"Tidak akan bergeser dua kaki hamba (menuju batas shirathal mustakim) hingga ia ditanya, terkait umurnya untuk apa ia habiskan, ilmunya untuk apa ia gunakan, hartanya dari mana ia dapatkan dan ke mana ia belanjakan, serta badannya untuk apa ia gunakan"
(HR. At Tirmidzi )
Oleh. Aya Ummu Najwa
( Kontributor Tetap NarasiPost.Com )
NarasiPost.Com-Sob, Imam Malik rahimahullah pernah berkata terkait kaidah sunah: "Sunah nabi itu laksana bahtera Nuh, siapa saja yang menaikinya maka ia selamat, dan siapa yang tidak naik maka akan tenggelam."
Yup, benar. Siapa yang menolak naik, maka akan tenggelam. Sob, saat kita bicara tentang Bahtera Nuh, kita tahu siapa saja yang menaikinya, dan siapa yang tenggelam. Sejarah mencatat bahwa putra Nabi Nuh as. sendiri tak mau naik hingga akhirnya tenggelam. Statusnya sebagai putra seorang nabi pun tak bisa menolongnya dari kehancuran.
Begitu pun dengan sunah Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wasallam. Tak peduli siapa kita, harta bejibun, setampan dan secantik apa pun, apakah network kita banyak, koneksi kemana-mana, kenalan ustaznya banyak, ulama, kiai. Namun, jika kita tak mau mengenal dan mengamalkan apa yang Rasulullah bawa, maka kita akan tenggelam. Hak itu berarti kita menjadi orang yang rugi.
Kita harus ingat, Sob. Sunah Rasulullah itu tidak hanya sebatas perbanyak senyum, dan sedekah saja. Tak melulu puasa sunah Senin-Kamis dan Daud saja. Tidak juga dengan memelihara jenggot dan celana cingkrang semata. Namun, sunah Rasulullah itu meliputi semua yang beliau perbuat, beliau katakan, pun yang beliau tetapkan dan diamkan.
Nah, Sob. Kita tahu Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wasallam diutus oleh Allah membawa risalah Islam sebagai the way of life. Artinya, seluruh aspek kehidupan kita harus pakai aturan Islam, Sob. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, semua harus berdasarkan Islam. Islam adalah agama "Kamilan wa syamilan", sempurna dan menyeluruh, Sob. Tak ada persoalan yang tak diatur oleh Islam. Islam tak hanya mengatur urusan kita dengan Allah semata. Namun, Islam juga mengatur urusan kita dengan diri kita sendiri, pun urusan kita dengan sesama manusia.
Kalau kita hanya fokus pada ibadah ritual kita kepada Allah saja, maka itu hanya mencakup lima persen dari keseluruhan aturan Islam, Sebagai contoh nih, Sob. Kita sibuk memperbaiki individu dengan fokus mengencangkan salat rawatib saja, memperbanyak sedekah, puasa sunah, dan lain-lain. Maka itu tidak cukup, Sob. Begitu pun jika kita fokus dengan mengurusi urusan kita dengan diri sendiri, seperti makan makanan yang halal sesuai perintah Allah, menutup aurat sesuai aturan Islam. Namun ternyata itu pun hanya sekitar lima persen dari aturan Islam.
Nah, ternyata pelaksanaan Islam yang paripurna itu ada di muamalah, Sob. Begitu banyak aturan Islam dalam mengatur urusan kita dengan sesama manusia. Iya, kita diperintah oleh Allah dan rasul-Nya, untuk menjadi saleh. Ternyata tak cukup saleh saja, Sob. Kita pun harus jadi muslih, yaitu mengajak orang lain menjadi saleh. Makanya Islam tidak cukup untuk diri kita pribadi. Di sinilah dakwah ila al-Haq dibutuhkan. Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, yakni amar makruf nahi mungkar. Namun, aktivitas dakwah ini jika tak didukung negara, maka akan sangat sulit dan berat dilalui. Seperti sekarang dikit-dikit kena semprit karena alasan radikal, padahal itu syariat Islam.
Sungguh, Rasulullah tak hanya mengajarkan kita salat malam dan zikir saja. Akan tetapi, Rasulullah juga mengajarkan kita untuk memperjuangkan Islam agar bisa diterapkan dalam tatanan negara, agar seluruh hukum-hukum Islam bisa dijalankan secara kaffah. Oleh karena itu, Islam butuh kekuasaan, Sob. Islam dan kekuasaan itu ibarat dua sisi mata uang. Islam laksana fondasi, sedang kekuasaan laksana penjaganya. Segala sesuatu yang tak memiliki fondasi, maka akan roboh. Begitu pun segala sesuatu yang tak dijaga, maka akan hilang.
Sementara itu, penerapan Islam kaffah hanya bisa dilakukan oleh tiga pilar, yaitu pribadi yang bertakwa, masyarakat yang menjalankan koreksi, serta negara yang menerapkan hukum-hukum Islam. Jika kita lihat keadaan sekarang, Islam seakan hanya diemban oleh pribadi saja. Semakin hari geliat hijrah memang luar biasa, penghafal Al-Qur'an banyak, ustaz tak terhitung, bahkan mayoritas penduduk dunia adalah muslim. Namun, mengapa seolah Islam masih menjadi pesakitan? Di mana-mana umat Islam dihina dan dilecehkan, dijajah dan dirampas hartanya, dibantai, seakan nyawanya tak ada harganya. Simbol Islam dan bahkan Rasulullah dihina pun, kita tak berkutik. Semua ini karena kita tak punya pengayom dan pelindung, Sob.
Tak ada satu negara pun yang menjadikan Islam sebagai dasar negara. Tak ada negara yang menerapkan hukum Islam secara kaffah. Mereka hanya menerapkan sebagian hukum Islam dan membuang sebagian yang lain. Inilah sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Sedikit demi sedikit Islam dikebiri, dihapus, dan dibuang. Sebagaimana yang kita alami sekarang, Sob. Ajaran Islam selalu diutak-atik dan dilemahkan. Syariat Islam dilabeli radikal, bahkan seolah dimonsterisasi.
Maka dari itu, kita butuh negara sebagai penjaga Islam, Sob. Negara itu adalah negara Khilafah. Jika Islam diibaratkan ikan, maka Khilafah adalah air. Ikan hanya bisa hidup di air bukan? Demikian pula Islam hanya bisa diterapkan oleh Khilafah. Nah, sekarang Bahtera Nuh itu memanggilmu, Sob. Memanggilmu sebagai salah satu kewajiban dan sunah Rasulullah yang agung untuk memperjuangkan Islam agar diterapkan sempurna sebagai sistem kehidupan dalam sebuah negara yaitu Daulah Khilafah.
So, pilihan kita mau ikut bergabung dan berjaya bersama Islam atau tenggelam dalam kehancuran. Ingatlah sabda Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wasallam yang diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi ketika setiap kita ditanya oleh Allah di Padang Mahsyar kelak,"Tidak akan bergeser dua kaki hamba (menuju batas shirathal mustakim) hingga ia ditanya, terkait umurnya untuk apa ia habiskan, ilmunya untuk apa ia gunakan, hartanya dari mana ia dapatkan dan ke mana ia belanjakan, serta badannya untuk apa ia gunakan." Yakin tak mau naik di bahtera perjungan Islam?
Wallahu a'lam.