Keffiyeh Dilarang, Bukti Nasionalisme Makin Mencengkeram

Keffiyeh dilarang

Penahanan jemaah yang memakai keffiyeh maupun berdoa untuk rakyat Palestina adalah hasil dari racun nation state.

Oleh. Ummu Ainyssa
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Tragedi Palestina yang terus berulang sungguh sangat menyayat hati. Kali ini sudah memasuki bulan kedua, ribuan ton bom dijatuhkan oleh Zionis Israel ke wilayah Gaza. Sudah lebih dari 11 ribu korban mengalami syahid dan puluhan ribu mengalami luka-luka. Bayi dan anak-anak, serta perempuan pun tak luput dari serangan. Bukan hanya korban jiwa, ratusan gedung, sekolah, hingga rumah sakit pun telah rata dengan tanah. 

Tragedi mengerikan ini telah berhasil membuat masyarakat di hampir seluruh dunia murka dan mengecam, hingga aksi boikot terhadap semua produk yang mendukung Zionis Israel tersebut. Nyatanya, solusi ini belum juga mampu membebaskan saudara kita di Palestina. Bagaimana bisa satu negara tidak mempan dengan kecaman hampir seluruh dunia? Lantas solusi apa yang bisa menghentikan kekejaman Zionis ini? 

Ibarat kita sedang menonton acara pertandingan di televisi (TV), tidak ada yang bisa kita lakukan untuk membela jagoan kita. Selain hanya sorak-sorak dan teriak di depan layar TV. Kita tidak mungkin bisa masuk ke dalam TV untuk membantu mereka bertanding. Seperti inilah keadaan mereka. Mereka bagaikan drama yang ada di televisi, sementara para pemimpin negeri-negeri hanya sebagai penonton yang tidak berhenti memberikan komentarnya. 

Sayangnya, komentar itu tidak juga mampu menyelamatkan nyawa bayi dan anak-anak yang tidak berdosa yang hampir setiap hari meregang nyawa. Jerit tangis anak-anak di Palestina seolah tidak terdengar. Teriakan para korban untuk meminta pertolongan tidak juga mampu menggerakkan hati para pemimpin negeri-negeri muslim untuk mengirimkan pasukan militer ke sana.  

Hal serupa tidak berbeda dengan yang dilakukan pemerintah Arab Saudi. Bahkan berita terbaru, otoritas Arab Saudi melakukan penahanan terhadap sejumlah jemaah yang mengenakan syal keffiyeh (penutup kepala tradisional sebagai bentuk simbol perlawanan rakyat Palestina), salah satunya Islah Abdur Rahman, seorang presenter sekaligus aktor asal Inggris yang sedang melakukan ibadah umrah di Makkah akhir Oktober lalu.

Penahanan juga dialami oleh pria asal Al-Jazair saat sedang melantunkan doa untuk rakyat Palestina di Masjid Nabawi. Ia ditahan dan diinterogasi oleh petugas setempat selama enam jam. Bahkan petugas menariknya dan merampas handphone yang ia pakai saat sedang memanjatkan doa. Demikian seperti dilansir oleh Middle East Eye, Kamis, 16/11/2023.

Banyak yang kemudian mempertanyakan alasan otoritas Arab Saudi melakukan penahan tersebut. Dilansir dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, pemerintah Arab Saudi memang melarang pemakaian simbol atau atribut negara lain tanpa izin, sebab Arab Saudi ingin membebaskan tempat ibadah dari segala simbol politik, termasuk dukungan terhadap suatu bangsa, negara, maupun kelompok politik lain. (Viva.co.id, 20/11/2023)

Senada dengan itu, pada 10 November lalu, Kepala Urusan Agama Arab Saudi di Masjidilharam, Abdul Rahman al-Sudais, juga menyarankan agar masyarakat tidak ikut campur terhadap persoalan yang sedang terjadi antara Palestina dan Israel.

Sungguh miris melihat kebijakan ini. Bagaimana tidak, Arab Saudi yang seharusnya menjadi kiblat bagi seluruh kaum muslimin malah justru ingin menjauhkan agama dengan politik, hanya dengan alasan menjaga tempat suci ibadah. Mungkinkah mereka lupa bahwa Rasulullah saw. sering melakukan pertemuan bahkan musyawarah untuk membahas strategi perang dan mengatur pasukan perang di Masjid Nabawi kala itu. 

Inilah bukti bahwa sistem yang saat ini menjerat Arab Saudi tidaklah berbeda dengan sistem yang diemban negeri-negeri lain, yakni sistem kapitalisme sekularisme. Jeratan sekularisme telah menjadikan negeri-negeri muslim menganggap bahwa agama hanya ada dalam aspek ibadah mahda saja. Sementara dalam urusan kehidupan, politik, ekonomi, sosial, budaya, agama tidak diperkenankan hadir. 

Sementara penahanan jemaah yang memakai keffiyeh maupun berdoa untuk rakyat Palestina adalah hasil dari racun nation state. Sekat teritorial nyata-nyata telah menghalangi negeri muslim untuk menolong saudara seimannya. Meski sama-sama terletak di Timur Tengah, namun nyatanya mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Mata mereka seolah buta menyaksikan tragedi yang menimpa saudara-saudaranya di Palestina. Telinga mereka seolah tuli mendengar jerit dan tangisan anak-anak dan bayi di sana.

Di saat yang sama mereka Arab Saudi menambah luka hati dengan mengirim bantuan kain kafan untuk para korban. Tidakkah mereka sadar, bukan kiriman seperti itu yang mereka harapkan. Bukan pula sekadar bantuan makanan dan obat-obatan yang mereka inginkan. Meski mereka memang menahan rasa sakit dan lapar yang teramat. Tetapi, mereka jauh lebih bahagia jika bantuan yang datang kepada mereka adalah kiriman pasukan militer yang akan melindungi mereka dari dahsyatnya rudal dan granat yang menghantam tempat persembunyian mereka.

Sayangnya, hal itu mustahil selama negeri-negeri masih dalam sekat nasionalisme tadi. Hanya genjatan senjata yang berulang kali mereka serukan. Padahal sudah sangat jelas, penjajahan Israel tidak akan pernah bisa diselesaikan dengan gencatan senjata. Penjajahan Israel telah berlangsung lebih dari 70 tahun, selama itu pula sudah berulang kali solusi gencatan senjata ditawarkan. Nyatanya hingga kini sang pengkhianat itu masih saja berulah. Mereka selalu mengingkari kesepakatan, bahkan makin hari wilayah yang mereka kuasai makin meluas.

Maka, solusi tuntas yang mampu menyelamatkan rakyat Palestina dari segala penjajahan dan penindasan Zionis Israel adalah membuang sekat nasionalisme dan bersatu untuk mengirimkan pasukan militer. Ingatlah, Palestina pernah hidup damai dan tenteram di bawah satu kepemimpinan seorang khalifah dalam sistem kekhilafahan. Tidak ada yang mampu membeli atau bahkan merebut tanahnya walau hanya sejengkal.

Sebelum akhirnya kekhilafahan itu runtuh pada 3 Maret 1924, dan tanah kaum muslim tercerai-berai menjadi lebih dari 50 negara. Dari situlah kaum muslim tidak lagi punya pelindung. Negeri mereka menjadi rebutan negara penjajah. Berjuang sendiri menghadapi segala bentuk penjajahan yang dialami negerinya. Tiada lagi pemimpin yang siap melindungi dengan mandatnya mengerahkan pasukan. Darah kaum muslim yang seharusnya haram untuk ditumpahkan, kini seolah tak berharga. Banjir darah kaum muslimin di mana-mana. 

Padahal di dalam surah Ali-Imran ayat 103 Allah Swt. telah mengingatkan kita kaum muslimin agar selalu berpegang teguh kepada tali (agama-Nya), dan melarang kita untuk bercerai-berai, dan mengingat nikmat Allah yang diberikan ketika dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, kemudian Allah mempersatukan, sehingga dengan karunia-Nya kita menjadi bersaudara.

Demikian pula Rasulullah saw. pernah bersabda,

“Sesungguhnya Allah Swt. rida dan murka kepada kalian dalam tiga perkara. Allah rida kepada kalian bila kalian menyembah-Nya serta tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, berpegang teguh kepada tali Allah dan tidak bercerai-berai, dan kalian saling menasihati dengan orang yang dikuasakan oleh Allah untuk mengurus perkara di antara kalian. Begitu pun Allah Swt. murka kepada kalian dalam tiga perkara, yaitu qil dan qal (banyak bicara atau berdebat), banyak bertanya dan menghambur-hamburkan harta.” Suhail ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dalam kitab Sahih Muslim.

Maka sudah saatnya kita kembalikan lagi muruah kaum muslimin sebagai umat terbaik (khairu ummah) dalam satu kesatuan negara adidaya yang dipimpin oleh satu pemimpin. Pemimpin inilah yang akan menjadi junnah (perisai) yang melindungi seluruh rakyat di seluruh dunia. Dengan amanah besar untuk menerapkan hukum syariat dari Allah Yang Maha Benar, maka mustahil seorang pemimpin akan menghianati rakyatnya sendiri. Justru dialah yang akan melindungi akidah, harta, jiwa, dan kehormatan seluruh rakyat di bawah kepemimpinannya. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Ummu ainyssa Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Pudarnya Makna Hakiki Ibadah Haji
Next
Generasi Zoomer Harusnya Menjadi Pionir
2.5 4 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

11 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Mimy Muthmainnah
Mimy Muthmainnah
10 months ago

Virus mematikan hati nurani itu bernama nation state. Wajib buang ke tong sampah

Kiki
Kiki
10 months ago

cukup menjadi manusia melihat penderitaan rakyat Palestina

Atien
Atien
10 months ago

Belenggu nation state akan terus mengikat umat seluruh dunia selama sistem kapitalisme masih ada. Selama itu pula rakyat Palestina akan terus terjajah oleh Zionis Yahudi. Hanya Sistem Islam yang akan melepaskan belenggu nasionalisme dan membawa umat muslim bahu-membahu dalam menolong saudaranya meski terpisah jarak dan waktu.
Barakallah mba@ Ummu Ainsyaa

Sartinah
Sartinah
10 months ago

Betul, nasionalisme ibarat penyakit yang menggerogoti persatuan kaum muslim dunia. Selama nasionalisme masih jadi pegangan, maka persatuan kaum muslim masih jauh dari harapan. Saatnya campakkan nasionalime yang memecah belah persatuan umat.

Dtah Rini
Dtah Rini
10 months ago

Barakallah Mbak... tulisannya keren, mencerahkan. Menunjukkan fakta nasionalisme yang menjadi penghalang tereujudnya ummatan wahidah. Juga fakta sekularisme yang meracuni pemikiran kaum Muslim, khusunya pada penguasa negeri Arab. Sedih dan geram rasanya. Membayangkan bagaimana lebih bersedihnya Rasulullah, seandainya Beliau hadir kembali dan menyaksikan kemaksiatan penguasa di negeri kiblatnya kaum Muslim itu.

Novianti
Novianti
10 months ago

Sekat nasionalisme benar-benar telah menghilangkan ukhuwah dan rasa empati.

Ummu Ainyssa
Ummu Ainyssa
Reply to  Novianti
10 months ago

Betul mbak... minim empati terhadap saudara yg tertindas hanya karena beda negara...

Wiwik Hayaali
Wiwik Hayaali
10 months ago

Beragam emosi dirasakan saat membaca artikel ini. Baraakallah Penulis. Khilafah, tegaklah!

Ummu Ainyssa
Ummu Ainyssa
Reply to  Wiwik Hayaali
10 months ago

Aamiin...iya mbak nulisnya juga kebawa emosi itu...

Yuli Juharini
Yuli Juharini
10 months ago

Sedih bacanya, padahal Islam itu ibarat satu tubuh jika ada anggota tubuh yg sakit maka seluruhnya akan ikut merasakan juga. Semoga khilafah jilid 2 segera tegak, aamiin.

Ummu Ainyssa
Ummu Ainyssa
Reply to  Yuli Juharini
10 months ago

Aamiin...Ya Allah.... Janji Allah sdh pasti benar, tinggal menunggu waktu saja... Semoga kita selalu istikamah di barisan untuk memperjuangkannya...

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram