menjalakan Standar Operasional Prosedur (SOP), belum mengusai alat kerja dan lain sebagainya.
- Faktor alam, adalah faktor penyebab kecelakaan kerja karena adanya bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, angin puting beliung dan lain-lain.
Dari beberapa faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja di atas, faktor teknis merupakan faktor penyebab kecelakaan kerja yang paling sering terjadi. Mulai dari kondisi peralatan kerja yang sudah tidak layak pakai, peralatan safety pekerja yang tidak sesuai standar dan tidak memadai serta tempat bekerja yang tidak aman dan nyaman bahkan bisa mempengaruhi kesehatan pekerja.
Kecelakaan kerja tentu saja merugikan, baik itu bagi pihak pekerja yang mengalami insiden kecelakaan kerja maupun bagi perusahaan sendiri. Dalam situasi inilah ketidakadilan biasa terjadi bagi pihak pekerja, tidak sedikit kasus pekerja harus diberhentikan karena kondisi pekerja yang sudah cacat akibat kecelakaan kerja. Pihak perusahaan pun tidak membiayai secara penuh pengobatannya sampai korban benar-benar pulih. Bahkan ada beberapa kasus, pihak perusahaan lepas tangan, tidak mau menanggung biaya-biaya yang diperlukan korban jika insiden tersebut terbukti terjadi karena kelalaian korban. Bahkan tidak sedikit kasus insiden kecelakaan kerja sampai menelan korban jiwa. Pihak keluarga korban pun hanya diberi santunan berduka dan setelah itu lepas tangan terhadap kelangsungan hidup keluarga korban yang padahal korban adalah tulang punggung keluarga yang harus memenuhi kebutuhan keluarganya.
Contoh kasus kecelakaan kerja yang dialami Teguh Syahputra (20), diusianya yang tergolong masih sangat muda harus menerima kenyataan tidak memiliki tangan bagian kiri akibat kecelakaan kerja yang dia alami pada 15 April 2020. Teguh ketika itu bekerja di PT Agung Beton Perdana, sesuai instruksi pengawasnya, Teguh ditugaskan untuk memperbaiki karet belting yang ada pada mesin conveyor. Namun nahas, saat dia membersihkan karet belting tersebut, operator mesin conveyor menghidupkan mesin dan membuat tangan Teguh ikut tergulung ke dalam mesin tersebut. Ayah Teguh selalu berusaha menemui pihak perusahaan untuk meminta pertanggungjawaban, tetapi pihak perusahaan justru seperti lepas tangan dan hanya menawarkan uang Rp10 juta sebagai ganti rugi. Tentu saja pihak keluarga korban merasa kecewa atas tindakan pihak perusahaan. Nilai uang Rp10 juta tidaklah sebanding dengan apa yang dialami Teguh. Kecelakaan kerja yang dialaminya membuat ia cacat seumur hidup. (Kompas.com, 02/10/2020)
Kasus lain kecelakaan kerja terjadi pada seorang pahlawan devisa negara, Yai bin Kii (37). Ia seorang TKI asal Wakatobi yang mengalami kecelakaan kerja pada 2 Desember 2021 saat dia sedang melaut di Malaysia. Yai bin Kii keluar dari rumah sakit pada 15 Desember 2021, sejak saat itulah Yai bagaikan habis manis sepah dibuang, baik pihak perusahaan maupun pemerintah Republik Indonesia di Malaysia lepas tangan terhadap Yai dan keluarganya. Saat Yai keluar dari rumah sakit, pihak perusahaan dan Konsulat Republik Indonesia di Malaysia berjanji seluruh biaya perawatan Yai akan ditanggung oleh pihak perusahaan. Namun, pada kenyataannya Yai hanya diberikan uang sebesar RM 200 yang jika dirupiahkan setara Rp700 ribu.
Kini, Yai dan keluarganya hidup terlunta-lunta di Malaysia, tidak ada kejelasan dari Konsulat RI untuk dia dan keluarganya, padahal visa kerjanya berakhir pada 19 Januari 2022 dan Yai masih belum bisa kembali bekerja. Akibat kecelakaan kerja yang dialaminya, sembilan tulang rusuknya retak dan enam giginya patah. (Sultrakini.com, 22/01/2022)
Lain cerita lagi dengan kerugian yang dialami pihak perusahaan. Pihak perusahaan hanya rugi secara materi atau biaya produksi. Tidak mengalami cacat seumur hidup karena mesin atau alat yang digunakan dapat diperbaiki atau diganti. Bahkan setelah insiden kecelakaan kerja, perusahaan akan tetap beroperasi.
Buruh Tidak Terjamin dalam Naungan Kapitalis
Beginilah penampakan dari sistem kapitalisme. Para buruh yang bekerja di dalam naungannya tidak dijamin kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan hidupnya dan keluarganya. Ekonomi kapitalisme melahirkan korporasi-korporasi yang berusaha menekan pengeluaran atau modal seminim mungkin, dengan harapan bisa meraih hasil atau keuntungan yang besar. Prinsip ekonomi yang dijunjung inilah yang tidak akan pernah menjadikan masyarakat atau para buruh sejahtera. Upah yang diberikan pihak perusahaan bagi kaum buruh pun hanya sebatas untuk memenuhi biaya hidup selama sebulan, tidak ada jaminan untuk kesejahteraan bagi kelangsungan hidup pekerja di masa depan. Di saat kaum buruh mengharapkan keadilan agar jeritan hati mereka didengar oleh pemerintah sebagai wakil rakyat, malah menambah luka bagi kaum buruh, bahkan memberikan pernyataan bahwa, "Upah buruh di Indonesia sudah sangat tinggi."
BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan hanyalah sebatas sampul yang seolah-olah memperlihatkan bahwa pemerintah dan pihak perusahaan memperhatikan kesehatan dan keselamatan para buruh. Namun, pada kenyataannya saat pekerja sakit maupun mengalami kecelakaan kerja, pihak perusahaan akan tetap perhitungan untuk mengeluarkan biaya atau bahkan tidak sama sekali. Tidak sedikit kasus BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan yang digunakan korban kecelakaan kerja untuk berobat justru malah ditolak pihak rumah sakit dengan berbagai alasan. Lantas, inikah yang disebut dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan kaum buruh? Jika pada kenyataannya di saat pekerja sakit atau mengalami insiden kecelakaan kerja justru merekalah yang membiayainya sendiri dan pada faktanya pembayaran iuran bulanan BPJS yang dimiliki pekerja pun bersumber dari upah pekerja yang dipotong setiap bulannya. Miris, kesehatan dan keselamatan kerja para buruh pun dijadikan ladang bisnis. Apakah ini yang dimaksud dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja?
Kesehatan dan Keselamatan Buruh Terjamin dalam Naungan Khilafah
Rezim dan sistem pemerintahan saat ini sudah begitu banyak menyakiti hati masyarakat termasuk kaum buruh. Wakil rakyat yang katanya tempat untuk menyampaikan suara dan aspirasi rakyat justru malah berhati bebal tidak berpihak terhadap mereka. Lain halnya dalam sistem pemerintahan Islam, pemimpinnya begitu memperhatikan hak-hak pekerja, berlaku adil tanpa perhitungan.
Dalam Islam Allah Swt. sangat mencintai umatnya yang rajin bekerja, diriwayatkan Thabrani dalam Al-Kabir, Rasulullah saw. bersabda, "Allah mencintai setiap mukmin yang bekerja untuk keluarganya dan tidak menyukai mukmin yang pengangguran baik itu dalam pekerjaan dunia maupun akhirat." Untuk itulah Khilafah hadir untuk meri'ayah umat bahkan menyediakan lapangan pekerjaan bagi mereka. Tidak ada istilah Upah Minimum Regional (UMR) karena para pekerja digaji dengan sangat adil sesuai dengan jasa yang mereka berikan. Bahkan Rasulullah saw. sangat memperhatikan sistem pengupahan bagi pekerja, Rasulullah saw. bersabda, "Berikan upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah)
Begitupun dengan keselamatan dan kesehatan para pekerja, Khilafah akan sangat memperhatikannya, baik secara teknis maupun nonteknis. Secara teknis Khilafah akan selalu memperhatikan setiap peralatan-peralatan yang digunakan apakah masih layak ataukah tidak. Begitu pula dengan kondisi lingkungan, apakah aman bagi pekerja dan bagi setiap mahluk hidup yang berada di sekitar wilayah pekerjaan.
Secara nonteknis pekerja akan selalu diingatkan untuk memperhatikan kesehatan dan keselamatannya dalam bekerja serta akan selalu diingatkan bahwa bekerjalah semata-mata untuk mencari keridaan Allah Swt. Sakit atau insiden kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang berada di luar kendali manusia. Kejadian yang tidak akan pernah diketahui kapan waktunya akan terjadi, untuk itulah para pekerja akan selalu diingatkan untuk memperhatikan kesehatan dan keselamatan mereka dalam bekerja, jangan lalai dalam bekerja yang dapat membahayakan diri mereka sendiri, sebagaimana sabda Rasulullah saw, " Tidak boleh melakukan perbuatan yang bisa membahayakan bagi diri sendiri dan orang lain." (HR. Ibnu Majah)
Jika pekerja sampai mengalami sakit atau mengalami insiden kecelakaan kerja Khilafah pun akan mengurus setiap keperluannya dan kebutuhan keluarganya sampai ia benar-benar pulih atau sembuh. Khilafah tidak menggunakan prinsip perhitungan bagi para pekerja dan juga kepada seluruh masyarakat karena Khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintahan yang dirahmati Allah Swt. Sistem pemerintahan yang hadir untuk benar-benar mengurus urusan umat dengan penuh amanah. Bukan sistem pemerintahan yang menjadikan masyarakatnya sebagai ladang bisnis.
Akankah rezim saat ini dengan sistem pemerintahan yang dianutnya bersama seluruh stakeholder perusahaan yang ada mampu memperlakukan kaum buruh dengan cara pandang Islam? Namun, jika melihat bagaimana kondisi negeri ini yang telah condong ke arah sekuler kapitalis hal itu mustahil akan diterapkan. Kaum buruh akan tetap berada pada bayang-bayang tekanan pekerjaan karena buruh hanya dianggap aset perusahaan yang sewaktu-waktu tidak akan dibutuhkan lagi. Sedangkan pihak perusahaan dalam naungan Khilafah memandang kaum buruh adalah saudara mereka yang telah banyak membantu pekerjaan mereka sehingga harus diperlakukan sebaik mungkin.
Sesungguhnya hanya dengan penerapan Islam kaffah, jawaban atas setiap persoalan yang dihadapi kaum buruh saat ini dan seluruh aturan K3 akan jauh lebih diperhatikan dan diterapkan dengan tegas oleh Daulah Khilafah islamiah.
Wallahu a'lam bish-shawab.[]