"Faktanya, kebijakan suatu negara tergantung pada ideologi yang diembannya. Kita bisa lihat realitas dalam Kekhilafahan Islam. Ketika ideologi Islam diterapkan secara kaffah, pelaku LGBT dikecam dan diberikan sanksi yang tegas (hukuman mati)."
Oleh. Zidniy Ilma
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), siapa yang tidak mengenal istilah ini? Dari tahun ke tahun tampaknya kelompok-kelompok ini makin eksis. Bagaimana tidak, nyatanya banyak negara-negara di dunia yang makin memberi panggung bagi kelompok ini. Indonesia juga termasuk di dalamnya.
Terbaru, berita tentang salah satu influencer yang tinggal di Jerman. Dirinya membuat trending di Twitter melalui cuitannya pada Senin (28/11/2022). Dirinya menyebut bahwa Qatar merupakan salah satu negara homophobia. Karena Qatar secara terbuka melarang homoseksualitas. Hal-hal yang bernuansa LGBT, termasuk atribut dilarang digunakan selama Piala Dunia 2022 di Qatar.
Tak hanya Qatar, baru-baru ini juga ada negara yang dicap sebagai negara homophobia. Negara manakah itu?
LGBT di Mata Dunia
Dilansir dari CNBC Indonesia, pada Kamis (24/11/2022), parlemen Rusia mengesahkan pembacaan ketiga dan terakhir dari undang-undang yang melarang promosi propaganda LGBT kepada segala usia, baik anak-anak maupun dewasa. Tindakan yang dianggap sebagai upaya mempromosikan homoseksualitas, termasuk online, film, buku, iklan, atau di depan umum dapat dikenakan denda yang berat. Denda bagi individu bisa mencapai sekitar Rp103 juta, sedangkan untuk badan hukum sekitar Rp1,2 miliar. RUU ini sudah masuk ke majelis tinggi parlemen, dan tinggal menunggu penandatanganan Presiden Vladimir Putin sebelum diberlakukan.
Anggota parlemen Rusia mengatakan bahwa LGBT bertentangan dengan budaya di Rusia. Salah satu arsitek RUU tersebut, Alexander Khinstein, menyampaikan pendapatnya, "LGBT hari ini adalah elemen perang hibrida, dan dalam perang hibrida ini kita harus melindungi nilai-nilai kita, masyarakat kita, dan anak-anak kita."
Pemerintah Rusia tidak main-main soal LGBT. Bulan lalu, Moskow memberikan sanksi kepada aplikasi TikTok, karena video dengan tema LGBT. Rusia mendenda TikTok sebesar 3 juta rubel atau setara Rp777 juta. Selain itu, pemerintah juga meminta regulator penerbitan untuk menarik semua buku yang berisi "propaganda LGBT".
Seperti yang telah dijelaskan dalam paragraf pembuka di awal, bahwa telah banyak negara-negara yang memberi panggung bagi pelaku LGBT. Jadi, pelaku penyimpangan seksual ini tidak hanya mendapat kecaman atau sanksi seperti yang dilakukan oleh Rusia. Di sisi lain, justru lebih banyak negara yang memfasilitasi perilaku kaum sodom ini. Seperti Turki, Cina, Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan masih banyak lagi.
Di Indonesia sendiri, kelompok LGBT masih menjadi kelompok minoritas. Walaupun dari tahun ke tahun populasinya makin meningkat. Adat istiadat tradisional kurang menyetujui LGBT. Ditambah, pasangan sesama jenis atau rumah tangga yang dikepalai oleh pasangan sesama jenis, dianggap tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan perlindungan hukum yang lazim diberikan kepada pasangan lawan jenis yang menikah. Namun, sebagian besar wilayah Indonesia tidak memiliki hukum bagi pelaku LGBT dan tidak mengkriminalisasi perilaku tersebut.
Jangan Mencampuradukkan Kebenaran dan Kebatilan!
Beda negara beda kebijakan. Mungkin kalimat ini dirasa pas untuk menggambarkan keadaan dalam tulisan yang telah kita bahas sebelumnya. Faktanya, kebijakan suatu negara tergantung pada ideologi yang diembannya. Kita bisa lihat realitas dalam Kekhilafahan Islam. Ketika ideologi Islam diterapkan secara kaffah, pelaku LGBT dikecam dan diberikan sanksi yang tegas (hukuman mati). Namun, saat ideologi Islam mulai terkontaminasi dengan modernisasi Barat, sanksi yang tegas tadi mulai dicabut dan dihentikan.
Kekhilafahan Turki Utsmani mulai menganggap modernisasi Barat sebagai sesuatu yang darurat dilakukan, ketika melihat lambannya pembaruan di berbagai bidang, perang tak berkesudahan, dan banyak wilayah yang memerdekakan diri. Kemudian, Turki mulai mengikuti Prancis yang menganut ideologi sekularisme kapitalisme. Turki mulai menerapkan beberapa nilai dari Prancis, termasuk mengenai dekriminalisasi homoseksualitas. Walau sebenarnya pelonggaran LGBT sudah terjadi sejak Kekhilafahan Umayyah dan Abbasiyah, namun puncaknya ada pada Turki Utsmani.
Jika dalam paragraf sebelumnya menjelaskan tentang ideologi Islam yang mulai dicampuradukkan dengan pemahaman Barat, kali ini kita akan membahas bagaimana ideologi Barat, yakni sekularisme kapitalisme dicampuradukkan dengan aturan Islam. Pertama, ada Brunei Darussalam. Pada April 2019, Juru Bicara Istana Brunei Darussalam, menyatakan bahwa negaranya akan memberlakukan hukuman rajam hingga tewas pada pelaku LGBT melalui hukum syariat. Alasan utamanya adalah untuk menjunjung lebih kuat ajaran agamanya. Kedua, Malaysia. Pada September 2018, ada 2 wanita Malaysia yang dihukum cambuk 6 kali di depan 100 penonton dan didenda 3.300 ringgit karena melakukan seks lesbian di dalam mobil di area publik. Ketiga, Aceh. Walau LGBT tidak dianggap ilegal di tingkat nasional (Indonesia), namun di Aceh aktivitas seks sesama jenis dipidanakan dengan ancaman hukuman 100 kali cambuk atau hukuman penjara hingga 8 tahun.
Sekilas hukuman-hukuman tersebut terlihat tegas, bahkan menakutkan. Namun faktanya, ketika sebuah ideologi tidak diterapkan secara sempurna atau ada pencampuran di antara kedua ideologi, maka tidak akan pernah bisa menyatu atau sulit diterima oleh sebagian kalangan masyarakat.
Realitasnya, dalam sebuah negara tersebut ada dua pemikiran atau dua pengemban ideologi. Jadi ketika aturan dalam negara tersebut tidak sesuai dengan ideologi yang diembannya, maka akan dipertanyakan atau dipermasalahkan. Kesimpulannya, mau menerapkan sekularisme kapitalisme tanpa ada campuran aturan Islam, atau mau menerapkan ideologi Islam secara kaffah tanpa ada campuran modernisasi atau pemahaman Barat? Karena kebenaran (ideologi Islam) dan kebatilan (ideologi Barat), selamanya tidak akan pernah bisa dicampuradukkan.
Apa yang Harus Dilakukan oleh Indonesia?
Jika membahas soal LGBT, dalam Islam telah jelas bahwa LGBT hukumnya haram. Tak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang status keharamannya. Sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur'an surah Al-A'raf ayat 80 - 81 yang artinya, "(Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, "Mengapa kalian mengerjakan perbuatan keji (liwath) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? Sungguh kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita. Kalian ini adalah kaum yang melampaui batas."
Dalam Islam, sanksi atau uqubat bagi pelaku LGBT pun telah jelas ketegasannya. Rasulullah saw. pernah bersabda, "Siapa saja yang menjumpai kaum yang melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah pelaku maupun pasangannya." (HR. Abu Dawud)
Sanksi dalam Islam tidak akan langgeng penerapannya, ketika ideologi yang diembannya ialah ideologi Barat, yakni sekularisme kapitalisme. Contohnya, Brunei Darussalam yang memberlakukan rajam hingga tewas bagi pelaku LGBT. Ketika Brunei tidak menerapkan aturan Islam secara menyeluruh, masyarakatnya pun tidak siap (terdiri dari berbagai pemikiran, tidak hanya Islam). Maka yang terjadi adalah hukuman tersebut dianggap sadis, melanggar HAM, dan berbagai stigma negatif lainnya. Jangankan hukuman rajam, hukuman cambuk yang diberlakukan di Malaysia dan Aceh saja, begitu mendapat kecaman dari berbagai pihak.
Dari sini bisa kita simpulkan bahwa, yang dilakukan oleh Rusia adalah kesia-siaan semata. Kelak Rusia tidak akan mampu membendung pelaku LGBT yang ada di negaranya. Jika Rusia memberlakukan UU tersebut karena bertentangan dengan budayanya, seharusnya Indonesia dengan mayoritas muslim terbesar di dunia mau melirik agamanya (Islam) dan menerapkannya atas dasar keimanan.
Sudah saatnya seorang muslim di mana pun dia berada, khususnya di Indonesia, memahami jati dirinya sebagai seorang muslim dengan mempelajari agamanya. Islam merupakan ideologi yang mampu menyelesaikan seluruh problematika kehidupan, tak terkecuali LGBT. Menuntaskan LGBT bukan dengan menerapkan UU di atas ideologi Barat, namun mencabut ideologi Barat itu terlebih dahulu, kemudian menggantinya dengan ideologi Islam yang menerapkan aturan Islam secara kaffah (menyeluruh). Banggalah menjadi negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia dengan mengkaji dan mempelajari ideologinya (Islam) secara sempurna.[]
Photo : Freepik.com