Deklarasi Balfour merupakan batu fondasi yang mendasari pembentukan negara Israel yang berhasil mengacak-acak keharmonisan kaum muslim di Timur Tengah.
Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Meraki Literasi)
NarasiPost.Com-Pada 2 November 2023 adalah peringatan ke-106 Deklarasi Balfour (1917), yang telah melegalkan entitas Yahudi untuk menjarah tanah Yerusalem. Kesuksesan Yahudi Zionis menguasai tanah Yerusalem yang merupakan bagian dari wilayah Turki Utsmani memiliki proses dan latar belakang yang panjang. Suksesnya pendudukan dan penjajahan oleh entitas Yahudi tidak lepas dari adanya dukungan bangsa Eropa, yakni Inggris dan Amerika yang juga didukung oleh kaum munafik di tubuh kaum muslim. Lantas, bagaimana kisah di balik suksesnya Deklarasi Balfour yang diteken Inggris tersebut?
Latar Belakang Deklarasi Balfour
Dokumen sepanjang 67 kata yang ditulis Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour kepada tokoh komunitas Yahudi Inggris bernama Lionel Walter Rothschild menjadi awal mula terjadinya tragedi kemanusiaan terbesar dan terlama sepanjang sejarah. Inti dari Deklarasi Balfour menjadi pengikat pemerintahan Inggris untuk melegalisasi berdirinya rumah nasional entitas Yahudi di Palestina. Mandat Inggris tersebut dibentuk pada 1923 dan berlangsung hingga 1948 untuk memfasilitasi migrasi massal kaum Yahudi diaspora setelah adanya gerakan Nazi di Jerman. (CNBC Indonesia, 4/11/2023)
Sejak awal, Yahudi dan Inggris telah bersekutu untuk meruntuhkan Turki Utsmani melalui Perang Dunia I. Ikatan kepentingan antara keduanya terjalin erat karena komunitas Yahudi memiliki andil dan kekuatan ekonomi yang cukup pesat, serta mempunyai pengaruh besar pada bidang industri dan keuangan internasional di Inggris. Pemerintah Inggris sangat berharap mendapat modal dari bank milik keluarga Rothschild untuk memuluskan rencananya memenangkan peperangan. Ada pun Baron Lionel Walter Rothschild adalah salah satu pemimpin komunitas Yahudi di Inggris dan merupakan sponsor terbesar dalam pembentukan negara Israel. Rothschild juga merupakan salah satu pimpinan terpenting Yahudi pro-Zionis yang mempunyai hubungan langsung dengan Balfour.
Deklarasi Balfour merupakan batu fondasi yang mendasari pembentukan negara Israel yang berhasil mengacak-acak keharmonisan kaum muslim di Timur Tengah. Setelah deklarasi licik tersebut, motivasi entitas Yahudi untuk menguasai Yerusalem sebagai “tanah yang dijanjikan” makin tak terkendali. Pembersihan etnis menjadi legitimasi bagi Zionis untuk menguasai sepenuhnya wilayah Yerusalem. Tentu saja imigrasi besar-besaran yang dilakukan oleh entitas Yahudi tersebut mendapat pertentangan dari warga asli Palestina. Hal inilah yang akan memicu perang abadi selama entitas Yahudi masih bersikeras mendirikan negaranya di tanah milik warga Palestina.
Akibat Kemunduran Berpikir Umat Islam
Sejak pertengahan abad XII Hijriah (ke-18 M), dunia Islam mengalami kemerosotan dari masa kejayaannya dengan sangat cepat akibat mengalami kejumudan berpikir. Saat itu, Khilafah Utsmani hanya berdiri di atas puing-puing penerapan sistem yang jauh dari akidah Islam. Tanpa disadari, Daulah Islam sudah berasaskan pemikiran-pemikiran yang justru makin menggoyahkan benteng pertahanan kaum muslim. Di abad ini, kaum muslim memiliki pemahaman yang keliru tentang pemikiran Islam akibat buruknya penerapan sistem Islam, dan ditutupnya pintu ijtihad yang menyebabkan hilangnya sosok mujtahid.
Kemudian pada abad ke-19 M (ke-13 H), neraca timbangan Daulah Islam mulai menurun, sementara timbangan negeri Eropa sedikit demi sedikit makin berat. Kaum muslim mengalami kemunduran akibat menjauh dari agamanya, sedangkan Barat mengalami kemajuan akibat adanya gerakan revolusi pemikiran yang dipelopori oleh para filsuf dan para pemikir. Barat perlahan mulai meninggalkan aturan agamanya dan menghasilkan ideologi baru yang mengubah semua sistem kehidupan, seperti sekularisme, demokrasi, dan kapitalisme. Pada abad ini, Eropa mulai mengalami revolusi industri yang ditandai dengan munculnya karya-karya baru yang banyak dan beragam.
Hal ini memiliki dampak negatif di dunia Islam. Kekuatan materi dan kemajuan ilmu pengetahuan di Eropa mulai mengubah kiblat kaum muslim di Timur Tengah. Kaum muslim yang dahulu memandang Islam sebagai akidah dan sistem seluruh persoalan kehidupan, kini mengalami stagnasi di bawah Khilafah Turki Utsmani. Kaum muslim yang mulai buta dalam memahami Al-Qur’an dan sunah Rasul, membuat mereka hanya memahami Islam sebagai agama spiritual. Banyak para ulama fikih mulai mengharamkan segala sesuatu yang baru dan mengecap kafir bagi setiap orang yang mempelajari ilmu eksakta. Alhasil, Khilafah mulai mengalami goncangan karena menanggalkan hukum Islam, juga mengabaikan sains dan industri yang akan menopang perekonomian daulah.
Pada sisi lain, ada sekolompok kaum muslim yang kagum dengan peradaban Barat dan pergi belajar di sekolah Eropa, lalu mengadopsi semua tsaqafah, hadharah, madaniyah, dan ilmu pengetahuan lainnya. Lantas mereka mulai menyesuaikan Islam dengan tsaqafah, hadharah, dan madaniyah Barat tersebut. Padahal, tidak mungkin untuk menyelaraskan atau mengompromikan antara pemikiran Islam dengan pemikiran-pemikiran Barat karena adanya perbedaan akidah. Daulah Islam mulai meninggalkan kewajibannya dalam melakukan futuhat (pembebasan) dan jihad fisabilillah. Akhirnya, kaum muslim kebingungan untuk membedakan negara kafir harbi fi’lan, sehingga Turki Utsmani justru bersekutu dengan Jerman pada Perang Dunia I untuk menghadapi Inggris dan Prancis.
Padahal jihad fisabilillah dan melakukan futuhat adalah kewajiban negara Islam untuk menyebarkan risalah Islam hingga ke penjuru dunia, demi membebaskan manusia dari penjajahan sistem kufur:
“Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata.” (TQS. Al-Anfal: 39)
Perang Dunia I kemudian dimenangkan oleh Inggris dan menjadikannya negara adidaya. Saat yang bersamaan, kaum muslim mulai mengganti ikatan ukhuah Islam dengan ikatan nasionalisme. Hal inilah yang secara tidak langsung menyukseskan perjanjian Sykes Picot (16/5/1916) yang berhasil membagi-membagi negeri-negeri Arab layaknya potongan kue. Melalui perjanjian rahasia tersebut, Daulah Islam mulai kehilangan kendali karena kekuatan kolonial yang semakin berkembang. Italia mengambil alih Libya (1911), Prancis menguasai Aljazair (1830) dan Tunisia (1881), sementara Inggris menguasai protektorat Aden (1939), Oman (1861), wilayah Teluk Arab (1820), dan Kuwait (1899). Selanjutnya negara-negara kafir tersebut memberi kemerdekaan semu kepada wilayah-wilayah jajahannya.
Demikianlah, ketika kaum muslim masih dalam keadaan bercerai-berai akibat runtuhnya Khilafah pada 1924, maka sangat mudah bagi musuh-musuh Islam untuk bersatu dan menjajah negeri-negeri Islam. Sejak 7 Oktober hingga 8 November, terhitung sudah 10.569 warga Palestina yang tewas dan 4.324 luka-luka akibat serangan membabi buta dari Israel (CNBC Indonesia, 9/11/2023). Namun, banyaknya korban dari pihak kaum muslim, penguasa negeri-negeri muslim seolah tak berdaya untuk menghentikan pemusnahan massal yang terjadi di Gaza.
Membangkitkan Pemikiran Umat
Dari sejarah kita dapat melihat bahwa kelahiran negara Israel dibidani oleh Inggris, lalu diasuh bak anak emas oleh Amerika dan negara-negara Eropa lainnya. Sesungguhnya, adanya negara Israel sangat berkaitan erat dengan adanya target penjajahan negara adidaya untuk mencengkeram seluruh negeri-negeri muslim. Realitasnya, tak hanya Palestina yang terjajah, tetapi seluruh negeri-negeri muslim juga mengalami penjajahan. Hal ini membuktikan bahwa pendirian negara Israel sebenarnya ada kaitannya dengan perang antara ideologi Barat dengan ideologi Islam. Sehingga tidak pantas jika kaum muslim berharap tawaran solusi kepada kubu penjajah.
Selama kaum muslim belum bisa memahami akar masalah yang terjadi di Palestina, maka dapat dipastikan solusi yang diberikan tidak pernah menyentuh pokok permasalahannya. Seperti boikot produk Israel, mengecam, memberi bantuan logistik, bergabung dan berharap pada PBB, realitasnya tidak akan berdampak secara signifikan pada nasib Palestina. Sudah lebih dari 100 tahun, namun solusi dan reaksi kaum muslim hanya bisa sebatas mengancam dan mengutuk, tidak lebih dari itu.
Kaum muslim hanya sekadar memboikot produk-produk Israel, namun tidak dengan pemikiran dan ideologi dari penjajah. Padahal boikot harus dilakukan secara total agar hasilnya juga signifikan, yakni dengan mencabut paham nasionalisme, sekularisme, demokrasi, dan liberalisme yang telah menjadikan semua bentuk penjajahan begitu masif mencengkeram kaum muslim. Bukankah produk-produk Israel bebas dipasarkan di negeri-negeri muslim karena para penguasanya tunduk pada kebijakan negara adidaya dan bergabung pada PBB, NATO, serta terikat pada WTO?
Karena itu, yang harus dilakukan adalah mencabut semua dominasi negara penjajah dari akar-akarnya dengan membebaskan negeri-negeri Islam dari pengaruh dan bentuk penjajahan, baik pada ideologi, bidang pendidikan, militer, kebudayaan, ekonomi, dan sebagainya. Umat harus berani menentang segala hadharah (peradaban) dan mencabut al-qiyadah al-fikriyah (kepemimpinan berpikir) Barat secara mutlak.
Rasulullah Muhammad saw. pernah bersabda, ”Siapa saja yang menyaksikan seorang mukmin dihinakan di hadapannya, tetapi dia tidak menolong mukmin tersebut, padahal dia mampu, Allah pasti akan menghinakan dirinya di hadapan seluruh makhluk-Nya pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)
Artinya, persoalan Palestina merupakan persoalan bagi seluruh kaum muslim, tidak hanya isu bagi warga Palestina atau bangsa Arab saja. Sederhananya, tanah suci umat Islam telah dirampas oleh kaum kafir Yahudi Zionis dengan persekongkolan dan dukungan dari Inggris, Amerika, PBB, dan antek-anteknya. Sehingga mengusir entitas Yahudi dan mengembalikan setiap inci tanah kaum muslim tanpa dimediasi oleh Israel dan sekutunya adalah langkah sahih untuk membebaskan Palestina.
Kaum muslim harus menyadari bahwa Islam adalah mabda (ideologi) yang memiliki sistem pemerintahan, ekonomi, pidana (uqubat), muamalah, budaya, pendidikan, dan politik dalam negeri maupun luar negeri. Dengan adanya Khilafah, kaum muslim tanpa basi-basi akan “mengusir dan memerangi” para penjajah agar keluar dari negeri-negeri kaum muslim. Dengan melakukan perjuangan politik, kaum muslim akan menyadari dan mewaspadai strategi politik penjajah dengan berbagai cara liciknya.
Melalui penerapan syariat Islam kaffah maka dunia Islam akan berdaulat dan mampu menghapus kendali Amerika atas konstelasi internasional, membebaskan dunia dari penjajahan fisik maupun pemikiran, menghapus entitas Yahudi di Palestina, dan mampu menyatukan kembali negeri-negeri muslim dengan ikatan ukhuah Islam. Adanya institusi Khilafah yang menyatukan seluruh kaum muslim akan menjadi kekuatan baru yang mampu menguasai dunia melalui futuhat untuk menebarkan rahmatan lil’alamin. Oleh karena itu, kaum muslim harus optimis bahwa kehadiran Khilafah bukanlah utopis karena itu merupakan janji Rasulullah saw.:
ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ…
“…Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR. Ahmad dan Al-Bazar)
Menegakkan kembali Khilafah di atas manhaj kenabian merupakan kunci kesuksesan untuk membeaskan dunia Islam dari belenggu para penjajah. Sebab, Khilafah akan memberlakukan Israel dan sekutunya sebagai kafir harbi fi’lan yang wajib untuk diperangi. Tidak boleh ada bentuk kerja sama apa pun terhadap negara penjajah, selain diperangi. Itulah hukum syarak yang harus ditegakkan seorang khalifah nanti, yakni memobilisasi dan mempersiapkan pasukan militer. Dengan begitu, jihad difensif yang sedang diperjuangkan oleh rakyat Palestina akan mendapat dukungan penuh oleh seluruh kaum mulim, baik bantuan logistik dan juga perlengkapan militer.
Khatimah
Secara tidak langsung, runtuhnya Daulah Islam dan suksesnya Deklarasi Balfour akibat kaum muslim yang masih mengalami kebingungan karena mengalami kemunduran berpikir. Oleh karena itu, Satu-satunya cara untuk mewujudkan Khilafah dan mengembalikan kehidupan Islam adalah melalui dakwah Islam ideologis secara berjemaah. Hanya dengan dakwah ideologis secara masif maka kaum muslim akan memiliki pemikiran mustanir dan rida untuk diatur oleh aturan Islam. Sehingga, kaum muslim menyadari bahwa memperjuangkan agar syariat Islam kaffah dapat diterapkan melalui institusi Khilafah merupakan bukti nyata pembelaan kaum muslim pada Palestina yang akan memantapkan pengusiran Israel dengan jihad fisabilillah. Wallahu a’lam bishawwab. []
Hanya dengan jihad dan khilafah, negeri-negeri muslim yg terjajah akan bisa dibebaskan
Iya Mba,, sebab, puluhan perjanjian perdamaian dan solusi dua negara selalu saja dilanggar oelh pihak Israel...
Ambisi Israhell yang tak terkendali untuk merampas dan menjajah Tanah Palestina hanya bisa diselesaikan dan ditumpas oleh negara.
Masyarakat bisa mengecam, dan negara seharusnya bisa berbuat lebih dari itu.
Hal yang sangat penting untuk menumpas kezaliman kaum yahudi isr4el dengan kembalinya Islam untuk diterapkan secara sempurna. Tegaknya khilafah atas izin Allah
Semoga pertolongan Allah dan Khilafah akan segera tiba. aamiin
Suksesnya Deklarasi Balfour bagi negara-negara Barat dan semua kaki tangannya adalah petaka dan nestapa abadi bagi Palestina. Tak ada solusi lain selain jihad dan Khilafah untuk membebaskan Palestina.
keberhasilan rencana busuk penjajah disebabkan kejumudan berpikir kaum muslim.
Benar, kunci suksesnya pembebasan Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya dari penjajahan adalah dengan menegakkan kembali negara Khilafah
Allahu Akbar!!!