Sudah sangat jelas, nasionalisme yang diemban berbagai negara di dunia saat ini, tidak mampu mengatasi penderitaan warga Gaza terutama anak-anak yang sedang mengalami krisis kesehatan.
Oleh. Tutik Haryanti
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sudah satu tahun Gaza berada dalam gempuran operasi militer brutal tentara Zionis Israel (IDF), tepatnya pada 7 Oktober lalu. Serangan biadab dan keji ini menimbulkan reaksi berupa kecaman dan seruan dari negara-negara di dunia, termasuk seruan di platform media sosial yang berbunyi "Jangan berhenti bicara Gaza!". Maksud seruan tersebut adalah mengajak masyarakat dunia khususnya umat Islam agar peduli atas penderitaan yang dirasakan warga Gaza.
Saat ini, sangat mengerikan penderitaan yang dirasakan warga Gaza terutama anak-anak. Selain mereka telah kehilangan orang tua dan keluarganya, kini mereka mengalami kondisi darurat kesehatan. Juru bicara UNICEF James Elder menyampaikan bahwa anak-anak di Jalur Gaza yang terlantar harus dievakuasi untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang memadai. Sayangnya, upaya tersebut sulit dilakukan karena tidak mendapatkan persetujuan dari otoritas Zionis Israel. (Tempo.co, 19–10–2024)
Penyebab Darurat Kesehatan
Serangan brutal yang dilakukan Zionis telah menghancurkan bangunan hampir seluruh wilayah Gaza, salah satunya yaitu rumah sakit yang dianggap sebagai tempat teraman dan menjadi pusat pelayanan penting dalam situasi peperangan. Banyak staf medis terbunuh, ambulans, kantor pusat medis, institusi kesehatan, dan sebagian besar rumah sakit di Gaza sudah hancur oleh serangan Zionis. Kementerian Kesehatan Palestina juga menyampaikan bahwa RS Ahmad Kamal sebagai rumah sakit terakhir di Jabalia, Gaza Utara, sudah dikepung tentara Zionis. Hal ini mengakibatkan anak-anak Gaza yang terluka kesulitan mendapatkan perawatan medis akibat keterbatasan ruangan, tim medis, alat kesehatan, dan obat-obatan.
Di sisi lain, upaya penyelamatan untuk para korban mengalami kendala karena diambilalihnya tempat penyeberangan menuju Rafah oleh Zionis makin memperparah kondisi anak-anak Gaza. Sebelum jalur penyeberangan Rafah tersebut ditutup pada awal Mei 2024 lalu, Gaza dapat mengevakuasi 296 anak dan setelah ditutup anjlok menjadi 22 anak saja. Akibatnya, konsekuensi kritis harus dihadapi Gaza karena ketiadaan layanan medis dan kurangnya sarana prasarana kesehatan. (Tempo.co, 19–10–2024)
Bungkamnya Penguasa Muslim
Kondisi kritis anak-anak Gaza juga terjadi dari ketidaktegasan negara-negara muslim dunia. Harusnya sebagai sesama muslim kepedulian terhadap saudaranya mereka tunjukkan. Perhatian dan kepedulian ini tidak hanya berupa kecaman ataupun seruan semata. Akan tetapi, butuh keberanian dan ketegasan dari para penguasa muslim. Ini yang menjadi bukti bungkamnya para penguasa muslim terhadap persoalan Gaza.
Banyak didirikannya perserikatan negeri muslim sedunia yang bertujuan mewujudkan kerja sama, sehingga tercipta ikatan sesama muslim, seperti OKI ataupun Liga Arab. Begitu juga dengan organisasi-organisasi dunia seperti UNICEF. Namun, faktanya organisasi mendunia ini gagal dalam memberikan bantuannya kepada Gaza. Pada akhirnya, hanya seruan demi seruan yang mereka lakukan. Fakta ini menunjukkan bahwa organisasi apa pun tidak mampu memberikan solusi tuntas atas permasalahan Gaza. Apalagi memberikan perlawanan nyata untuk memerdekakan Palestina dari penjajah Israel. Kerja sama yang terjalin tidak lebih hanya menitikberatkan pada urusan yang menghasilkan keuntungan internal bagi masing-masing negara.
Padahal, seharusnya umat Islam jika mau bersatu dengan kesatuan yang utuh tanpa dibatasi oleh kepentingan masing-masing negara, jangankan hanya sekadar memberikan bantuan kesehatan, membebaskan Palestina dari belenggu penjajah yang sudah berlangsung puluhan tahun pun adalah hal yang sangat mudah.
Nasionalisme Akar Masalahnya
Sayangnya, kesatuan yang utuh itu sudah pudar karena umat Islam dunia tersekat oleh nasionalisme yang sudah menancap di tiap-tiap negara. Semenjak runtuhnya Daulah Islam tahun 1924, umat Islam dunia terpecah belah menjadi beberapa wilayah. Ide nasionalisme yang digaungkan Barat berhasil mengakar di wilayah negeri muslim sehingga rasa kepedulian terhadap sesama muslim mulai luntur. Masing-masing negeri hanya cenderung ingin melindungi dan mengurus kepentingan negerinya sendiri. Mereka hanya melakukan berbagai kecaman dengan bersembunyi di balik Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang keberadaannya pun tidak bisa diandalkan.
Nasionalisme telah meracuni kesatuan dan kekuatan umat Islam. Nasionalisme pula yang menjadi penghalang pemberian bantuan pelayanan kesehatan untuk anak-anak Gaza. Persoalan Palestina bukan hanya sekadar perebutan wilayah dan kepentingan politik, tetapi ini mencakup keimanan kaum muslimin. Sesama muslim adalah bersaudara tanpa memandang wilayah, warna kulit, atau suku. Umat Islam merupakan satu tubuh, jika ada saudaranya yang tersakiti maka saudara yang lain ikut merasakan. Dari Nu'man bin Basyir, Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim itu ibarat satu tubuh manusia jika mata sakit, maka seluruh tubuh ikut sakit, dan jika kepala sakit, maka seluruh tubuh ikut sakit”. Artinya, sebagai muslim harus saling mencintai, tolong-menolong, memiliki solidaritas yang tinggi atas persoalan umat Islam.
Baca: Antara Kita dan Muslim Gaza
Bahaya dari Nasionalisme
Dalam Islam, nasionalisme adalah paham yang buruk, bahkan Rasulullah pernah mengutuk nasionalisme sebagai perbuatan yang buruk. Sebuah hadis yang dipercaya beberapa muslim menyebutkan, “Siapa pun yang berperang di bawah panji kesukuan (kesukuan), mendukung kesukuan, atau marah demi kesukuan, ia akan mati dalam keadaan jahiliah.”
Nasionalisme menimbulkan dampak negatif dan sangat berbahaya bagi umat Islam. Dampak tersebut di antaranya: munculnya xenofobia dan chauvinisme. Xenofobia adalah sikap seseorang atau suku yang membenci (diskriminasi) bangsa atau agama lain. Sikap ini yang memunculkan islamofobia di tengah masyarakat sehingga Islam selalu dinistakan dan dijadikan sasaran kebencian mereka, seperti: melecehkan ajaran Islam, melecehkan Nabi Muhammad saw., membakar Al-Qur'an, dan umat Islam dicap sebagai radikalis, teroris, dan sebagainya.
Sedangkan, chauvinisme adalah rasa cinta terhadap negara atau bangsa sendiri sehingga meremehkan atau merendahkan bangsa lain. Sikap ini menimbulkan arogansi, merampas hak orang lain seperti yang dilakukan Zionis Israel terhadap warga Gaza. Inilah ego nasionalisme yang sesungguhnya, tidak membawa kemanfaatan, tetapi justru membawa kehancuran umat Islam.
Khilafah Solusi Kesehatan Anak Gaza
Sudah sangat jelas, nasionalisme yang diemban berbagai negara di dunia saat ini, tidak mampu mengatasi penderitaan warga Gaza terutama anak-anak yang sedang mengalami krisis kesehatan. Pertolongan darurat dan cepat yang dibutuhkan mereka hanya sebatas harapan. Berbeda dengan solusi yang ditawarkan Islam. Islam memiliki solusi hakiki atas persoalan di Palestina. Islam mempersatukan umat Islam seluruh dunia dengan ikatan akidah sebagai perwujudan keimanan kepada Allah taala. Ikatan akidah tersebut akan melahirkan satu perasaan, satu pemikiran, dan satu peraturan yang bersumber pada Al-Qur’an dan hadis. Ikatan yang kokoh menjadikan kemuliaan Islam kembali tegak di bawah satu kepemimpinan umum yakni institusi Daulah Khilafah.
Daulah Khilafah dipimpin seorang khalifah yang akan menyeru kepada seluruh kaum muslimin untuk mengerahkan segenap bantuan kemanusiaan bagi saudara muslimin yang sedang kekurangan atau terzalimi. Tidak cukup sampai di situ, khalifah juga akan menyerukan jihad fi sabilillah melawan penjajah. Membebaskan negeri-negeri muslim dari segala bentuk kezaliman imperialisme. Bukan solusi pembagian dua negara atau harus menghijrahkan penduduknya ke wilayah lain yang diinginkan para pemimpin saat ini. Khilafah akan menjaga dan melindungi akidah, akal, harta, jiwa, keturunan, dan kehormatan kaum muslimin. Umat Islam wajib berjuang untuk menolong agama Allah, sebagaimana firman-Nya, "Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS. Muhammad : 7)
Khatimah
Sejatinya, kondisi kesehatan anak-anak Gaza hanya dapat diatasi dengan sistem yang mampu menerapkan syariat Islam kaffah dengan satu kepemimpinan umum yang dapat memberikan instruksi secara menyeluruh, yakni Khilafah Rasyidah. Khilafah yang akan mengantarkan Gaza menjadi negeri yang merdeka, terbebas dari segala bentuk penjajahan.
Wallahualam bissawab. []
Betul. Khilafah satu-satunya solusi tuntas
Oh, Gaza... maafkan kami yg tak juga sanggup menolongmu...
Islam harus bersatu.
Sudah tak tdrbayangkan penderitaan anak-anak disana. Akan tetapi, ratusan nyawa yang hilang belum cukup bagi penguasa negeri muslim untuk mengirim pasukan. Sekuat itu nasionalisme sudah menyusup dalam hati mereka hingga empati sudah hilang.