”Inilah yang terjadi pada anak. Anak dianggap sebagai ‘mesin pencetak uang’ atau komoditas yang dapat menjadi jalan meraup keuntungan materi, maka jalan penggunaan model anak bernuansa BDSM pun diambil.”
Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah CH
(Kontributor NarasiPost.Com dan Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta)
NarasiPost.Com-Brand fesyen kenamaan asal Prancis Balenciaga terseret kontroversi. Balenciaga menampilkan iklan untuk promosi koleksi Spring/Summer 2023, dengan memperlihatkan model balita perempuan memegang boneka beruang yang mengenakan aksesori BDSM, seperti kalung choker dengan aksen spike dan harness yang terbuat dari bahan kulit. Iklan yang menampilkan anak kecil dengan objek berasimilasi seksual itu bukan satu-satunya kontroversi Balenciaga.
Jejak Kampanye Holiday Balenciaga
Dilansir Insider, Balenciaga sempat memublikasikan kampanye musim liburan atau holiday dengan tema kontroversial. Yakni potret seorang model anak memegang boneka beruang yang lengkap dengan busana bernuansa BDSM. BDSM merupakan singkatan dari Bondage and Discipline, Dominance and Submission, Sadism and Masochism, adalah manifestasi seksual yang biasanya melibatkan suatu kegiatan ekstrem. Mulai dari kendali psikologis, fisik, hingga pada penciptaan rasa sakit. BDSM pun acap kali khas dengan penggunaan busana atau aksesori tertentu, seperti kalung choker, harness, dan tali. (m.kumparan.com, 2/12/22)
Kampanye berjudul “Gift Collection” Holiday Campaign 2022 ini dirilis Balenciaga pada 16 November lalu. Pada kampanye ini, Balenciaga ingin memberikan kesan punk melalui pemakaian aksesori-aksesori yang tampak terinspirasi dari BDSM. Menurut CNN Style, selain foto dengan potret anak membawa boneka beruang, ada juga model anak dengan set foto yang berhiaskan gelas-gelas wine kosong.
Tidak tinggal diam, Balenciaga dikecam habis-habisan oleh netizen di media sosial. Pasalnya, mereka memandang bahwa kampanye Gift Collection ini sebagai eksploitasi anak secara seksual.
Pada Rabu (2/11) Balenciaga menulis permintaan maaf resmi melalui fitur Instagram Story di akun Instagram @balenciaga dan langsung menarik seluruh potret kampanye Gift Collection tersebut. Di dalam keterangan itu, Balenciaga menegaskan bahwa mereka turut mengecam aksi kekerasan terhadap anak. Kemudian, pada 29 November, Balenciaga menyatakan bahwa mereka akan mengambil jalur hukum atas North Six Inc, perusahaan yang memproduksi kampanye tersebut, beserta agennya, Nicholas Des Jardins. Serta mengonfirmasi bahwa dokumen-dokumen yang digunakan untuk properti dalam pemotretan tersebut adalah dokumen persidangan palsu.
Maraknya Eksploitasi Anak
Dalam sistem ekonomi kapitalis, terdapat konsep pemasaran, konsumerisme, dan individualisme. Dari ketiganya menghasilkan sebuah logika bahwa segala hal dapat dijadikan sebagai komoditas dan dikomersialkan. Inilah yang terjadi pada anak. Anak dianggap sebagai ’mesin pencetak uang’ atau komoditas yang dapat menjadi jalan meraup keuntungan materi, maka jalan penggunaan model anak bernuansa BDSM pun diambil.
Padahal, Indonesia sendiri pada pasal 76l Undang-Undang 35 Tahun 2014 yang menyatakan, setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi atau seksual terhadap anak. Namun, kasus yang sama tetap terjadi. Sebab, pandangan bahwa anak sebagai komoditas terus menguat seiring dengan berkembangnya zaman, baik dalam aspek life style, yakni barang-barang branded. Anak-anak ditarik sebagai daya jual dengan mengunggulkan nuansa seksualitasnya.
Meski dunia pun telah sadar akan bahaya eksploitasi anak, yang kemudian banyak merumuskan konvensi-konvensi internasional. Pada tahun 1989, pemerintah di seluruh penjuru dunia menjanjikan hak yang serupa untuk semua anak dengan mengambil Konvensi PBB untuk Hak-Hak Anak. Konvensi ini mengatur berbagai hal yang harus dilakukan negara sehingga setiap anak dapat tumbuh dengan sehat, bersekolah, dilindungi, didengar pendapatnya, dan diperlakukan dengan adil.
Pada pasal 34 yang berbunyi, tiap anak berhak dilindungi dari eksploitasi dan penganiayaan seksual, termasuk prostitusi dan keterlibatan dalam pornografi. Sedang pasal 36 menyebutkan, tiap anak berhak dilindungi dari eksploitasi dalam bentuk apa pun yang merugikannya. (www.unicef.org)
Namun, pada faktanya semua upaya mereka gagal. Sebab penyelesaian yang ditawarkan hanya terus berputar pada penanganan problematik, dan membiarkan faktor utama masalah yakni, sistem kapitalisme tetap ada. Indonesia dan dunia butuh solusi mengakar yang dapat menghilangkan eksploitasi anak dan tidak membiarkan adanya celah sedikit pun untuk eksploitasi dengan cara anak dijadikan sebagai model iklan yang bernuansa BDSM dengan tujuan apa pun. Yakni diterapkannya syariat Islam dalam tatanan kehidupan bernegara.
Bentuk Perlindungan Sistem Islam terhadap Anak
Anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dilindungi. Anak adalah tanggung jawab bagi orang tua, keluarga, sekolah, masyarakat maupun negara. Siapa saja yang mendapatkan amanah, maka kelak di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban. Oleh karenanya, amanah anak ini wajib dijaga dan dipelihara dengan mencurahkan segala daya dan upaya.
Dalam Islam, bentuk penjagaan terhadap anak ini dapat dilakukan secara efektif dengan kerja sama dari berbagai pihak. Pertama, orang tua atau keluarga sebagai ruang yang paling dekat dengan anak, bertanggung jawab untuk memastikan kesehatan mental, fisik, serta rasa aman dan nyaman. Misalnya, orang tua yang seharusnya melindungi dan memiliki kewajiban untuk memberikan pengasuhan terbaik, justru mengabaikan dan melakukan kekerasan, kejahatan, bahkan eksploitasi pada anak.
Kedua, sekolah dan lingkungan masyarakat juga bertanggung jawab untuk melindungi anak dengan memberikan edukasi dari sisi konsep hidup bersama yang penuh rasa kasih sayang. Sekolah dapat secara formal mengajarkan akidah dan syariat kepada anak sehingga memahami antara kewajiban dan pertanggungjawaban atas setiap amal perbuatan mereka. Sementara itu, lingkungan masyarakat bisa menjadi ruang belajar informal yang dapat menjadi teladan bagi anak untuk menerapkan silah ukhuwah, menyeru pada kebaikan, dan mencegah kemungkaran.
Ketiga, negara menerapkan sistem (syariat) Islam, menetapkan sanksi/ iqob bagi yang melanggar syariat serta memantau media agar tidak menyebarluaskan pemahaman yang salah, yang memicu kekerasan seksual dan kejahatan lain pada anak. Bahkan, negara juga berkewajiban untuk menjamin kesejahteraan rakyat, sehingga mereka tidak perlu mengeksploitasi anak untuk kepentingan materi. Sebagaimana sabda Nabi saw. dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, Allah berfirman yang artinya: “Ada tiga golongan yang Aku akan menjadi lawan mereka pada hari kiamat kelak, yaitu seorang yang bersumpah dengan menyebut nama-Ku kemudian ia berkhianat, seorang yang menjual seorang yang merdeka (bukan budak) kemudian memakan hasilnya…” (HR. Muslim)
Dengan gabungan dari ketiga pihak ini, maka akan terwujud tempat yang aman dan nyaman untuk melindungi anak-anak, generasi terbaik harapan umat yang akan melanjutkan perjuangan dakwah untuk tegaknya peradaban Islam. Namun, kerja sama ini tidak akan tercipta, apabila orang tua atau keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat, serta negara tidak berfusi menerapkan sistem Islam secara menyeluruh. Dengan demikian, mari berjuang bersama untuk menegakkan syariat Islam, demi terwujudnya negara yang benar-benar mampu memberikan perlindungan dan pemeliharaan terhadap anak. Wallahu a’lam bish-shawwab.[]