Muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Ia tidak menzaliminya, tidak membiarkannya dizalimi, tidak mendustainya, juga tidak merendahkannya. (HR. Muslim).
Oleh. Aya Ummu Najwa
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sudah lebih dari satu bulan sejak Israel melancarkan agresi ke Jalur Gaza pada 7 Oktober lalu. Masyarakat dunia banyak yang melancarkan kecaman kepada Israel dan memberikan berbagai dukungan pada Palestina. Dari unjuk rasa, baik di media sosial hingga di jalan-jalan, hingga membuat kreativitas dan karya seni terkait hal-hal yang berkaitan dengan Palestina.
Akan tetapi, berbeda dengan negara dua tanah suci. Baru-baru ini Arab Saudi merilis kebijakan baru yaitu melarang penggunaan keffiyeh dan doa untuk Palestina, sebagai respons mereka terhadap perang Palestina dan Israel. Siapa pun yang memakai keffiyeh, syal yang menjadi simbol perlawanan rakyat Palestina, serta mendoakan Palestina di dua masjid suci, maka akan langsung ditangkap karena dianggap kriminal.
Beberapa Orang Telah Ditangkap
Harian Middle East Eye pada Kamis 16 November melaporkan, Arab Saudi telah menangkap beberapa orang yang diduga melanggar kebijakan terbaru negara Petrodolar tersebut. Salah satunya adalah seorang aktor sekaligus presenter asal Inggris, Islah Abdur Rahman. Ia mengaku ditangkap petugas keamanan Masjidilharam, Makkah, karena terlihat mengenakan keffiyeh saat menunaikan ibadah umrah. Mereka bahkan meminta Abdur Rahman memeragakan cara memakai keffiyeh dan mengambil visanya.
Ia mengunggah di akun Instagramnya pada Sabtu (18/11/2023). "Saya sempat ragu untuk mengunggah ini di akun saya, tetapi sayangnya saya telah ditahan selama 1,5 jam oleh petugas keamanan Arab Saudi di kota suci Makkah. Empat orang tentara menghentikan saya, mereka beralasan karena saya mengenakan keffiyeh putih di kepala saya serta membawa tasbih berwarna bendera Palestina di pergelangan tangan saya, mereka mengawal saya keluar menuju lokasi tempat para pelanggar hukum ditahan. Ketika saya ditahan, datang petugas lain menginterogasi saya, mereka bertanya tentang kewarganegaraan saya, tujuan saya di sini, dari mana saya berangkat, serta akan berapa lama saya tinggal."
Sementara itu, seorang pria asal Aljazair juga membagikan pengalamannya di media sosial setelah ditahan selama enam jam karena salat dan berdoa untuk warga Palestina di Masjid Nabawi, Madinah. Ia bahkan belum selesai berdoa ketika petugas keamanan merebut ponselnya dan memerintahkan untuk menghapus videonya. "Saya ditahan selama enam jam lebih karena berdoa untuk saudara-saudara kita di Palestina, saya berbagi video ini hanya untuk itu. Saya tidak berbicara politik ataupun rezim, saya hanya ingin mengingatkan orang-orang di mana saja yang akan datang ke tanah suci Makkah dan Madinah. Apakah sebuah kejahatan berdoa untuk saudara yang tertindas? Saya bahkan tidak tahu jika berdoa dilarang di tanah suci."
Tak hanya pria Inggris dan Aljazair di atas, otoritas Arab Saudi juga menangkap sejumlah jemaah lainnya, termasuk perempuan Indonesia, karena memakai hijab berbendera Palestina. Apa alasan pemerintah Arab Saudi melarang jemaah memakai keffiyeh dan berdoa untuk Palestina di tanah suci?
Memperjelas Sekularisme dan Menguatkan Nasionalisme
Dengan fakta ini, Arab Saudi seakan telah memperjelas posisi mereka untuk menjadi amplifier yang menggaungkan sekularisme sebagai bentuk sikap ingin dipandang sebagai kawan oleh negara-negara Barat. Sebagaimana diberitakan oleh CNNIndonesia.com, pada Jumat (17/11), pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi mengatakan, "Arab Saudi membebaskan tempat-tempat ibadah dari simbol-simbol politik, termasuk dukungan untuk bangsa, negara, kelompok politik, atau yang lainnya. Jadi, ketika beribadah di Masjidilharam atau Madinah dilarang menggunakan simbol-simbol tersebut."
Seperti yang kita ketahui, keffiyeh adalah syal hitam putih yang dianggap sebagai simbol perlawanan rakyat Palestina. Untuk itu, pemerintah Arab Saudi menganggapnya sebagai bagian dari mendukung perjuangan politik bangsa Palestina. Dengan demikian, mereka melarang penggunaannya di tanah suci, karena dianggap sebagai dukungan pada Palestina.
Tak hanya keffiyeh, bahkan lebih parah lagi, otoritas negeri Raja Salman itu pun melarang aktivitas berdoa khusus untuk Palestina di tempat umum. Karena lagi-lagi doa dianggap sebagai bagian dukungan kepada politik atau kelompok yang sedang konflik. Jika hal-hal ini dilanggar, pemerintah Arab Saudi tak segan-segan menangkap dan menahan mereka yang dianggap melakukan kriminal dalam batas waktu tertentu.
Tentu kita sangat menyayangkan kebijakan pemerintah Arab Saudi tersebut. Sebagai negara yang menjadi simbol persatuan umat Islam, tempat dua tanah suci berada, tempat berkumpulnya umat Islam menunaikan rukun Islam yang kelima, serta sebagai tempat lahirnya agama Islam itu sendiri, Arab Saudi malah seakan melepaskan diri dan mengkhianati ikatan umat Islam, serta mempertegas sekat-sekat nasionalisme.
Padahal Islam tak mengenal istilah nasionalisme, malah sangat bertentangan dengannya. Nasionalisme merupakan penampakan kapitalisme yang berakidah sekularisme, dengannya kehidupan dijauhkan dari agama. Segala yang berkaitan dengan agama dihilangkan dari kehidupan bernegara. Jadilah umat hilang empatinya, mereka dijangkiti penyakit cinta dunia takut mati. Begitulah yang terjadi pada pemimpin negeri-negeri Arab, juga negeri-negeri muslim lainnya. Namun, belum cukup itu saja, bahkan mereka tanpa malu makin menunjukkan kemesraan dengan negara penjajah.
Nasionalisme adalah racun berbisa yang membawa kehancuran bagi umat ini. Karena nasionalismelah rasa empati sesama muslim hilang tak berbekas. Barat telah melahirkan racun berbisa ini hingga sukses meracuni kaum muslim. Dengan nasionalisme, Barat ingin memelihara hegemoni dan dominasinya di dunia Islam. Nasionalisme digunakan Barat untuk memecah belah persatuan umat Islam. Mereka menanamkannya dalam benak-benak kaum muslim sehingga mereka tercerai berai.
Inilah yang dilakukan Barat ketika meruntuhkan Daulah Khilafah seratus tahun yang lalu. Akibatnya, negeri-negeri muslim terpisah dan seakan berdiri sendiri tak saling berkaitan. Ikatan akidah telah diputus, diganti cita-cita semu buatan kafir penjajah. Mereka menginginkan Islam tak lagi bangkit sehingga mudah dicabik-cabik. Dengan mantra nasionalisme inilah umat Islam makin lemah sehingga problem suatu negeri dianggap bukan masalah bersama.
Muslim Adalah Saudara
Sejatinya seorang muslim dengan muslim lainnya adalah saudara. Mereka diikat dengan ikatan akidah Islam. Sebagai saudara, seorang muslim dilarang saling menzalimi, baik darah, harta, juga kehormatannya. Dilarang pula menyakiti, tidak acuh, mengabaikan, membelakangi, mengkhianati, menelantarkan, bahkan dilarang menjual dagangan di atas dagangan saudaranya ataupun membeli barang yang sedang ditawar saudaranya. Sudah dimaklumi bahwa saudara haruslah dicintai sebagaimana mencintai diri sendiri.
Saudara adalah yang kita bela ketika ia dianiaya musuhnya. Kita tidak mendustainya, baik perkataan maupun perbuatan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Janganlah kalian sesama muslim saling hasad, najasy, benci, membelakangi, serta melakukan transaksi harta yang mengakibatkan gagalnya transaksi orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah orang-orang yang bersaudara. Muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Ia tidak menzaliminya, tidak membiarkannya dizalimi, tidak mendustainya, juga tidak merendahkannya. Takwa itu terletak di sini (beliau menunjuk ke arah dada tiga kali). Seseorang dikatakan jahat ketika ia merendahkan saudara muslimnya. Setiap muslim haram mengganggu muslim yang lain, baik mengganggu darah, harta, ataupun kehormatan, termasuk nama baiknya.” (HR. Muslim).
Khilafah Membasmi Sekularisme dan Menegakkan Persatuan Umat
Sikap Arab Saudi jelas mencerminkan sikap dua muka para pemimpin negeri-negeri muslim lainnya. Meski tidak segamblang Arab Saudi dengan pelarangan keffiyeh dan doa untuk Palestina di dua tanah suci, nyatanya para pemimpin muslim saat ini laksana sapi ompong yang tanpa nyali. Mereka menampilkan dua wajah, di depan begitu manis dengan melontarkan empati dan kecaman terhadap pembantaian Israel atas rakyat Palestina, tetapi di belakang mereka tunduk patuh pada Israel dan kroninya.
Berbeda jika ada negara Khilafah yang tak akan tinggal diam jika ada umat muslim dianiaya musuhnya. Ia akan segera mengusir mereka. Khilafah dengan gagah perkasa laksana singa akan menghancurkan setiap kafir harbi yang memusuhi dan mengancam kehidupan umat Islam. Khilafah akan mendeklarasikan jihad fisabilillah melawan entitas Zionis Yahudi. Karena hanya dengan cara itu penjajahan bisa diusir, bukan dengan berbagai KTT dan beragam resolusi tak berarti rancangan PBB.
Dunia tak boleh lupa bahwa Palestina adalah tanah kharajiyah yang telah menjadi bagian dari negeri Islam. Itu berlangsung sejak masa Khalifah Umar bin Khaththab yang terus dijaga oleh para syuhada kaum muslim. Dengan demikian, sangat jelas bahwa apa yang terjadi di Palestina saat ini adalah penjajahan oleh Zionis Yahudi. Mereka telah merampas dan menduduki wilayah itu atas dukungan Inggris melalui Deklarasi Balfour pada tahun 1917. Hal ini sebagai realisasi cita-cita Theodor Herzl untuk mendirikan negara Yahudi.
Khatimah
Sungguh, Palestina adalah saudara dan tanggung jawab kita. Haram bagi kita mengabaikan mereka. Nasionalisme sekularisme harus segera dicampakkan. Karena ia adalah racun berbisa pada tubuh kaum muslim. Sudah saatnya kaum muslim menyatukan perjuangan untuk mengembalikan lagi perisai umat Islam yaitu Khilafah Islamiah, karena hanya dengan Khilafah setiap penjajahan atas negeri-negeri muslim bisa dibabat tuntas. Karena Khalifah bukanlah seorang pengecut ataupun penakut. Ia akan menjadi tameng umat membasmi kezaliman di muka bumi, ia akan memobilisasi tentara Islam untuk membebaskan Palestina dan negeri-negeri muslim lain yang dirongrong musuh-musuh Islam. Biidznillah. Wallahu a'lam bishawab.[]
Ya Allah begitu parahnya sekularisme dan nasionalisme di negeri Arab. Negeri tempat awal Islam diturunkan kini benar- benar semakin jauh dari gambaran Islam yang didalwahkan Rasulullah Saw. Sesak rasanya melihat fakta ini. Memang benar Umat tidak bisa berharap pada para penguasa negeri Mudlim untuk menyolusi persoalan Palestina. Umat memang buruh segera mewujudkan khilafah yang akan menyatukan seluruh umat Islam untuk membela saudara di Palestina dengan jihad fi sabilillah.
Inilah salah satu bentuk pengkhianatan para pengiasa muslim. Mereka bergandengan tangan dengan penjajah, di saat yang sama penjajah membantai kaum muslim.
Alloh semakin menunjukkan siapa mereka. Ketika kita berada disana unt beribadah, masjid Nabawi dan Masjidil Haromlah tempatny. Ketika diluar dr itu, kita bs melihat spt yg mba Aya tulis. Terutama di Jeddah... sdh begitu modern.
Merasakan sekulerisme itu nyata.
Umat Islam menjadikan Arab Saudi sebagai kiblat tak hanya kiblat shalat tapi role model Islam, eh malah Arab Saudi menjadikan negara Barat sebagai kiblatnya..miris ya bunda..
Bagaimana bisa muslim membelakangi saudaranya yang dianiaya musuh dan malah bermesraan dengannya? Rasulullah pasti sedih banget ini..
Astagfirullah. Sikap yg ditampakkan Arab Saudi sungguh keterlaluan, muka belakang beda, sama sekali tdk menunjukan empati atas penderitaan saudaranya di Palestina. Atas nama bisnis/kepentingan ekonomi harga diri bangsa dan akidah mereka campakkan. Buah dari sistem busuk sekuler.
Kasihan umat Islam patah hati..