Untuk itu, solusi hakiki bagi masalah Palestina adalah dengan mengusir Israel dari sana dengan jihad atau perang.
Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & penulis Lorong Waktu)
NarasiPost.Com-Dunia mengutuk keras kebrutalan Israel di Gaza. Masyarakat di berbagai belahan dunia melakukan aksi solidaritas untuk Palestina. Salah satu seruan yang mengemuka adalah agar dilakukan ceasefire atau gencatan senjata.
Gencatan senjata atas perang Hamas dengan Israel juga menjadi pemikiran Presiden Joko Widodo. Ini disampaikan Jokowi dalam pidatonya saat mengikuti KTT Riyadh pada Sabtu (11/11) lalu. Menurutnya, gencatan senjata penting untuk segera dilakukan dan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Gaza dapat diperbesar. (news.detik.com, 12/11/2023)
KTT Riyadh merupakan Joint Summit OKI dengan Liga Arab. Dari KTT ini kemudian dihasilkan 31 keputusan dengan pesan yang kuat dan keras. Bahkan, dikatakan ini merupakan pesan yang paling keras yang pernah dilakukan OKI. Adapun sejumlah pesan kuat dan keras tersebut adalah mengecam agresi Israel di Gaza, memberi mandat pada OKI dan Liga Arab untuk mendokumentasikan semua kejahatan yang dilakukan Israel ke rakyat Palestina, mengecam standar ganda dalam menerapkan hukum internasional, mengecam pemindahan paksa warga Gaza dari utara ke selatan oleh Israel, mendesak PBB agar membuat resolusi untuk menghentikan kekejaman Israel dan menuntut pertanggungjawabannya, dan mendorong dimulainya proses perdamaian yang sungguh-sungguh dan genuine untuk mencapai perdamaian berdasarkan two-state solution. (kemlu.go.id, 12/11/2023)
Bukan hal yang baru. Sama seperti yang sudah-sudah. Tampak bahwa para pemimpin dunia tersebut belum mampu bergeser dari sekadar mengutuk, mengecam, menuntut, mendesak, dan sejenisnya. Belum ada tindakan berani dan tegas yang dilakukan seperti sanksi boikot atau pengiriman tentara misalnya.
Kalau pesan dari Riyadh itu dikatakan kuat dan keras, lantas yang lebih lemah dari itu seperti apa? Kekejaman Israel terhadap Gaza sudah sangat berlebihan. Ribuan nyawa melayang dan puluhan ribu lainnya mengalami luka-luka karena kebrutalan tentara Zionis. Dalam kondisi ini, Gaza tak butuh retorika, tetapi aksi nyata untuk menghilangkan masalah selamanya.
Jika hanya sekadar mengecam lewat kata-kata, rakyat kecil juga bisa. Seharusnya, selevel pemimpin bisa melakukan tindakan yang bisa berimpak. Organisasi kelas dunia mestinya bisa melakukan berbagai cara agar penderitaan Gaza bisa berhenti. Mereka punya kekuasaan untuk menggerakkan perangkatnya menekan Zionis Israel lebih keras lagi.
Tentang Gencatan Senjata
Dalam perang, lumrah terjadi gencatan senjata. Jika menengok KBBI, maka ditemukan bahwa arti gencatan senjata adalah penghentian tembak-menembak. Kedua kubu yang tengah berperang kemudian bersepakat untuk jeda sementara waktu. Tujuannya agar dapat menghentikan sebagian atau secara total semua bentuk permusuhan dan serangan. Saat gencatan senjata terjadi, maka kedua pihak berhenti untuk saling serang.
Terdapat dua jenis gencatan senjata. Yakni, preliminary ceasefires dan definitive ceasefires. Preliminary ceasefiresmerupakan tahap awal yang dapat terjadi saat sebelum, sesudah, atau ketika berlangsungnya proses perdamaian secara formal antara kedua belah pihak. Sementara definitive ceasefires adalah gencatan senjata secara permanen. Kedua pihak yang berkonflik telah melalui proses perundingan bersama untuk menghentikan perang selamanya dan sepakat untuk berdamai.
Namun, bagi Israel, gencatan senjata seakan tak berarti. Israel tidak mengerti bahasa perundingan. Tujuan utama Israel adalah kemenangan sehingga bisa menduduki Palestina secara penuh. Selain itu, tak penting. Israel akan melakukan segala cara untuk menang. Tak aneh jika selama ini Israel melakukan kebohongan, memutarbalikkan fakta, dan bertindak seolah sebagai korban.
Pelanggaran Berulang
Sebenarnya sudah terbukti jika gencatan senjata tidak mampu menyelesaikan masalah Palestina. Pengalaman dan fakta telah menunjukkannya. Israel berkali-kali melanggar gencatan senjata. Bahkan, Israel menjadikannya kedok untuk meningkatkan kekuatan militer dan memperluas wilayahnya.
Israel memang terkenal sebagai pelanggar perjanjian. Tercatat sudah 28 resolusi Dewan Keamanan PBB yang dilanggar oleh Israel. Padahal resolusi tersebut sifatnya mengikat seluruh anggota PBB. Apalagi dengan resolusi Majelis Umum PBB yang sifatnya tidak mengikat. Malah makin diremehkan. Tak satu pun resolusi tersebut yang digubris. Israel terus saja melakukan pemukiman ilegal di wilayah Palestina.
Perjanjian internasional pun tak dipatuhi oleh Israel. Seperti halnya Perjanjian Oslo tahun 1993 yang dibuat antara Organisasi Pembebasan Palestina/PLO dengan Israel. Perjanjian Oslo sendiri di antaranya berisi perintah penarikan mundur pasukan Israel dari daerah-daerah Arab yang didudukinya sejak Perang 1967 dan menetapkan batas-batas wilayah Israel dan Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Meskipun perjanjian ini sejatinya melegitimasi keberadaan Israel sebagai negara, tetapi tak membuat Israel puas dengannya. Israel ogah mengakui Otoritas Palestina dan terus saja mempertahankan kendali atas tanah-tanah Arab yang didudukinya sejak 1967. Bahkan, dari waktu ke waktu terus berupaya memperlebar wilayahnya.
Begitu pula yang terjadi pada resolusi Majelis Umum PBB yang dikeluarkan pada 27 Oktober lalu. Resolusi yang menyerukan gencatan senjata demi bantuan kemanusiaan di Gaza tersebut ditolak oleh Israel. Meskipun 120 negara mendukung resolusi tersebut, tetapi Israel tak peduli.
Sesaat setelah resolusi disahkan, Israel justru meningkatkan serangannya dan mengintensifkan pengeboman. Jet tempur dan artileri Israel menyasar Gaza bagian utara. Serangan tanpa jeda tersebut telah memutus komunikasi telepon dan internet. Layanan komunikasi mengalami gangguan total hingga Gaza makin terisolasi dari dunia luar. Melengkapi penderitaan warga Gaza yang sebelumnya telah diblokade total tanpa bahan makanan, bahan bakar, dan listrik.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak desakan dunia untuk melakukan gencatan senjata. Dia mengatakan bahwa gencatan senjata hanya mungkin terjadi jika Hamas membebaskan 240 sandera dari Isarel. Netanyahu menegaskan bahwaa Gaza akan didemiliterisasi setelah perang. Pasukan Israel akan memegang kendali penuh di Gaza. Dia sama sekali tidak menghiraukan kecaman dunia internasional dan terus melanjutkan perang dengan kekuatan penuh. Israel hanya punya satu tujuan, yakni menang.
Yang terbaru, sebagaimana dilansir dari cnnindonesia.com (16/11), Dewan Keamanan PBB akhirnya mengadopsi resolusi untuk jeda kemanusian di Jalur Gaza. Resolusi ini menyerukan untuk membuka koridor kemanusiaan di seluruh Jalur Gaza selama beberapa hari. Sebanyak 12 negara anggota DK PBB mendukung resolusi ini. Sementara yang menolak tidak ada dan yang abstain adalah Rusia, AS, dan Inggris.
Kita lihat saja bagaimana resolusi ini akan berjalan. Sebab, Israel sendiri jelas menolaknya dan menganggap resolusi tersebut sebagai sesuatu yang tidak berarti dan tidak sesuai dengan kenyataan. Israel tetap bersikukuh bahwa perang disebabkan oleh Hamas yang telah melakukan pembantaian. Respons yang sudah bisa ditebak. Seperti biasanya, Israel playing victim.
Dunia Tak Berdaya
Dunia seakan tak berdaya melihat kekejian Israel di Palestina. Sudah sebulan lebih entitas Yahudi itu menyerang Gaza dengan segala jenis senjatanya. Di darat maupun di udara, serangan terus dilancarkan pasukan Israel tanpa mengenal waktu. Apa pun dan siapa pun menjadi sasaran. Rumah sakit yang menjadi tempat berlindung warga juga turut dibombardir tanpa ampun. Bahkan, mobil yang mengangkut bantuan untuk warga Gaza pun tak luput dari serangan Israel.
Sementara itu, PBB sebagai wadah yang menaungi seluruh negara di dunia tak mampu berbuat banyak. Ia bak macan ompong yang tak punya kekuatan apa-apa. Segala resolusi yang dikeluarkannya tak berguna. Padahal, yang menjadi pelaku kejahatan hanyalah sebuah entitas kecil.
Tak mengherankan jika mengingat siapa di balik organisasi dunia itu. Ada Amerika Serikat yang merupakan sahabat Israel. Negara adidaya ini selalu mendukung Israel. Bahkan, saat warga sipil Gaza menjadi korban kekejaman Israel, AS tetap memberikan dukungan dana dan kekuatan militer.
AS juga menolak resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan jeda kemanusiaan dalam konflik antara Hamas dan Israel. Alasannya karena menurut AS, resolusi tersebut tidak mengakui hak Israel untuk membela diri.
Tidak lupa ada juga Inggris dan Prancis yang juga merupakan pendukung Israel. Ketiga negara besar ini memiliki hak veto di PBB sehingga bisa membatalkan keputusan apa pun yang dianggap merugikan Israel. AS, Inggris, dan Prancis adalah negara yang berada di balik eksistensi Israel sejak awal hingga kini. Mereka akan terus menjaga keberadaan Israel.
Dengan dukungan negara-negara besar tersebut, Israel merasa di atas angin. Israel tak takut dengan kecaman dunia. Protes keras dan kutukan dari seluruh penduduk dunia sekalipun tak membuat Israel mundur.
Ditambah lagi tidak adanya sanksi tegas yang berani dilayangkan untuk Israel. Meskipun telah nyata-nyata melanggar perjanjian dan melakukan pembantaian, PBB tidak memberikan sanksi yang berarti. Aksi genosida yang sedang terjadi di Gaza oleh Israel hari ini seolah tak terlihat di mata PBB.
Hal itu setali tiga uang dengan para pemimpin dunia Islam. Meskipun mereka punya kekuasaan dan kekuatan militer, tetapi tidak digunakan untuk membela saudara mereka di Palestina. Kenapa? Karena mereka berada di bawah pengaruh negara adidaya Amerika. Tentu saja, apa yang menjadi kebijakan AS akan mereka ikuti.
Mereka takut kehilangan kekuasaannya sehingga tak berani melakukan tindakan selain hanya membasahi lisan mereka dengan retorika. Mereka menutup mata atas apa yang terjadi di Palestina. Jika tidak, maka mereka pasti akan segera mengerahkan tentaranya untuk membebaskan Palestina dari penjajahan Israel.
Maka, tak usah kita berharap pada organisasi internasional seperti OKI dan Liga Arab yang notabene kumpulan negara yang berada di bawah bayang-bayang AS. Kecuali mereka berlepas diri dari segala ketakutan duniawi, barulah mereka akan berdiri dengan gagah berani menolong saudara mereka yang tertindas.
Jihad dan Khilafah
Masalah yang terjadi di Palestina sejatinya adalah karena penjajahan Israel yang didukung oleh negara adidaya. Penjajahan itu bisa terjadi karena Palestina, sebagaimana negeri-negeri Islam lainnya, tidak ada institusi pelindung.
Saat Daulah Islam masih ada, Palestina masih bisa terlindungi. Bahkan, saat kondisi daulah lemah pun, Palestina masih berada dalam perlindungan. Sultan Abdul Hamid II benar-benar menjalankan amanahnya dalam menjaga setiap jengkal tanah umat Islam meskipun daulah dirongrong dari berbagai sisi. Dengan tegas beliau menolak uang yang ditawarkan oleh Theodore Herzl, sang dedengkot Zionisme, agar mau memberikan sejengkal tanah Palestina.
Namun, ketika daulah runtuh, maka lenyaplah perisai yang melindungi negeri-negeri Islam. Akibatnya, negeri-negeri Islam menjadi santapan para penjajah kafir. Umat Islam pun terpecah dalam sekat-sekat nasionalisme. Begitu pula Palestina yang akhirnya dijajah oleh Zionis Israel hingga kini.
Adapun status tanah Palestina adalah menjadi milik umat Islam hingga akhir zaman. Selamanya, ia harus tetap berada di tangan kaum muslim. Karena itu, umat Islam berkewajiban menjaganya dengan segenap kekuatan yang dimiliki. Ketika ada orang yang hendak merampas tanah milik umat ini, maka harus dihentikan. Ketika ada yang memerangi, maka harus diperangi.
Rakyat Palestina telah berusaha mempertahankan tanah mereka hingga titik darah penghabisan. Tak terhitung jumlah nyawa yang melayang saat berusaha melawan para penjajah Israel. Darah para syuhada terus membasahi bumi para nabi tersebut.
Menolong Palestina adalah konsekuensi akidah dan ukhuah. Kewajiban kita sebagai muslim untuk membantu saudara muslim lainnya. Bukankah sesama muslim itu ibarat satu tubuh? Jika satu kesakitan, maka anggota tubuh lainnya akan ikut merasakan sakitnya. Ketika rakyat Palestina ditimpa kemalangan akibat kezaliman Israel, maka umat Islam lainnya wajib menolong.
Rakyat Palestina tak hanya butuh obat-obatan, bahan makanan, pakaian, dan bantuan materi lainnya. Namun, mereka juga sangat butuh pertolongan untuk menghilangkan penyebab penderitaan mereka selama ini. Yakni, keberadaan penjajah Israel yang memorak-porandakan negeri mereka. Itulah yang harus dihilangkan dari Palestina selamanya.
Untuk itu, solusi hakiki bagi masalah Palestina adalah dengan mengusir Israel dari sana dengan jihad atau perang. Hanya bahasa perang yang tepat untuk membungkam dan menundukkan Israel. Jihad ini hanya efektif ketika ada institusi negara yang menjalankannya. Institusi tersebut tak lain adalah Daulah Khilafah Islamiah.
Hanya dengan jihad yang dipimpin oleh khalifah, negeri-negeri Islam yang terjajah dapat terbebas dari belenggu penjajah. Sebagai muslim kita meyakini bahwa Baitulmaqdis akan kembali dibebaskan sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para pendahulu kita. Tanah Syam ini akan diberkahi dengan hadirnya kembali Khilafah yang berdiri di atas manhaj kenabian yang mana tentaranya akan mendatangi Baitulmaqdis sambil bertahlil dan bertakbir dalam keadaan menang sebagai bentuk pembenaran firman Allah dalam surah Al-Isra’ ayat 7:
فَإِذَا جَآءَ وَعْدُ ٱلْءَاخِرَةِ لِيَسُۥٓـُٔوا۟ وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا۟ ٱلْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا۟ مَا عَلَوْا۟ تَتْبِيرًا
Artinya: “Maka ketika datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid (Masjidilaqsa), sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.”
Khatimah
Ketika saat ini Khilafah belum tegak, sementara keberadaannya wajib untuk bisa menghilangkan kezaliman yang menimpa umat Islam. Maka, memperjuangkan Khilafah agar tegak kembali adalah suatu kewajiban. Ketika pemikiran umat Islam belum pada Khilafah, maka tugas mereka yang telah paham untuk menyadarkan umat tentang arti pentingnya Khilafah. Juga, menyiapkan umat agar layak mendapatkan kemenangan dari Allah Swt.
Wallahu a’lam bishshawwab. []
solusi-solusi yang dimediasi oleh Barat atau pun penguasa-penguasa negeri muslim, tidak pernah menyentuh akar masalahnya. seperti halnya solusi gencatan senjata ini.
Palestina saat ini adalah buah ditelantarkannya syariat Islam oleh para penguasa muslim. Namun, perjuangan menegakkan kembali kehidupan Islam tetap ada dan berlipat ganda agar Palestina dan muslim lainnya tidak lagi menderita.
Berbicara tentang Palestina, sesungguhnya sedang mempertemukan semua rasa, dari kesedihan, kemarahan, ketidakberdayaan. Ada juga pengkhianatan para penguasa muslim.
Zionis Yahudi itu bangsa yang gak mengerti bahasa kemanusiaan. Wujudnya saja manusia tapi perilakunya lebih sadis dari hewan.
Membaca tulisan tentang Palestina selalu mencabik-cabik emosi. Geram dengan kebiadaban zionis Yahudi. Jengkel dengan sikap diam para pemimpin negeri-negeri Muslim yang peduli sebatas memberi bantuan kemanusiaan. Meski itu dibutuhkan, tapi tak mampu menyelesaikan masalah. Apalagi setuju saja dengan solusi 2 negara.
Semoga tulisan ini banyak memahamkan umat yang selama ini mungkin belum tahu duduk permasalahan yang sebenarnya. Barokallah untuk penulis
Setuju Nbak, solusi untuk palestina memang hanya satu yakni jihad fisabilillah. Jihad yang dikomandoi daulah khilafah, yakni daulah yg menyatukan seluruh negeri Islam dalam satu komando untuk berperang melawan israel & sekutunya.
Jangan berhenti memperjuangkan kebenaran..
Khilafah adl pasti karena itu janji Allah.. sebuah perisai yg akan melindungi umat dan membawa kebaikan bagi seluruh alam..
Solusi masalah Palestina adalah mengusir Israel penjajah dari bumi Palestina, dan hanya negara Khilafah lah yang mampu untuk itu. Khalifah akan mengirim pasukan kaum muslim untuk berjihad merebut kembali setiap jengkal tanah kaum muslim yang terjajah dari kaum kafir.