Polusi Udara Mengancam Nyawa, Pakistan Merana

Polusi Udara di Pakistan

Pentingnya menjaga kelestarian lingkungan akan sulit ditegakkan dalam sistem kapitalisme.

Oleh. Afiyah Rasyad
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Apa yang dirasakan penduduk jika wilayahnya lockdown? Teringat masa pandemi Covid-19, masyarakat harus berdiam diri di rumah, work from home ataupun belajar daring sungguhlah kurang nyaman. Tentu semua orang berbahagia dengan beraktivitas di era new normal. Namun, bagi warga Pakistan di wilayah Lahore, kebahagiaan itu harus terkubur untuk sementara waktu.

Polusi Udara Parah Mengancam Nyawa

Siapa yang nyaman jika keluar rumah harus berperang dengan polusi udara? Siapa pula yang nyaman beraktivitas hanya di rumah saja? Kondisi tersebut menimpa Pakistan di bagian timur. Polusi udara parah di Pakistan memaksa pihak berwenang menutup sekolah dan pasar pekan ini di provinsi Punjab, yakni wilayah terpadat di Pakistan, termasuk kota Lahore di bagian timur yang menjadi kota dengan salah satu kualitas udara terburuk di dunia (tempo.co, 8/11/2023).

Menjadi polusi udara yang terburuk di dunia tentu bukan tanpa sebab. Masih dari laman tempo.co, ada beberapa faktor pemicu meningkatnya polutan yang berasal dari pabrik, aktivitas konstruksi, dan kendaraan di wilayah padat penduduk. Pemicu lainnya yang menyebabkan kondisi di Pakistan mengalami polusi udara terburuk karena dampak meningkatnya industrialisasi di Asia Selatan dalam beberapa dekade terakhir.

Polusi udara di Pakistan sudah mengarah pada ancaman nyawa. Sehingga, Lahore membuat kebijakan dengan menutup sekolah, taman umum, mal, dan perkantoran setelah IQAir menunjukkan indeks kualitas udara (AQI) melonjak menjadi lebih dari 400. Angka tersebut, menurut IQAir sudah termasuk berbahaya. Selain itu, aktivitas berkumpul di kehidupan umum juga dibatasi hingga empat orang (CNNIndonesia.com, 10/11/2023).

Meningkatnya polusi udara tentu akan makin memberi peluang besar bagi berbagai penyakit yang akan menyerang manusia, terutama ISPA. Secara umum, dampak buruk polusi udara akan berpengaruh pada kesehatan. Tak dimungkiri, polusi udara yang buruk sangat berpeluang untuk mengancam nyawa penduduk setempat.

Bencana polusi udara yang menimpa Pakistan bukanlah yang pertama kalinya. Kasus polusi udara yang buruk kerap menyapa Pakistan. Meski dalam beberapa tahun terakhir, penduduk membangun pembersih udara mereka sendiri dan mengajukan kepada pejabat untuk membersihkan udara, polusi udara buruk masih kerap menyelimuti. Penduduk menilai pihak berwenang lamban untuk menindaklanjuti.

Dua tahun lalu, salah seorang anggota parlemen dari Pakistan menyatakan bahwa pemerintah Pakistan telah melakukan upaya memutuskan menghapus pembangkit listrik tenaga batu bara, penanaman pohon, dan beralih ke standar Euro 5 untuk semua kendaraan yang diproduksi di negara tersebut (Liputan6.com, 19/11/2021). Nyatanya, sekarang polusi udara yang mengancam nyawa kembali melanda hingga diterapkan lockdown. Apa yang dilakukan pemerintah setempat seakan mandul dengan kondisi polusi udara yang kembali menimpa dan mengancam nyawa.

Pakistan ataupun Indonesia yang mayoritas muslim kerap mendapat gelar wilayah dengan polusi udara paling buruk di dunia. Hal itu jauh dari sebuah pandangan bahwa Islam mengajarkan dan mewajibkan pemeluknya untuk menjaga kebersihan. Namun, tentu saja upaya individu-individu muslim tak akan ada artinya jika kebijakan negara seakan tak bertaji. Pakistan akan terus merana dalam cengkeraman kapitalisme.

Meski berbagai upaya dilakukan, polusi udara masih saja betah menghiasi Pakistan. Industrialisasi tampaknya lebih gencar digalakkan. Banyaknya perusahaan kapital yang berdiri di tengah padatnya pemukiman seakan menegaskan kecenderungan pemerintah lebih menyuburkan penghasil uang. Perizinan pabrik atau perusahaan di tengah masyarakat menjadi pemicu kabut asap yang menghasilkan polusi udara. 

Eksisnya perusahaan dan pabrik di tengah padatnya penduduk tanpa adanya perhatian khusus akan kebersihan lingkungan menampakkan kebijakan yang ada lebih condong pada pengusaha. Hal ini menjadi ciri umum negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Di mana negara tak akan hadir sebagai penyelamat, penjaga nyawa, dan penjamin kesehatan warganya. Negara terkesan hanya menjadi regulator.

Pentingnya menjaga kelestarian lingkungan akan sulit ditegakkan dalam sistem kapitalisme. Polusi udara ataupun limbah industri menjadi sebuah keniscayaan yang akan dihasilkan oleh pabrik atau perusahaan yang disuburkan melalui perizinan negara. Lingkungan yang tercemar dan kesehatan yang terganggu akan diberikan solusi semu. Sementara hal yang menyebabkan pencemaran lingkungan dibiarkan terus mengarungi industrinya.

Negara akan berlepas tangan terhadap kesehatan dan keselamatan nyawa rakyatnya. Hal itu akan diserahkan sepenuhnya kepada swasta bahkan kepada individu rakyat. Masyarakat harus rela menikmati polusi udara terburuk. Solusi pembatasan aktivitas di ruang umum tidak akan menyelesaikan persoalan sampai kapan pun jika sistem kapitalisme masih diterapkan. Sebab, sistem tersebut akan menihilkan tanggung jawab negara terhadap rakyat dan negara hanya akan membuat kebijakan yang asal dan terkesan tidak prorakyat.

Islam Menjaga Kelestarian Lingkungan

Sudah bisa dipastikan bahwa akar persoalan polusi udara di Pakistan adalah penerapan sistem kapitalisme yang tidak peduli dengan kelestarian lingkungan. Kondisi itu berbeda dengan pandangan Islam atas kelestarian lingkungan. Hal itu dibuktikan dengan tugas seorang kepala negara (khalifah) yang harus memelihara urusan rakyat, termasuk menjamin kesehatan dan keselamatan nyawa. Tanggung jawab besar ini telah disabdakan oleh Baginda Nabi saw.,

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رعيته.....

"Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis tersebut jelas menyebutkan adanya pertanggungjawaban di keabadian. Sehingga, seorang pemimpin (khalifah) akan membuat kebijakan yang prorakyat termasuk perkara kelestarian lingkungan. Apalagi menjaga kelestarian lingkungan adalah perintah Baginda Nabi saw. Hal itu telah diriwayatkan oleh Muadz bin Jabal dalam hadis berikut, 

مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” اتَّقُوا الْمَلَاعِنَ الثَّلَاثَةَ: الْبَرَازَ فِي الْمَوَارِدِ، وَقَارِعَةِ الطَّرِيقِ، وَالظِّلِّ “ 

"Muad bin Jabal berkata, Rasulullah Saw bersabda, waspadalah terhadap tiga hal: kotoran yang ada di sumber, mengotori tengah jalan dan tempat yang teduh." (HR. Abu Daud)

Penguasa muslim akan memperhatikan betul kelestarian lingkungan agar tidak tercemar sesuai pandangan Islam. Selain sebagai tanggung jawabnya menjamin kesehatan dan keselamatan nyawa rakyat dari dampak buruk lingkungan yang tercemar, hal itu juga menjadi konsekuensi keimanan bagi negara. Ada beberapa langkah yang bisa ditegakkan oleh negara dalam menjaga kelestarian lingkungan:

Pertama, negara akan memberikan edukasi dan sosialisasi ke seluruh rakyat secara rutin dan berkesinambungan terkait kelestarian lingkungan. Edukasi dan sosialisasi kelestarian lingkungan ini akan dibangun berdasarkan kesadaran dan konsekuensi keimanan bahwa menjaga kebersihan adalah konsekuensi keimanan setiap individu muslim. Sehingga, tiap individu rakyat akan menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya.

Kedua, negara akan memperketat perizinan industri di setiap wilayah khusus. Wilayah padat penduduk tak akan diizinkan untuk dibangun pabrik ataupun usaha. Perizinan di wilayah khusus juga tak akan sembarangan dikantongi pengusaha karena regulasi yang dikeluarkan akan benar-benar memperhatikan kebersihan dan kelestarian lingkungan. Negara akan mengirimkan khubara atau staf ahli untuk terus memantau dan mengontrol kelayakan perusahaan yang mendapat izin. Industri yang diizinkan pun adalah industri yang boleh dikelola individu secara syar'i.

Ketiga, apabila ada individu yang tidak menjaga kebersihan lingkungan, maka negara akan memberikan takzir sesuai pandangan khalifah. Sementara jika perusahaan yang menghasilkan limbah atau polusi yang mencemari lingkungan atau sampai mengancam nyawa manusia dan hewan sekalipun maka negara akan bertindak tegas untuk menghentikan operasi perusahaan tersebut dengan memberikan peringatan, mencabut izinnya, dan meminta ganti rugi untuk melestarikan lingkungan sesuai pandangan khalifah.

Keempat, negara akan terus mengampanyekan dan mengalahkan kelestarian lingkungan dengan berbagai upaya. Selain edukasi kepada masyarakat dan perusahaan, negara akan terus memantau tiap wilayah apakah tercemar atau tidak. Upaya penghijauan, membersihkan sungai dan tempat rawan pembuangan sampah lainnya secara berkala, tidak menggunduli hutan, menjaga laut tidak aborsi, dan lainnya akan terus dilakukan oleh negara tanpa menunggu terjadinya pencemaran.

Baca juga : https://narasipost.com/opini/08/2023/kabut-polusi-udara-pm-25-tenggelamkan-ibu-kota-jakarta/

Dengan beberapa upaya preventif dan kuratif di atas, maka kelestarian lingkungan akan dirasakan oleh seluruh rakyat. Demikianlah Islam begitu menjaga kelestarian lingkungan hidup. Sehingga, negara wajib mewujudkan kelestarian lingkungan di tengah masyarakat.

Penutup

Polusi udara yang menimpa Pakistan untuk sekian kalinya tak akan pernah berhenti jika sistem yang diterapkan adalah sistem kapitalisme. Begitu pula negara lainnya yang condong pada pengusaha akan bernasib sama seperti Pakistan. Oleh karena itu, wajib bagi individu muslim untuk mewujudkan negara yang menerapkan Islam secara keseluruhan, termasuk dalam urusan kelestarian lingkungan. Dengan kehidupan Islam, negara mana pun tidak akan merana karena polusi udara atau pencemaran lingkungan lainnya. 

Wallahu a'lam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Inti NarasiPost.Com
Afiyah Rasyad Penulis Inti NarasiPost.Com dan penulis buku Solitude
Previous
Guncangan, Bentuk Peringatan
Next
Boikot Produk Israel, Efektifkah?
4 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

5 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Wd Mila
Wd Mila
1 year ago

industrialisasi tanpa aturan negara yang sahih, hanya menjadi malapetaka.

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Betul mbak, dunia tampaknya sedang mengalami krisis lingkungan. Problem ini tak akan mungkin bisa diselesaikan dengan tuntas jika negara-negara besar masih getol melakukan industrialisasi yang tidak memperhatikan kelestarian lingkngan.

Dyah Rini
Dyah Rini
1 year ago

Benar Mbak, masalah polusi udara tampaknya sudah jamak terjadi di berbagai negara yang menerapkan sistem sekuler- Kapitalisme. Sistem yang hanya mengedepankan keuntungan materi dari produksi tanpa memperhatikan dampak ikutannya. Memang hanya sistem Islam yang bisa diharapkan untuk menyolusi problem polusi udara, bahkan seluruh problem kehidupan manusia. Barakallah Mbak Afi, tulisannya mencerahkan umat.

Novianti
Novianti
1 year ago

Indonesia juga mengalami kondisi yang sama, ya. Bahkan, ternasuk negara dengan persoalan deforestrasi tertinggi termasuk di dalamnya akibat kebijakan peralihan fungsi hutan untuk IKN dan food estate. Sama dengan Pakistan ya, penguasa sendiri yang menjadi sumber masalah karena menerapkan sistem sekuler kapitalis

Raras
Raras
1 year ago

Islam akan menjaga kelestarian lingkungan hidup, sehingga bs meminimalisir polusi

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram