Guncangan, Bentuk Peringatan

Goncangan bentuk peringatan

Dari banyaknya gempa yang terjadi di belahan bumi mana pun, apakah itu hanyalah fenomena alam pergerakan lempeng tanpa ada yang menggerakkan? Tentu tidak.

Oleh. Umul Istiqomah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Malam yang kelam bagi warga Nepal yang malang. Musibah gempa tiba kala mereka sedang tertidur lelap. Gempa itu mengguncang bagian barat laut Nepal pada Jumat, 3 November 2023 tengah malam, dengan kekuatan 5,6 magnitudo, terjadi di kedalaman 18 kilometer. Pusat Pengawasan dan Riset Gempa Nepal mengatakan, pusat gempa berada di Jajarkaot yang berjarak 400 kilometer timur laut dari Ibu Kota Nepal, Kathmandu. Hingga Sabtu 4 November 2023, korban tewas sudah mencapai 157 jiwa. Di Distrik Jajarkot yang didominasi wilayah pertanian, gempa setidaknya telah menewaskan 105 jiwa, sedangkan 52 lainnya tewas di Distrik Rukum, dan sebanyak 184 orang terluka.

Menurut laporan media setempat, kebanyakan dari korban tewas disebabkan tertimpa puing-puing bangunan ketika rumah mereka roboh akibat kuatnya guncangan gempa. Para pejabat keamanan bergotong royong dengan para penduduk desa sepanjang malam, mengevakuasi korban yang tewas dan cedera dari rumah-rumah yang roboh. Korban tewas diperkirakan akan terus meningkat dikarenakan masih terputusnya komunikasi di banyak tempat. (VOAIndonesia.com, 05/11/2023)

Gempa ini disebut gempa paling mematikan sejak tahun 2015. Seluruh sudut kota, kuil yang sudah berusia berabad-abad, juga situs bersejarah lainnya hancur menjadi puing-puing dan lebih dari satu juta rumah hancur. Menurut Pusat Seismologi Nasional Nepal, gempa tersebut diperkirakan menyebabkan kerugian secara materi sebesar USD6 miliar atau setara 93,5 triliun rupiah. (CNBC Indonesia, 04/11/2023)

Banyak Jatuh Korban

Nepal merupakan daerah seismik paling aktif di dunia karena letaknya yang berada di garis patahan geologi utama. Lempeng tektonik India yang mendorong lempeng Eurasia dan membentuk Himalaya, menyebabkan gempa bumi menjadi kondisi yang sudah tidak asing lagi terjadi. Namun, meski sudah kerap terjadi, gempa kali ini disebut yang terparah setelah tahun 2015. Korban tewas sudah mencapai ratusan, ditambah lagi korban luka pun sudah sangat banyak berjatuhan, serta diperkirakan masih akan terus bertambah.

Ternyata, bukan tanpa sebab gempa kali ini menimbulkan banyak korban jiwa. Faktor pertama yaitu gempa terjadi ketika orang-orang masih terlelap dalam tidurnya, mereka tidak sempat menyelamatkan diri. Alhasil, mereka baru tersadar saat sudah tertimbun puing-puing reruntuhan bangunan. Kedua, buruknya konstruksi bangunan di sana yang rentan sekali dengan guncangan yang menjadi penyebab banyaknya bangunan hancur. Selain itu, tim penyelamat juga bergerak lebih lambat karena kondisi tempat yang berada di daerah pegunungan, menjadikan akses menuju lokasi terdampak gempa sulit dilewati, karena jalanan dipenuhi longsoran tanah sehingga harus terlebih dahulu dibersihkan.

Bukan Sekadar Fenomena Alam

Tidak ada satu manusia pun yang ingin mendapatkan musibah, atau menjadi korban suatu bencana alam. Namun, tidak dapat dimungkiri, bumi yang sedang dipijak ini di dalamnya bukan hanya terdapat manusia, tetapi juga ada ciptaan Allah yang lain, termasuk alam semesta beserta isinya. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan manusia yang berdampingan dengan alam semesta, tentu saja tak lepas dari berbagai fenomena alam yang bisa berdampak juga terhadap manusia itu sendiri, salah satunya adalah gempa bumi.

Dari banyaknya gempa yang sudah terjadi di belahan bumi mana pun, apakah itu hanyalah fenomena alam pergerakan lempeng tanpa ada yang menggerakkan? Tentulah tidak jawabannya, karena semua yang ada di bumi ini tidak ada yang luput dari pengaturan Allah Swt. Al-Mudabbir. Allah yang telah mengizinkan lempeng bumi untuk bergerak hingga terjadilah gempa. Semua sudah tertulis di lauhulmahfuz, bahkan sebelum Allah menciptakan langit dan bumi. Bagi orang yang beriman, gempa bumi dan semua bencana alam yang terjadi merupakan qada dari Allah yang harus diterima, karena berada di luar kuasa manusia, sekaligus menjadi bentuk peringatan dari-Nya. Pun, bisa jadi karena jauhnya manusia dari Islam sehingga mewajarkan terjadinya suatu maksiat. Tak heran, manusia saat ini sulit sekali mendapat predikat taat.

Seorang muslim hendaknya memberikan sikap yang sesuai dengan pemahamannya terkait bencana gempa bumi. Hal ini ada kaitannya dengan kuasa Allah, bukan sekadar fenomena alam. Yang harus dilakukan pertama kali ketika terjadi gempa adalah bersegera untuk mengingat Allah serta bermuhasabah memohon ampunan atas dosa atau maksiat yang dilakukan. Hal ini juga salah satu cara agar dapat senantiasa taat, menjalankan seluruh perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.

Kemudian muncul pertanyaan, apakah wilayah yang tidak terjadi gempa artinya tidak ada maksiat di sana? Kalaupun memang tidak terjadi gempa di suatu tempat, bukan berarti tempat tersebut terbebas dari maksiat, bahkan bisa jadi masih banyak orang-orang yang takut dan mau bertobat. Intinya, setiap bencana harus bisa menjadi bahan muhasabah diri, baik melakukan atau tidak atas kemaksiatan tersebut, karena kapan dan di mana saja bencana itu bisa saja terjadi.

Sebagaimana Allah Swt. telah berfirman dalam Al-Qur’an,

"Dan tidaklah serta-merta Kami tampakkan pertanda itu (kekuasaan Kami), melainkan untuk menghadirkan rasa takut.” (QS. Al-Isra’: 59).

Syekh Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan, supaya dengan sebab ini manusia sadar dan jera dari bermaksiat, lalu kembali kepada Allah Swt. dengan taat. Maka dari itu, sikap tak acuh atau menormalisasi perbuatan maksiat adalah sebuah kesalahan, karena dari situlah awal mula suatu kehancuran. Sebaliknya, sikap saling peduli dengan beramar makruf nahi mungkar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap muslim.

Penanganan Tepat Menurut Islam

Islam dalam melakukan penanganan terhadap bencana alam tentu dilandaskan atas dasar akidah Islam, dijalankan sesuai syariat, dan mengutamakan kemaslahatan umat. Penanganan ini merupakan tanggung jawab dari negara, meskipun bencana alam memang sebuah ketetapan dari Allah yang artinya adalah di luar kuasa manusia. Namun, ada ikhtiar yang dapat dilakukan agar dampak dari bencana tersebut dapat diminimalisasi, sebab ikhtiar ini termasuk area yang dikuasai manusia.

Islam memiliki mekanisme tertentu dalam penanganan bencana alam, salah satunya gempa bumi. Mekanisme ini dilakukan sebelum, saat, dan setelah terjadinya gempa. Sebelum terjadi gempa, negara membuat segala bentuk upaya preventif untuk meminimalisasi korban serta wilayah yang terdampak. Misalnya dengan mendirikan bangunan-bangunan tahan gempa, membuat sinyal peringatan dini, simulasi, serta penyuluhan mitigasi bencana gempa bumi kepada masyarakat. Negara menaruh perhatian besar agar masyarakat mendapat fasilitas umum yang mampu melindungi dari berbagai risiko bencana.

Adapun mekanisme saat terjadi gempa, fokus utama adalah sesegera mungkin mengevakuasi korban ke tempat pengungsian, mengalihkan material gempa ke tempat yang tidak dijadikan pemukiman warga, kemudian pembentukan dapur umum, posko kesehatan, dan akses-akses jalan untuk memudahkan tim penyelamat dalam berkomunikasi. Terakhir, mekanisme setelah terjadi gempa, yaitu fokus terhadap pemulihan psikis dan juga fisik para korban, serta pemulihan lingkungan. Pemulihan psikis dapat dilakukan dengan memberikan tausiah untuk menguatkan akidah para korban. Kemudian, pemulihan lingkungan dengan dibangunnya kembali rumah-rumah dan sarana-sarana yang terdampak gempa, agar masyarakat bisa kembali menjalani aktivitas seperti sediakala.

Begitulah kiranya gambaran penanganan tepat menurut Islam, ketika menghadapi bencana alam gempa bumi. Tentu saja, semua ini akan terefleksi di dalam sebuah negara yang menerapkan sistem Islam secara komprehensif, yakni Khilafah. Dalam menghadapi bencana alam, motifnya hanya demi kepentingan rakyat, serta mengutamakan kesejahteraan rakyatnya. Karena seorang khalifah paham dengan amanah yang begitu berat sebagai pelayan umat, dan akan dihisab kepemimpinannya kelak oleh Allah Swt. di akhirat. Maka, penanganan bencana ini dilakukan dengan begitu terperinci dan tetap berpegang teguh pada syariat.

Wallahu a’lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Umul Istiqomah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Karut Marut Pemuda di Alam Sekuler
Next
Polusi Udara Mengancam Nyawa, Pakistan Merana
3 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

3 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Wd Mila
Wd Mila
11 months ago

Kalau ingat bencana gempa, ingat saat Khalifah Umar Bin Khattab yang menghentikan gempa.. MasyaaALLAH, kita juga butuh pemimpin robbani di bawah sistem islam kaffah

Dyah Rini
Dyah Rini
11 months ago

Siapa pun pasti tidak menginginkaan tertimpa musibah. Gempa bumi misalnya. Apalagi terjadi saat manusia terlelap dalam mimpi. Namun jika qada Allah terjadi yang bisa dilakukan manusia adalah bersabar seraya berucap: "nnalilahi wa inna ilaihi rajiun."

Sartinah
Sartinah
11 months ago

Betul. Gempa memang bagian dari bencana, kadang berupa teguran. Meski demikian, negara wajib bertanggung jawab terhadap warganya untuk meminimalisasi jumlah korban. Apalagi di daerah-daerah yang rawan gempa.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram