Islam tidak mengenal ikatan nasionalisme. Dengan segenap kekuatan yang dimiliki, khalifah akan menjaga setiap wilayah yang menjadi bagian dari Khilafah.
Oleh. Maftucha S.Pd.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Ada sebuah narasi bahwa menghentikan kebiadaban Zionis Israel itu mudah. Cukup hentikan ekspor minyak atau bahan makanan ke Israel. Lalu putus semua bentuk hubungan diplomatik dengan mereka, maka pasti Israel akan menderita. Hal itu karena Israel sebenarnya adalah negara kecil dan hanya memiliki sedikit cadangan minyak mentah.
Dahulu, ketika Israel juga membombardir Palestina, ada selorohan dari masyarakat, seandainya seluruh umat Islam bersatu dan kencing ke Israel, maka Israel pasti akan banjir kencing. Hal ini lumrah, mengingat jumlah umat Islam di dunia ini memang cukup banyak, seandainya mereka bersatu pasti bisa melakukan apa pun.
Namun, ternyata memboikot Israel tidaklah semudah apa yang diucapkan, kenapa? Karena tidak semua negara sepakat melakukan boikot, jangankan negara-negara yang notabene bukan berpenduduk mayoritas muslim, negara yang mayoritas jumlah penduduknya muslim saja ogah melakukan boikot.
Sikap Khianat Negara Arab
Sebagaimana diberitakan oleh CNBC Indonesia bahwa ajakan negara Iran untuk melakukan embargo minyak ke Israel tidak digubris oleh beberapa negara Arab, di antaranya Arab Saudi. Negara Teluk ini tidak berniat menjadikan minyak sebagai alat untuk menekan Israel agar melakukan gencatan senjata. Arab Saudi berdalih bahwa untuk menghentikan peperangan ini dia akan menggunakan jalur damai, yaitu melalui diskusi damai.
Negara lain yang masih memasok minyak ke Israel selama peperangan ini adalah Kazakhstan dan Azerbaijan, dua negara ini mayoritas penduduknya adalah muslim. Menurut media republika.co.id, sekitar 60 persen impor minyak Israel berasal dari Kazakhstan dan Azerbaijan. Sumber pasokan minyak Israel juga berasal dari negara sekutunya, yakni AS. Kemudian dari Afrika Barat ada Gabon yang juga cukup besar.
Sikap Arab Saudi dan negeri muslim lainnya ini menunjukkan bahwa mereka tidak berpihak kepada Palestina, padahal dari sisi akidah, warga Palestina adalah saudara seiman mereka, dan ini adalah sebuah pengkhianatan. Sikap pengkhianatan ini tecermin saat diselenggarakannya Kairo Summit For Peace atau KTT Perdamaian pada akhir Oktober lalu.
Pertemuan internasional tersebut bukannya menghasilkan solusi untuk menghentikan konflik di Palestina, tetapi justru dalam pertemuan tersebut mereka bersepakat untuk menolak masuknya arus pengungsi dari Palestina ke negeri-negeri muslim yang bertetangga dengan mereka. Rafah yang merupakan pintu satu-satunya untuk menyelamatkan diri ditutup, padahal pada waktu itu gempuran Israel terjadi secara masif dan banyak menimbulkan korban jiwa.
Demikian juga pertemuan KTT OKI, tidak menghasilkan apa pun kecuali hanya kecaman. Usulan-usulan yang dibicarakan dalam KTT tersebut tidak ada kelanjutannya hingga saat ini.
Sekularisme dan Nasionalisme Mengikis Habis Akidah Penguasa Muslim
Dalih bahwa Arab Saudi akan menempuh jalur damai sebenarnya hanyalah pemanis bibir saja. Bagaimana tidak, sudah berapa kali perjanjian dibuat dan sudah berapa kali Israel melanggarnya, melakukan penyerangan kepada warga, dan merampas tanah Palestina. Berbagai resolusi dikeluarkan, tetapi Israel selalu membuat ulah. Terhitung aksi jahat Israel ini makin tidak terkendali dan berulang sejak tahun 2008, 2012, 2014, 2021, dan 2023.
Alasan mangkirnya penguasa muslim untuk membantu saudara mereka di Palestina sudah tampak secara jelas, tidak hanya di mata umat Islam, tetapi juga di mata seluruh manusia di dunia. Mesir secara jelas mengungkapkan bahwa mereka khawatir jika gelombang pengungsi yang akan masuk ke wilayah Mesir akan membuat kondisi ekonomi mereka makin lemah, karena Mesir sudah menampung pengungsi dari Suriah. Tentu saja ini adalah sebuah alibi untuk berlepas tangan dari tanggung jawab dan hanya mementingkan kepentingan negara mereka sendiri.
Mereka juga khawatir jika gerbang Rafah dibuka, ide kelompok radikal (Hamas) akan menyebar ke wilayah mereka juga. Ini menunjukkan kepada siapa mereka berpihak, karena selama ini hanya AS yang memberi stempel bahwa siapa saja yang memperjuangkan Islam adalah teroris, termasuk rakyat Palestina yang sedang berjuang mempertahankan wilayahnya dari rongrongan Israel.
Mesir juga mengatakan bahwa mereka tidak mau membuka pintu Rafah karena khawatir mencederai perjanjian Arab-Israel yang sudah berlangsung sejak tahun 1979, sungguh ini adalah sebuah hubungan yang sudah lama, padahal Zionis Israel adalah penjajah. Demikianlah, racun nasionalisme dan sekularisme telah membabat habis akidah para pemimpin di negeri-negeri muslim.
Hanya Khilafah yang Bisa Menyelamatkan Palestina
Sungguh pengkhianatan pemimpin negeri-negeri Islam ini telah jelas digambarkan oleh Allah dalam surah Al-Ma'idah ayat 52 yang artinya,
"Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, 'Kami takut akan mendapat bencana.' Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Oleh karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka." (QS. Al-Ma'idah :52)
Umat Islam di mana pun mereka berada adalah bersaudara dan bagaikan satu tubuh, sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Hujurat ayat 10 yang artinya,
"Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, oleh sebab itu damaikanlah dan perbaikilah hubungan di antara kedua saudaramu itu. Dan takutlah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (QS. Al-Hujurat:10)
Sejak masa kepemimpinan Rasulullah saw., Islam telah mempersatukan seluruh kaum muslim, di antaranya mempersatukan kaum muslim dari suku Aus dan Khazraj, juga mempersaudarakan antara kaum ansar dan muhajirin. Mereka diikat dengan ikatan yang kuat, yakni akidah Islam.
Islam tidak mengenal adanya ikatan nasionalisme atau ikatan kesukuan lainnya. Dengan segenap kekuatan yang dimiliki, khalifah akan menjaga setiap wilayah yang menjadi bagian dari Khilafah. Khalifah juga akan melindungi setiap jiwa dari warga negaranya, baik muslim maupun kafir zimi.
Hal ini sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. ketika ada seorang dari Yahudi Bani Qainuqa' yang telah menodai kehormatan seorang muslimah, beliau langsung menyatakan perang dengan Yahudi Bani Qainuqa' dan mengusirnya dari Madinah.
Begitu juga dengan apa yang telah dilakukan oleh Khalifah Al-Mu'tashim dan Sultan Abdul Hamid II. Mereka adalah pemimpin yang disegani dan di takuti oleh musuh-musuh Islam. Mereka tidak menukar kehidupan akhirat dengan dunia sehingga tidak akan mengkhianati umat. Demikianlah, hanya Khilafah yang bisa menyelamatkan Palestina dari rongrongan Zionis Israel. Wallahu a'lam.[]
Arab Saudi yang menjadi kiblat kaum muslim dalam beribadah haji kita telah benar- benar berubah sekuler. Selain itu juga sangat menjunjung nasionalisme. Urusan Palestina dianggap masalah domistik negara Palestina dan bukan urusan negara Arab. Miris melihatnya. Benarr, ini adalah bentuk pengkhianatan peng,asa Arab.
Geram dan kesel kalau mendengar bagaimana reaksi negara-negara muslim yang masih membela Zionis Yahudi, termasuk Arab Saudi. Semakin ke sini, Saudi makin menunjukkan kemoderatannya dan semakin jelas ke mana keberpihakannya. Ini jelas sebuah pengkhianatan penguasa muslim.