" Pemenang kedua Challenge ke-4 NarasiPost.Com dalam rubrik Opini "
Oleh.Renita
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kemajuan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh kualitas generasi mudanya. Pemuda berkualitas bukan sekadar memiliki intelektualitas tinggi dan mampu berinovasi untuk bersaing di era revolusi digital. Namun, ia juga memiliki kepribadian khas, berakhlak mulia, serta mampu meluaskan kebermanfaatannya di tengah masyarakat.
Selain itu, potret generasi berkualitas bukan hanya mampu memajukan negara menjadi kuat sekaligus sebagai mercusuar dunia, tetapi juga memiliki superioritas yang mampu menggetarkan musuh-musuhnya. Profil generasi seperti ini tidak dilahirkan dalam negara bermental inlander, tetapi dicetak oleh negara visioner yang melandaskan agama sebagai pengaturan kehidupan bernegaranya.
Semestinya kita merasa prihatin menyaksikan kondisi generasi muda hari ini. Banyak anak muda yang terjerumus ke dalam perilaku kekerasan, pergaulan bebas, narkoba, trafficking, penyimpangan seksual serta berbagai masalah lainnya. Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2011-2020, jumlah kasus pengaduan anak berdasarkan klaster perlindungan anak dilaporkan sebanyak 42.565 kasus. Jumlah kasus anak berhadapan dengan hukum sebanyak 13.071 kasus, masalah kesehatan dan NAFZA sebanyak 3.149 kasus, pornografi dan cyber crime sebanyak 4.448 kasus, trafficking dan eksploitasi anak sebanyak 2.473 kasus dan sisanya berupa kasus pendidikan serta perlindungan anak yang lainnya. (kpai.go.id, 31/8/2020)
Inilah potret buram generasi muda tanah air saat ini. Ketika kita menyaksikan kondisi calon penerus bangsa hari ini, rasanya patut kita tanyakan, mengapa kondisi generasi muda begitu memprihatinkan? Apakah mungkin potret generasi muda seperti ini mampu menjadi generasi mulia yang dapat memajukan bangsa dan negaranya?
Generasi Kian Suram dalam Dekapan Sistem Usang
Bagi sebagian negara hari ini, pemuda dipandang sebagai aset ekonomi bangsa. Semua kebijakan sistem pendidikan diarahkan untuk mencapai visi tersebut. Kapitalisasi yang menyerbu sistem pendidikan memfokuskan pada kurikulum berorientasi profit, jauh dari nilai agama serta sangat terbuka terhadap mantra-mantra Barat. Alhasil, lahirlah intelektual yang hanya mengejar kesuksesan dunia, minim akhlak dan sangat pro terhadap ide-ide Barat. Maraknya kasus kekerasan, penyimpangan seksual, pergaulan bebas merupakan hasil nyata dari kurikulum pendidikan yang mengalienasi peran agama dari kehidupan.
Begitu pula, adanya bonus demografi yang akan menghampiri populasi dunia, merupakan peluang besar untuk menyerap usia produktif di dunia kerja, menjadi anugerah bagi korporasi. Pemuda dijadikan sebagai sapi perah untuk memenuhi target pasar konsumen bisnis kapitalis. Pemuda juga diseret dalam berbagai program internasional seperti Asia-Pacific Youth SDGs Summit dalam kerangka Peringatan Hari Pemuda Internasional 2021. Memberdayakan pemuda untuk kesuksesan program tersebut menjadi cara efektif untuk membungkam sikap kritis pemuda terhadap berbagai regulasi rezim neolib sekaligus mengebiri kebangkitan pemuda Islam. Sejatinya, pemuda hanya diarahkan menjadi ‘mesin pembersih’ atas semua kekacauan akibat penerapan sistem sekuler hari ini.
Bahkan, untuk melanggengkan eksistensi demokrasi yang kian terpuruk, Barat menyapu bersih semua ide yang mengancam hegemoninya, yakni Islam politik dan Khilafah. Caranya, dengan menjajakan ide moderasi Islam yang diaruskan dalam kurikulum pendidikan. Tujuannya, sudah pasti untuk membenamkan perjuangan Islam dan mengasingkan Islam kafah dari benak generasi muda.
Profil pemuda hari ini merupakan hasil didikan negara superior terhadap negara dunia ketiga, yang membuat mereka kehilangan idealisme serta arah perjuangannya. Alhasil, mereka cukup berpuas diri ketika menjadi budak pasar dan industri sekaligus sebagai kacung di negeri sendiri. Terpasung dalam gemerlapnya dunia serta kebahagiaan semu semata. Impian pemuda untuk menjadi penerus estafet perjuangan bangsa hingga menjadikan negeri sebagai bangsa yang besar harus kandas di tangan cengkeraman ideologi Barat.
Sungguh, paradigma sekuler kapitalis hari ini telah menyeret pemuda menuju masa depan yang kian suram. Dekadensi moral yang menggerogoti para pemuda menjadi bukti nyata bahayanya sistem warisan penjajah ini. Suprasistem hari ini benar-benar membelenggu jiwa dan pikiran anak negeri, menjadikan mereka semakin terpuruk di semua lini kehidupan. Kerakusan kapitalisme dan kebengisan demokrasi telah membabat habis potensi besar pemuda sebagai pelopor peradaban. Jaminan kebebasan dalam demokrasi, nyatanya adalah tirani untuk membendung kebangkitan Islam. Akhirnya, generasi muda benar-benar terkapar di tengah kebiadaban sistemis.
Berkah Pemuda dalam Peria'ayahan Sistem Mulia
Jika sekularisme kapitalisme terbukti mematikan potensi generasi, tak ada jalan lain selain membredel sistem rusak ini dan mengubahnya dengan sistem paripurna yang telah terbukti mampu melahirkan generasi cemerlang, penegak peradaban mulia. Itulah Khilafah Islam yang berdiri kokoh selama 14 abad silam. Khilafah mampu mencetak generasi tangguh, berakhlak mulia serta berkontibusi untuk kemaslahatan umat dan negara.
Sistem Islam akan mengantarkan generasi pada gerbang kemuliaan di dunia maupun akhirat. Landasan pembangunan generasi akan bertumpu pada ideologi Islam, termasuk landasan dalam sistem pendidikan dan semua sistem yang berkelindan di dalamnya. Suprasistem Islam akan bersungguh-sungguh melahirkan generasi pemimpin peradaban dengan menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok bagi setiap anak umat. Output pendidikan Islam akan menghasilkan generasi bersyaksiyyah Islam yang memahami visi misi hidupnya sebagai hamba Allah serta perannya sebagai khalifah yang memakmurkan bumi.
Ketika Islam menjadi pijakan dalam seluruh sendi kehidupan umat, maka akan terlahir generasi hebat serta mampu tampil menjadi pemimpin peradaban mulia. Mereka menyadari amanah kepemimpinan umat dan pembangunan negeri yang ada di pundaknya. Sehingga, mereka tidak akan mengabaikan masa mudanya dengan menceburkan diri dalam gemerlapnya dunia serta kesenangan semu lainnya. Sebab, Rasulullah saw telah memperingatkan dalam HR.al-Baihaqi:
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, keadaan kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum saat sibukmu dan saat hidupmu sebelum datang kematianmu.”
Hadis tersebut menjadi pelecut untuk mengoptimalkan peran mereka di usia belianya. Sehingga mereka menenggelamkan dirinya dalam lautan ilmu serta suasana keimanan yang kokoh. Memaksimalkan perannya untuk kebangkitan Islam. Profil pemuda seperti ini juga diungkapkan Imam Syafi’i, “Hidupnya seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa.”
Dengan ilmu dan takwa inilah Rasulullah saw mendidik para sahabat mulia menjadi generasi hebat dambaan umat yang mampu menorehkan tinta emas sejarah peradaban Islam. Mereka adalah pemuda yang mendedikasikan hidupnya untuk perjuangan dan dakwah Islam, mengisi hari-harinya untuk kepentingan Islam.
Potret Pemuda Istimewa dalam Asuhan Sistem Islam
Peri'ayahan sistem Islam telah melahirkan generasi cemerlang yang berkontribusi dalam mengokohkan peradaban Islam hingga mampu menjadi mercusuar dunia. Bahkan Islam tampil sebagai adidaya yang ditakuti oleh musuh-musuhnya. Profil pemuda tersebut dapat kita temui di zaman Rasulullah hingga masa Kekhilafahan setelahnya. Kita lihat kisah Usamah bin Zaid di usianya yang baru menginjak 18 tahun, beliau diperintahkan oleh Rasulullah saw menjadi pemimpin pasukan kaum muslimin dalam penaklukan Syam. Atau kisah Imam Syafi’i yang menghafalkan Al-Quran di usia belia yakni 9 tahun, serta Ibnu Sina yang dijuluki ‘Bapak kedokteran dunia’ menghafalkan Al-Quran di usia 5 tahun, bahkan menjadi salah satu ilmuwan muslim.
Tentu kita juga tidak lupa bagaimana kisah heroik sang penakluk Konstantinopel, Muhammad Al Fatih yang diangkat menjadi sultan di usianya yang masih belia. Begitu pula kisah Zaid bin Tsabit, di usianya yang baru 13 tahun sudah mampu berjihad dengan gagah berani. Beliau juga diperintahkan untuk mengumpulkan Al-Quran di usia 21 tahun. Itulah sebagian potret pemuda Islam terdahulu yang namanya begitu terngiang hingga saat ini.
Betapa luar biasa generasi muda Islam dalam peri'ayahan Islam kafah yang kala itu berhasil menguasai 2/3 dunia. Pemuda seperti ini tidak akan kita temui dalam peradaban kapitalis. Sebab ilmu yang mereka miliki hari ini hanya diperuntukkan dalam industri kerja demi mengamankan trah bisnis korporasi sekaligus melanggengkan hegemoni mereka.
Bobroknya peradaban kapitalis telah menunjukkan akhir dari kematiannya. Kini, saatnya Islam merengkuh kembali kejayaan yang telah lama hilang. Peradaban yang dinanti itu adalah kembalinya Khilafah ala manhajj nubuwwah. Kembalinya peradaban tersebut, tentu harus dimulai dari generasi mudanya. Maka dari itu, wahai pemuda Islam, jadilah generasi emas pelopor perubahan, penegak peradaban mulia serta menjadi detonator kebaikan bagi umat.
Wallahu’alam Bish shawwab[]