Genosida terhadap rakyat Palestina oleh Zionis Yahudi akan terus dilakukan selama sistem demokrasi kapitalisme masih diterapkan.
Oleh. N' Aenirahmah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hari demi hari Jalur Gaza makin mencekam, apalagi setelah Israel melakukan pengepungan secara intensif di Jalur Gaza selatan. Ribuan anak-anak, wanita, dan orang tua kelaparan. Jenazah bergeletakan di jalan-jalan dalam kondisi sangat mengenaskan. Sungguh sebuah pemandangan yang memilukan. Karena itu, siapa pun yang memiliki akal sehat pasti sepakat bahwa pembebasan Palestina harus terus disuarakan.
Kondisi Memprihatinkan di Jalur Gaza
Dikutip dari cnnindonesia.com (2-11-2024), Medical Emergency Committee (Mer-C) Indonesia mengungkapkan, kondisi di Jalur Gaza selatan makin memprihatinkan. Kelaparan di Jalur Gaza selatan makin meluas dan menambah banyak korban. Kelaparan terjadi akibat pengepungan dan pemblokadean yang dilakukan Israel.
Akibatnya, bantuan kemanusiaan berupa makanan dan obat-obatan tertahan di perbatasan karena tidak ada izin masuk dari Israel. Karena itu, siapa pun yang memiliki akal sehat akan berpendapat bahwa perang Israel-Palestina adalah genosida yang disaksikan dunia pada abad ini.
Abad XXI disebut sebagai abad digital yang ditandai dengan pesatnya teknologi dan informasi. Melalui kecanggihan teknologi dan informasi ini, dunia bisa menyaksikan dengan cepat di layar-layar media sosial tentang kebrutalan serangan Israel terhadap warga Palestina.
Genosida Bukan Perang
Dari fakta tersebut, dunia menilai bahwa yang terjadi di Palestina bukanlah perang, tetapi aksi genosida. Tindakan Israel yang menunjukkan aksi genosida adalah cara mereka dalam menggunakan senjata berat. Bom yang dijatuhkan di Palestina konon lebih dahsyat dibandingkan dengan bom yang dijatuhkan di Hiroshima. Israel telah menggunakan bom fostor putih yang dilarang dalam kesepakatan hukum internasional tentang perang.
Tindakan yang menunjukkan aksi genosida lainnya terlihat dari target penghancuran berbagai fasilitas kesehatan. Contohnya, rumah sakit, klinik, ambulans, membunuh tenaga medis, dan dokter. Tindakan ini tentu akan memperparah kondisi perang dan menambah banyak korban. Para korban meninggal akibat ketiadaan faskes, obat-obatan, dan tindakan medis lainnya.
Tindakan yang menunjukkan aksi genosida selanjutnya adalah ketika pemerintah Zionis Israel membagikan persenjataan kepada rakyatnya. Tujuannya adalah membunuh siapa saja dari kalangan penduduk Gaza, baik anak-anak, kaum perempuan, dan orang tua. Sesungguhnya, mereka adalah warga sipil yang lemah dan tidak bersenjata. Selain itu, mereka juga tidak mampu melakukan perlawanan untuk mempertahankan dirinya.
Genosida Menciptakan Kelaparan
Tidak cukup dengan hal di atas. Tindakan genosida Israel terhadap warga Palestina pun terlihat pada aksi pengepungan, pemblokadean, dan penyerangan terhadap bantuan kemanusiaan yang akan masuk ke Gaza. Selain itu, mereka memutus akses listrik, air bersih, obat-obatan, dan makanan.
Kini warga Palestina menghadapi ancaman baru. Selain ancaman senjata dan perang, mereka juga menghadapi ancaman kelaparan. Terlihat dari unggahan video yang merekam, ada warga yang memakan rumput dan mengumpulkan ceceran tepung yang sudah bercampur tanah. Ada pula yang terpaksa mencari sisa makanan di reruntuhan rumah maupun gedung walaupun harus mempertaruhkan keselamatan nyawa.
Korban Terus Bertambah
Dalam aksi genosidanya, Israel telah berhasil menewaskan lebih dari 42.000 warga Palestina dan melukai 99.000 orang. Jumlahnya akan lebih besar jika ditambah dengan puluhan ribu jenazah yang tertimbun di bawah puing-puing bangunan yang hancur karena agresi Zionis Israel. (tempo.co, 21-10-2024)
Semua fakta di atas membuktikan bahwa Israel telah nyata melakukan genosina terhadap warga Palestina. Israel menargetkan ethnic cleansing atau pemusnahan massal warga Palestina. Tujuannya agar mereka leluasa menguasai seluruh wilayah Palestina tanpa terkecuali.
Siapa di Balik Kekuatan Israel?
Sebenarnya, mitos bahwa Israel memiliki militer kuat dan tidak terkalahkan telah runtuh dengan operasi Badai Al-Aqsa beberapa bulan lalu. Di mana serangan roket tentara Hamas mampu menembus Iron Dome yang dibanggakan Israel dalam melindungi wilayah mereka.
Israel masih terlihat kuat karena ada AS, Inggris, Prancis, dan negara-negara sekutu yang memberikan dukungan secara finansial dan militer. AS misalnya, mengerahkan pesawat tempur, kapal penjelajah, dan dua kapal induk tercanggih bertenaga nuklir. Semuanya dilakukan agar Israel aman dari serangan organisasi nonpemerintah seperti Hamas dan perlawanan warga sipil Palestina. Hal itu juga dilakukan agar negeri-negeri Arab tidak berani membela Palestina.
Dengan demikian, perang Israel-Palestina adalah perang yang tidak seimbang. Bagaimana mungkin sekelompok organisasi dan warga sipil melawan kekuatan yang didukung negara adikuasa beserta para sekutunya!
Berharap pada PBB
Mayoritas masyarakat dunia marah dengan kondisi yang terjadi di Palestina. Mereka berharap pada PBB sebagai institusi internasional untuk menyelesaikan persoalan Palestina. Mereka pun berharap pada negara-negara Barat, penguasa Arab, dan dunia Islam untuk turun tangan menghentikan agresi brutal Israel terhadap Palestina.
Ketika kita melihat sejarah masuknya Zionis Yahudi ke Palestina, hal itu merupakan rancangan apik dan detail yang dilakukan Barat. Inggris merupakan aktor yang membidani lahirnya negara Israel. Sementara itu, PBB merupakan aktor yang mengesahkan berdirinya negara Israel dan mengakuinya di dunia internasional.
Lihatlah apa yang dilakukan negara Barat ketika melihat tragedi kelaparan sebagai akibat dari pengepungan dan pemblokadean di Jalur Gaza. Sejumlah negara Barat seperti AS, Inggris, Kanada, dan negara-negara Uni Eropa justru menyetop bantuan keuangan dari United Nations Relief and Work Agency for Palestina Refugees in Near East (UNRWA).
Baca: Genosida Israel di Gaza, Islam Solusinya
Penyetopan ini dikarenakan negara donatur itu terhasut militer Zionis yang menuduh sejumlah staf UNRWA terlibat gerakan kelompok Hamas. Inilah sikap hipokrit negara-negara Barat. Di satu sisi, mereka merespons serangan Rusia ke Ukraina dengan menggelontorkan bantuan uang, senjata, dan pasukan untuk Zelensky. Alasannya agar Ukraina bisa membela diri.
Di sisi lain, Barat justru menunjukkan sikap yang berlawanan terhadap Palestina. Mereka membiarkan warga Gaza dihancurkan oleh Isreal. Mirisnya lagi, mesin perang yang digunakan Israel justru berasal dari Barat. Bukti lain mandulnya PBB terhadap kasus Palestina adalah pernyataan Sekjen PBB Antonio Guterres. Ia mengatakan bahwa PBB angkat tangan dan tidak sanggup menghentikan agresi Israel.
Organisasi internasional untuk perdamaian ini tidak berani menghukum Israel, padahal mayoritas negara-negara anggota PBB bersuara agar PBB turun tangan menghentikan agresi brutal Israel di Palestina. Namun, faktanya suara mayoritas kandas dengan hak veto yang dimiliki lima negara yang mampu membatalkan suara mayoritas anggota PBB.
Pasukan Militer Solusi Paripurna
Sesungguhnya, Palestina Membutuhkan aksi nyata yang mampu menghentikan agresi kaum Zionis. Namun, harus diingat bahwa tidak ada solusi lain yang dapat menghentikan agresi Israel selain mengirimkan pasukan militer. Memberikan bantuan pangan, obat-obatan, dan logistik, bukanlah solusi hakiki. Karena itu, serangan militer harus dilawan dengan militer pula.
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah ayat 190 yang artinya, "Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas."
Untuk mengerahkan kekuatan militer dibutuhkan seorang pemimpin yang akan memobilisasi kekuatan ini. Pemimpin yang mampu menghentikan kerja sama negara-negara muslim dengan Isreal maupun negara Barat dan mampu menyatukan seluruh kekuatan umat Islam dunia.
Selama ini, Israel diklaim kuat karena ada dukungan AS dan sekutunya. Namun, kekuatan mereka akan kandas jika umat Islam bersatu menyerukan jihad melawan mereka. Oleh karena itu, umat butuh institusi yang bersih dari intervensi asing dan mampu menerapkan Islam secara sempurna, termasuk dalam hubungan diplomatik dengan negara kafir.
Seruan jihad ini harus dikomandoi oleh seorang pemimpin. Pemimpin yang terlahir dari institusi Islam, yaitu Khilafah Islamiah, bukan pemimpin yang lahir dari rahim demokrasi sekuler. Pemimpin inilah yang disebut khalifah.
Khalifah akan memimpin umat dan membangun kekuatan melawan Zionis Yahudi. Khalifah juga menjadi perisai umat sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Imam (khalifah) adalah perisai, orang-orang berperang di belakang dia dan menjadikan dirinya sebagai pelindung." (HR. Muslim)
Khatimah
Genosida terhadap rakyat Palestina oleh Zionis Yahudi akan terus dilakukan selama sistem demokrasi kapitalisme masih diterapkan. Satu-satunya solusi untuk menyelamatkan Palestina dari penjajahan adalah kembali pada Islam dan menerapkan aturannya secara kaffah. Di bawah naungan Islam, Palestina akan dilindungi dari berbagai kezaliman.
Wallahualam bissawab.[]