Kebijakan perdagangan yang dikeluarkan oleh presiden AS selanjutnya jelas berdampak bagi perdagangan antara AS dan Indonesia.
Oleh. Siti Komariah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pilpres Amerika Serikat (AS) tinggal menghitung hari. Hal ini pun makin memengaruhi dinamika ekonomi global karena ketidakpastian politik di negeri tersebut. Hampir seluruh pasar modal cenderung bereaksi keras terhadap spekulasi politik yang terjadi di AS, sebab tidak dimungkiri bahwa Amerika Serikat merupakan salah satu negara adidaya dengan perekonomian terbesar di dunia yang memainkan peranan penting dalam stabilitas ekonomi global.
AS digadang-gadang memiliki fungsi untuk menjaga stabilitas ekonomi global karena arah kebijakannya dalam perdagangan luar negerinya yang berpengaruh besar bagi negara di dunia, terkhusus negara berkembang. Ia merupakan salah satu negara yang memiliki kekuatan modal terbesar di dunia. Apalagi saat ini ekonomi global sedang rapuh diakibatkan adanya konflik geopolitik dan kebijakan moneter ketat yang dikeluarkan oleh bank-bank besar di dunia sehingga ia memegang kendali terhadap perdagangan dan kestabilan ekonomi dunia.
Dalam pilpres AS ada dua calon presiden, yaitu Donald Trump dari Partai Republik dan Kamala Harris dari Partai Demokrat digadang-gadang memiliki arah kebijakan ekonomi yang berbeda. Arah kebijakan keduanya jelas akan berdampak besar bagi perdagangan dunia (cnbcindonesia.com, 26-10-2024). Lantas, bagaimana arah kebijakan kedua calon presiden AS tersebut?
Arah Kebijakan Calon Presiden AS
Kedua calon presiden AS memiliki visi ekonomi yang sangat bertolak belakang. Donald Trump sebagai calon presiden dari Partai Republik disebut memiliki arah kebijakan yang radikal terhadap isu perdagangan. Ia digadang-gadang akan mengembalikan strategi ekonomi Amerika ke masa lampau, yaitu kebijakan tarif barang-barang sebagaimana saat pertama kali dirinya menjabat sebagai presiden AS. Ia telah berjanji akan menetapkan tarif kepada barang impor ke AS secara universal sebesar 20%. Bahkan untuk barang-barang dari Cina akan dinaikkan tarifnya hingga 60%.
Hal ini berbeda dengan lawannya, yaitu Kamala Harris sebagai calon presiden dari Partai Demokrat yang disebut memiliki kebijakan perdagangan yang lebih moderat. Harris disebut akan melanjutkan kebijakan dari Joe Biden yang lebih kompromistis. Lebih tepatnya Harris menolak ide tarif perdagangan Trump yang disebutnya sebagai pajak penjualan nasional. Ia juga menolak perdagangan bebas, bahkan tahun 2020, Harris menolak perjanjian perdagangan dengan Meksiko dan Kanada.
Harris juga akan mengalokasikan dana besar untuk industri masa depan dengan memberikan subsidi untuk memperkuat industri manufaktur domestik dengan program “America Forward” tax credit. Begitu juga terhadap Cina jika terbukti melanggar aturan perdagangan, ia akan menggunakan langkah kompromistis terhadap perdagangan Cina, walaupun ia juga tidak menolak penerapan tarif untuk Cina.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa arah perdagangan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump nantinya adalah membangun tembok tarif perdagangan. Sedangkan arah perdagangan Amerika Serikat di bawah Kamala Harris adalah menolak menerapkan tembok tarif, tetapi tidak juga ingin membangun perdagangan baru.
Kedua kandidat tersebut memiliki arah perdagangan yang berbeda jauh. Trump dengan kebijakan radikalnya, sedangkan Harris dengan kebijakan moderatnya. Siapa pun yang akan naik menjadi presiden AS nantinya, pasti akan menimbulkan dampak tersendiri bagi perdagangan global, terkhusus negara-negara berkembang seperti Indonesia. Apalagi AS merupakan salah satu mitra dagang terbesar bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Lantas, bagaimana dampak pilpres AS bagi Indonesia?
Dampak Pilpres AS bagi Indonesia
Tidak dimungkiri bahwa setiap kali AS menyelenggarakan pilpres jelas membuat Indonesia harus waspada, sebab AS merupakan salah satu mitra dagang terbesar bagi negeri ini. Kebijakan perdagangan yang dikeluarkan oleh presiden AS selanjutnya jelas berdampak bagi perdagangan antara AS dan Indonesia, terkhusus pada sektor ekspor Indonesia ke AS pada komoditas seperti tekstil, minyak, kelapa sawit, dan lainnya. Begitu juga bagi arah investasi dan stabilitas keuangan Indonesia.
Ketika melihat arah kebijakan perdagangan antara kedua kandidat tersebut maka didapati dua kemungkinan yang akan diperoleh bagi Indonesia.
Pertama, ketika Harris terpilih menjadi presiden AS maka kondisi tersebut bisa menjadi angin segar bagi Indonesia, sebab Harris digadang-gadang akan melanjutkan kebijakan yang digawangi oleh Joe Biden sebelumnya. Harris dimungkinkan tidak mengubah arah perdagangan dan lebih kompromistis mengambil kebijakan perdagangan yang membuat iklim perdagangan global lebih stabil. Bahkan bisa jadi Indonesia akan mempererat kembali hubungan perdagangannya dengan AS.
Kedua, hal tersebut berbeda ketika Trump yang akan memenangkan pilpres tahun ini. Ia akan kembali melanjutkan kebijakan perdagangan yang proteksionisme, dalam hal ini akan menerapkan tarif bagi seluruh barang. Arah perdagangannya yang menerapkan teori proteksionisme ini pastinya akan memengaruhi ekspor Indonesia ke AS, sebab barang-barang yang masuk maupun yang keluar dari Indonesia ke AS akan terkena tarif dan mendapatkan hambatan perdagangan lainnya. Kebijakan Trump ini bisa memperlambat perdagangan Indonesia karena Trump akan lebih memfokuskan pada produksi energi fosil. Produksi energi fosil ini akan lebih berimplikasi pada harga minyak dan gas Indonesia, sebab ia dapat memperlambat transisi energi global.
Dengan demikian, siapa pun yang menjadi presiden AS selanjutnya harusnya membuat Indonesia untuk memperkuat diversifikasi perdagangannya. Kondisi ini untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada Amerika Serikat. Hanya saja, semua itu sulit untuk diwujudkan sebab asas perekonomian negeri ini adalah sistem ekonomi kapitalisme.
Cengkeraman Sistem Ekonomi Kapitalisme
Sejatinya Indonesia mampu untuk menciptakan perekonomian yang stabil dan kuat serta mampu menciptakan iklim perdagangan di dunia internasional, sebab Indonesia menjadi jalur perdagangan yang strategis bagi dunia internasional. Indonesia mengambil 40% jalur lalu lintas laut bagi perdagangan dunia internasional. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menciptakan jalur perdagangan yang stabil. Apalagi negeri ini didukung dengan sumber daya alam yang sangat melimpah serta sumber daya manusia yang cerdas.
Hanya saja, akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme potensi tersebut hilang dan alih-alih menciptakan perekonomian yang kuat serta berpengaruh dalam jalur perdagangan, Indonesia justru terus bergantung kepada negara-negara adidaya, seperti Amerika Serikat. Inilah buah penerapan sistem ekonomi kapitalisme, negeri yang memiliki potensi menjadi negara adidaya justru terkungkung oleh penjajah.
Penerapan sistem ekonomi kapitalisme memberikan kebebasan bagi negara besar untuk mengeksploitasi kekayaan negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Sistem kapitalisme tidak memiliki batasan yang jelas terkait perdagangan dan hubungan luar negeri. Asalkan ada manfaat yang didapatkan hal tersebut akan dilakukan. Sistem ekonomi kapitalisme juga tidak memiliki pemasukan yang tetap dan stabil bagi sebuah negara. Mereka hanya bergantung dan mengandalkan utang berbasis riba dan investasi yang sejatinya menjadi racun yang lambat laun menggerogoti kedaulatan negerinya dan mencengkeramnya.
Akibat cengkeraman tersebut negara-negara berkembang rawan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan politik negara-negara adidaya, sebab Indonesia dan negara berkembang lainnya senantiasa bergantung pada mereka. Dengan demikian, ketika negara adidaya mengalami ketidakpastian politik serta terjadi masalah ekonomi di dalam negerinya akan berpengaruh besar kepada negara-negara dalam cengkeramannya.
Oleh karenanya, ketika dunia menginginkan kedaulatan dan menguatkan jalur perdagangannya, dunia harus membuang sistem ekonomi kapitalisme dan mengambil Islam sebagai solusinya.
Islam Solusinya
Solusi berbagai problematika kehidupan manusia hanya ada pada Islam. Ketika suatu negara menerapkan sistem Islam maka bisa dipastikan bahwa kejayaan dan kemakmuran suatu negeri bukanlah fatamorgana melainkan sebuah kenyataan. Islam memiliki mekanisme kuat untuk membangun sebuah negara menjadi negara adidaya dan berdaulat.
Islam memiliki pengaturan yang jelas terkait sistem perekonomian yang membuat Khilafah menjadi negara super power. Mekanisme pengaturan tersebut, yaitu dengan penerapan sistem ekonom Islam yang mengatur pemasukan tetap Khilafah yang disimpan di baitulmal. Pemasukan tersebut berasal dari kharaj, fai, jizyah, hasil pengelolaan sumber daya alam, dan sebagainya. Pengeluaran dan pemasukan tersebut diatur sesuai dengan hukum syarak sehingga bisa dimaksimalkan untuk menyejahterakan masyarakat dan membangun sebuah negara yang kuat.
Selanjutnya, Islam menggunakan sistem mata uang emas dan perak. Mata uang ini cenderung memiliki nilai tukar yang stabil dan kompetitif serta memiliki tingkat inflasi (inflasi moneter) yang rendah sehingga perekonomian suatu negara cenderung stabil dan justru merangsang pertumbuhan ekonomi dengan cepat. Hal tersebut terbukti ketika Islam berjaya, Khilafah mampu menjadi negara adidaya yang kuat dan tidak tertandingi.
Setelah itu, dalam pengaturan perdagangan, tidak ada pasar bebas, semua aktivitas perdagangan diatur secara jelas oleh syarak. Sistem Islam melarang adanya monopoli dan praktik-praktik perdagangan nonriil, seperti bursa saham dan lainnya, apalagi praktik riba. Dengan sistem perdagangan yang riil maka mekanisme pasar akan berjalan sesuai dengan permintaan dan penawaran.
Tidak hanya itu, Islam pun memiliki pengaturan yang jelas terkait hubungan luar negeri, baik dalam perjanjian perdagangan maupun perjanjian lainnya. Misalnya dalam perjanjian perdagangan, Islam membolehkan melakukan perjanjian dagang, tetapi harus dilihat barang yang akan diekspor tersebut. Islam melarang mengekspor barang-barang yang justru akan memperkuat negara-negara luar, seperti bahan baku senjata.
Selanjutnya, Islam pun memastikan bahwa barang yang diekspor merupakan barang yang over kapasitas, maksudnya masyarakat dalam negeri sudah tercukupi seluruhnya. Islam pun melarang Khilafah melakukan perjanjian dagang dengan musuh-musuh Islam, seperti Amerika Serikat. Dengan demikian, Khilafah mampu menjadi negara mandiri dan tidak terpengaruh dengan negara-negara lainnya, sebab Islam tidak akan membiarkan musuh Islam menguasai kaum muslim. Allah berfirman “Sekali-sekali Allah tidak akan pernah memberikan jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum mukmin.” (QS. An-Nisa: 141).
Khatimah
Dalam pilpres AS, siapa pun yang menjadi presidennya akan mempengaruhi ekonomi dan perdagangan dunia termasuk Indonesia. Sudah saatnya Indonesia melepaskan ketergantungan pada AS dengan menegakkan institusi Khilafah sebagai pelaksana sistem Islam.
Wallahu a'lam bish-shawaab. []