Wabah penyakit semacam kolera, jika tidak segera ditanggulangi akan berdampak pada tragedi kemanusiaan karena menyebabkan banyaknya korban jiwa.
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sudan telah lama terjebak dalam konflik bersenjata yang berkepanjangan, di sana terdapat berbagai kelompok bersenjata dan pemerintah terlibat dalam perebutan kekuasaan, sumber daya alam, dan pengaruh wilayah.
Sejak kemerdekaan pada 1956, Sudan mengalami sejumlah perang sipil, konflik etnis, dan ketegangan politik. Ketidakadilan sosial, diskriminasi, dan perebutan sumber daya alam, terutama di wilayah Darfur, telah memicu kekerasan yang meluas. Pada tahun 2003, konflik di Darfur meletus, mengakibatkan pembantaian massal dan pengungsian jutaan orang.
Data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan, Sudan mengalami krisis pangan dengan sulitnya barang-barang pokok, seperti makanan, air, obat-obatan dan bahan bakar telah menjadi sangat akut. Sementara itu, dari Program Pangan Dunia mengatakan bahwa bantuan pangan senilai lebih dari $13 juta yang ditujukan untuk Sudan telah dijarah sejak pertempuran pecah.
Berdasarkan catatan konflik terbaru pada April 2023, terjadi bentrokan antara militer Sudan dan kelompok paramiliter atau RSF. Dalam hal ini, masing-masing pihak juga telah menerapkan beberapa kali gencatan senjata sementara secara nasional, tetapi tidak ada satu pun pihak yang mampu membantu menyelesaikan konflik hingga sekarang.
Di tengah konflik yang demikian itu, tersiar kabar adanya wabah kolera yang turut menjadi ancaman warga sipil yang secara ekonomi kondisinya makin memperihatinkan. Berita yang dilansir portal Investor.id (28-9-2024), menyebutkan bahwa Kementerian Kesehatan Sudan mencatat adanya sejumlah kasus kolera sejak Agustus 2024. Hasilnya diketahui korban kolera telah menyentuh angka 15.000 kasus, di antaranya terdapat korban meninggal mencapai lebih dari 500 jiwa.
Tentunya, kejadian ini sangat memperihatinkan karena wabah penyakit sering kali menjadi tantangan besar, terutama di negara-negara yang tengah mengalami konflik. Sebenarnya banyak negara di dunia lainnya yang pernah mengalami kejadian serupa, terutama di belahan benua Afrika, seperti halnya Somalia dan Nigeria yang dikenal sebagai negara dengan tingkat kesehatan masyarakatnya masih rendah.
Wabah penyakit semacam kolera, jika tidak segera ditanggulangi akan berdampak pada tragedi kemanusiaan karena menyebabkan banyaknya korban jiwa. Masyarakat yang rentan penyakit biasanya diakibatkan kurangnya pelayanan kesehatan dan buruknya sistem pemerintahan negara yang tidak maksimal melayani rakyatnya.
Dalam kasus di Sudan, situasi politik yang belum normal dan konflik berkepanjangan menjadi faktor yang memperburuk keadaan, selain kebiasaan hidup masyarakatnya yang kurang sehat dan masih tingginya angka kemiskinan. Peran PBB yang diharapkan bisa memberikan solusi, kenyataannya masih sangat bergantung pada keputusan negara-negara kapitalis global.
Solusinya Sistem Islam
Dalam penanganan wabah penyakit di tengah situasi konflik, negara yang menerapkan syariat Islam akan melakukan berbagai macam tindakan secara cepat dan tuntas. Sebagaimana diketahui, syariat Islam sebagai aturan yang berasal dari Allah Swt. sangat menekankan pentingnya menjaga kesehatan dan mencegah penyakit.
Setidaknya ada dua hal yang menjadi prinsip utama dalam konteks mengatasi adanya wabah penyakit.
Pertama, adanya upaya pencegahan penyakit (Al-Wiqayah). Syariat Islam mendorong tindakan pencegahan untuk menghindari penularan penyakit. Tindakan ini termasuk praktik menjaga kebersihan, vaksinasi, dan isolasi secara fisik dalam situasi wabah.
Kedua, adanya perlindungan terhadap jiwa (Hifz al-Nafs). Kesehatan dan keselamatan jiwa merupakan prioritas utama. Islam mengajarkan bahwa menjaga jiwa adalah salah satu tujuan utama syariat. Selain itu, penting pula adanya solidaritas sosial, masyarakat harus saling membantu, berbagi sumber daya, dan memberikan dukungan kepada mereka yang terdampak.
Dalam mengimplementasikan dua hal tersebut, tentunya diperlukan adanya edukasi terhadap masyarakat tentang pencegahan penyakit, termasuk praktik kebiasaan hidup bersih dan pentingnya vaksinasi sebagai upaya pencegahan agar wabah tidak meluas.
Namun, di tengah situasi konflik, kerja sama antarlembaga keagamaan dan organisasi kesehatan bisa mempercepat respons terhadap wabah dan memastikan bantuan mencapai mereka yang membutuhkan. Hanya saja wilayah konflik sering kali sulit diakses oleh tim medis dan bantuan kemanusiaan. Untuk itu solusinya bisa berupa pengembangan rencana darurat yang melibatkan komunitas lokal.
Selain upaya pencegahan dan pengobatan, negara dengan sistem Islam akan melakukan tindakan pemulihan mental untuk menghindari stigma sosial. Pasalnya, wabah dapat menyebabkan stigma terhadap individu yang terinfeksi. Oleh karena itu, pentingnya upaya edukasi kepada masyarakat tentang wabah penyakit untuk mengurangi stigma ini. Ketidakpercayaan terhadap pemerintah atau organisasi kemanusiaan dapat menghambat upaya bantuan. Untuk itu perlunya membangun kepercayaan melalui keterlibatan masyarakat dan transparansi sebagai kuncinya.
Dengan demikian, persoalan sebenarnya dalam mengatasi wabah dan konflik ada pada peran negara yang memiliki tanggung jawab secara penuh untuk menyelamatkan setiap nyawa rakyatnya. Oleh karena itu, pemimpin negara dalam sistem Islam merupakan tameng bagi rakyatnya.
Rasulullah saw. di dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, menyebutkan kedudukan seorang imam itu bagaikan perisai. Artinya seorang pemimpin berdiri paling depan, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan fungsinya sebagai tameng atas keselamatan rakyat yang dipimpinnya.
Wallahu a'lam bish-shawaab. []
PBB tidak bisa diharapkan.
Kasihan rakyat terus yang jadi korban,, tidak adakah keinginan dari pihak yang bertikai itu kedamaian?
Saat khilafah Utsmaniyah masih berdiri, Irlandia kelaparan dan dibantu. Akan tetapi, setelah kepemimpinan Islam runtuh, entah kepada negara mana negara seperti Sudan minta bantuan. PBB tidak bisa diharap karena juga kaki tangan AS. Ketika khilafah runtuh, yang rugi seluruh umat manusia di dunia.