Peredaran Obat Ilegal Merajalela, Kapitalis Mendulang Laba, Mudarat bagi Manusia

Pada faktanya, penggerebekan serta penangkapan kasus peredaran obat ilegal ini sudah sering dilakukan. Namun tetap saja, semua itu tidak efektif untuk membendung laju peredaran obat ilegal. Selain itu, strategi yang digencarkan pemerintah nyatanya tidak bisa memusnahkan kasus ini hingga ke akarnya, yang ada hanya bersifat tambal sulam.

Oleh.Renita
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Beberapa waktu lalu, publik dihebohkan dengan terkuaknya kasus produksi dan peredaran gelap obat keras dan berbahaya di Yogyakarta. Kasus ini disinyalir merupakan kasus terbesar sepanjang sejarah penggerebekan pabrik obat ilegal di tanah air. Terbongkarnya pabrik besar ini seakan mengonfirmasi buruknya sistem hari ini dalam menjamin keamanan dan perlindungan masyarakat dari peredaran barang berbahaya dan obat keras ilegal.

Diwartakan dari tribunnews.com (28/9/2021), Bareskrim Polri telah menggerebek dua pabrik pembuatan sekaligus gudang obat-obatan ilegal dan berbahaya di Bantul dan Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pabrik tersebut merupakan pabrik terbesar yang memproduksi obat ilegal dalam jumlah fantastis, diduga penyebarannya sudah mencapai ke seluruh pelosok negeri. Dari hasil penggeledahan, pihak berwajib berhasil menyita 30 juta butir obat berbahaya siap edar berupa Hexymer, DMP, Trihex, Irgaphan dan double L. Petugas juga mengamankan mesin pencetak pil sebanyak tujuh buah, mesin oven, mixer, serta ratusan kilogram bahan baku untuk produksi pil dan meringkus tiga tersangka yaitu LKS (49), JSR (59) pemilik pabrik dan WZ (53).

Publik patut bertanya, mengapa pabrik obat berbahaya ini baru sekarang terdeteksi keberadaannya? Padahal, dua pabrik tersebut telah beroperasi selama kurang lebih dua tahun. Begitu mulusnya mereka menjalankan bisnis yang membahayakan manusia tanpa menimbulkan kecurigaan dari masyarakat. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Bisnis Menggiurkan, Membuat Generasi di Ambang Kehancuran

Terungkapnya kasus ini merupakan buntut dari penggerebekan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap peredaran obat ilegal berbahaya di wilayah Cirebon, Majalengka, Indramayu, Jaktim, dan Bekasi. Dalam penggerebekan di berbagai TKP ini, polisi berhasil meringkus 8 tersangka dengan barang bukti 5 juta obat keras dan psikotropika. Dari keterangan tersangka, didapati sumber obat tersebut berasal dari Yogyakarta, sehingga Polri DIY bersama Ditipinarkoba Bareskrim Polri melakukan pengejaran terhadap tersangka dan menemukan dua pabrik obat berbahaya di Bantul dan Sleman. Berdasarkan penggeledahan yang dilakukan petugas, didapati puluhan juta obat keras dan tujuh mesin pencetak pil serta mesin-mesin lain. Dugaan adanya keterlibatan warga asing dalam proses produksinya pun mengemuka karena sebagian besar bahan bakunya diketahui berasal dari luar negeri.

Kepala BBPOM Yogyakarta, Dewi Prawitasari, memverifikasi bahwa penggerebekan ini merupakan kasus level mega. Industrinya sangat besar dengan kapasitas produksi luar biasa, dilihat dari jumlahnya, bahan baku, atau pun mesin-mesin untuk produksi. Satu buah mesin pencetak pil ini mampu memproduksi 2 juta butir obat per hari. Sehingga, jika tujuh buah mesin ini bekerja secara berbarengan, maka bisa menghasilkan 14 juta butir obat per hari, artinya selama sebulan bisa menghasilkan 420 juta butir. Jika diasumsikan harga satu butir Rp1000, maka dalam sehari omset yang dihasilkan bisa mencapai Rp2 miliar dari satu buah mesin dan jika ditotal dari tujuh mesin berarti omsetnya Rp14 miliar per hari. (tribunnews.jogja.com, 28/9/2021)

Sungguh jumlah yang fantastis bukan? Apalagi penggunanya diketahui sudah mewabah ke pelosok negeri, penyebarannya pun semakin dimuluskan dengan adanya perdagangan online. Tentu ini merupakan ladang bisnis menggiurkan dengan peluang profit berlimpah. Tak aneh, jika bisnis ini dibidik para pengusaha kelas kakap.
Mirisnya, ketika pengusaha pabrik tersebut mendulang cuan, hal yang berbeda justru dialami penggunanya yang kian rusak akibat mengonsumsi obat tersebut.

Obat ilegal terbukti menimbulkan mudarat bagi manusia, karena menyebabkan euforia berlebihan dan memicu kecanduan. Melihat omsetnya yang mencapai Rp14 miliar per hari, bisa kita bayangkan berapa banyak korban yang terjerumus ke dalam pengaruh obat berbahaya ini? Apalagi biasanya pengguna obat berbahaya ini adalah generasi muda. Sudah pasti, kecanduan obat dapat membunuh masa depan mereka. Alih-alih menjadi penegak peradaban, justru semakin membuat dirinya berada di ambang kehancuran.

Strategi BPOM Berangus Peredaran Obat Ilegal, Sudah Efektifkah?

Perkembangan teknologi digital yang merajai bisnis online ternyata berimbas pada meningkatkan peredaran obat ilegal dan substandar. Untuk mengatasi hal ini, sebenarnya pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah berkomitmen memberangus penyebaran obat ilegal demi menjamin akses obat yang aman, bermutu dan berkhasiat. Hal itu dilakukan dengan, pertama, strategi preventif melalui pengaturan tentang penerapan 2D barcode untuk mengawal obat serta menggulirkan peraturan tentang Pengawasan Peredaran Obat melalui industri digital.

Kedua, deteksi. Badan POM mempunyai sistem pendeteksian dengan risk-based inspection and surveillance yang terbilang baik. Didukung pula dengan kerja sama BPOM dan WHO dalam pilot project yang dilakukan oleh tenaga kesehatan melalui aplikasi smartphone terkait pelaporan obat palsu, ilegal dan substandar.

Ketiga, upaya responsif melalui penegakan hukum dalam rangka pemberantasan obat berbahaya, ilegal serta penyalahgunaan obat dengan memasifkan penyelidikan dibarengi penegakkan hukum bersama lembaga hukum lainnya. (beritasatu.com)

Namun, pada faktanya masih ada saja oknum pedagang culas yang mengelabui masyarakat, entah itu dengan memasang barcode palsu atau pun memproduksi obat-obat berbahaya secara diam-diam. Selain itu, bukankah razia terhadap obat ilegal sudah sering dilakukan? Namun, nyatanya belum mampu menggerus peredaran obat berbahaya ini. Sebab, pada dasarnya peredaran obat ini sangat dipengaruhi oleh permintaan konsumen. Jika permintaannya saja masih membludak bagaimana bisa bisnis ini akan raib? Demikian pula terkait penegakan hukum yang acapkali tak tegas. Hukum begitu mudah dijadikan ladang bisnis, apalagi bagi para kapitalis. Alih-alih membuat tersangkanya jera, yang ada malah semakin merajalela. Mirisnya, hukum tebang pilih justru selalu dipertontonkan, sehingga mencari keadilan hari ini ibarat pungguk merindukan bulan.

Buah Busuk Sekularisme-Kapitalisme

Pada faktanya, penggerebekan serta penangkapan kasus peredaran obat ilegal ini sudah sering dilakukan. Namun tetap saja, semua itu tidak efektif untuk membendung laju peredaran obat ilegal. Selain itu, strategi yang digencarkan pemerintah nyatanya tidak bisa memusnahkan kasus ini hingga ke akarnya, yang ada hanya bersifat tambal sulam. Ditambah lagi, mekanisme hukum yang ada tidak tegas memberantas kasus ini, sering kali hukum menjadi tajam ke bawah tumpul ke atas. Semua ini seakan menguatkan bukti bahwa negara gagal dalam melindungi rakyat dari bahaya peredaran obat ilegal, serta memberikan rasa aman ketika rakyat membutuhkan obat berkualitas dan bermutu.

Inilah buah dari diterapkannya sistem kapitalis sekuler di negeri ini. Bisnis apa pun yang menghasilkan profit akan senantiasa dilestarikan, meskipun itu menabrak nilai-nilai syariat dan menimbulkan mudarat bagi manusia. Aturan yang dibuat juga tak pernah menyolusi setiap masalah dengan tuntas, malah terus memunculkan masalah baru. Selain itu, ide kebebasan yang lahir dari rahim kapitalis serta asas sekuler yang menopangnya, membuat individu tak memiliki kontrol atas dirinya. Adanya kesulitan hidup, bablasnya perilaku, gaya hidup hedon, merosotnya keimanan serta minimnya pemahaman agama membuat mereka memilih mengonsumsi barang berbahaya tersebut. Mereka seolah tak peduli jika akibat dari perbuatannya, justru menstimulasi perbuatan kriminal karena efek halusinasi yang membuat hilangnya kasadaran. Maka dari itu, akar masalahnya bukan hanya masalah teknis, tetapi sistem gagal yang diterapkan di negeri ini yang semakin menambah deret panjang perbuatan yang mencelakakan manusia serta jauh dari tuntunan agama.

Islam Lenyapkan Keberadaan Obat Ilegal dan Berbahaya

Hal ini akan sangat berbeda ketika Islam diterapkan di tengah-tengah kehidupan manusia. Islam akan memberlakukan seperangkat aturan yang dapat menciptakan keamanan dan melindungi masyarakat dari kerusakan, termasuk dari bahaya penyebaran obat ilegal. Jika ada obal ilegal yang sudah terbukti membahayakan bagi umat dan bersifat memabukkan, maka sistem Islam tegas melarang penggunaan obat tersebut dan akan menghilangkan peredarannya di tengah masyarakat.

Para ulama juga sepakat mengharamkan barang yang memiliki sifat melemahkan akal dan jiwa manusia. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Ahmad dan Abu Dawud, “Rasulullah shalallahu a’laihi wassalam telah  melarang segala sesuatu yang memabukkan (muakir) dan melemahkan (mufattir).” Dalam Mu’jam Lughah al-Fuqoha dijelaskan bahwa mufattir adalah zat yang memicu perasaan tenang dan kemalasan pada tubuh manusia.

Di samping itu, Islam juga mengharamkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kebahayaan bagi manusia berdasarkan kaidah fikih, “Hukum asal benda yang berbahaya (mudarat) adalah haram.”

Sistem Islam akan menerapkan sanksi yang menjerakan kepada pelaku yang mengonsumsi barang haram tersebut. Begitu pula penjual, pengedar serta pabrik-pabrik yang memproduksinya akan ditindak tegas oleh negara. Bentuk sanksi yang diberlakukan untuk pelaku dan pengedarnya, yakni sanksi ta’zir yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Khalifah, misalnya dicambuk, dipenjara, diasingkan dan sebagainya. Sanksi ta’zir yang diberlakukan akan berbeda berdasarkan tingkat kesalahan dan mudarat yang dihasilkannya.

Berkaitan dengan upaya pencegahan, maka Islam akan menguatkan pemahaman masyarakat melalui terselenggaranya pendidikan yang berlandaskan akidah Islam. Sehingga, dapat membentuk pribadi yang bertakwa, mampu membentengi diri dari perbuatan sia-sia serta melakukan amar makruf nahi mungkar ketika ada orang di sekitarnya yang melakukan kemaksiatan. Negara Islam juga akan menjamin kebutuhan pokok masyarakat, sehingga tak ada lagi orang yang menjalankan bisnis obat berbahaya karena tuntutan ekonomi, ataupun permintaan obat untuk menghilangkan stres akibat tidak terpenuhinya kebutuhan hidup.

Maka dari itu, permasalahan peredaran obat ilegal dan berbahaya ini tak mungkin bisa dituntaskan dengan aturan yang diberlakukan negara penganut kapitalis sekuler. Selamanya sistem kapitalis hanya akan menambah masalah, menjerumuskan masyarakat ke dalam lubang kenistaan dan menimbulkan kesengsaraan yang tiada akhir. Satu-satunya solusi yang dapat melenyapkan peredaran obat berbahaya dan menyelamatkan generasi, yaitu dengan membredel sistem kapitalis sekuler dan merombaknya dengan sistem Islam dalam institusi Khilafah. Wallahu a’lam bish shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Renita Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Kapitalisme Get Out!
Next
Industri Itu Bernama Demokrasi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram