Penggunaan terapi IVNT untuk menambah energi memang bisa menjadi solusi sementara bagi para karyawan yang kelelahan akibat bekerja. Namun, terapi ini hanya menjadi solusi parsial.
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Ada tren baru di kalangan pekerja muda di Cina dan Korea Selatan, yaitu melakukan terapi nutrisi intravena (IVNT). Terapi menggunakan nutrisi Cinderella dan garlic drip ini mereka lakukan untuk mengatasi kelelahan. Dengan terapi ini, mereka dapat memulihkan tenaga agar siap bekerja.
Pada awalnya, terapi IVNT digunakan dalam bidang kesehatan. Misalnya, mengobati kanker, menjaga kesehatan sendi, serta terapi pertumbuhan. Namun, terapi ini kemudian berkembang menjadi pengobatan estetika.
Biaya terapi IVNT beragam. Di klinik kecantikan Tox and Fill di Seoul, biayanya berkisar antara 25 ribu hingga 60 ribu won per sesi. Tiap sesi berlangsung selama 40 menit. Pihak klinik menganjurkan agar terapi ini dilakukan tiap minggu. (liputan6.com, 05-10-2024)
Penyebab Melonjaknya Peminat Terapi IVNT
Menurut para pakar Korea Selatan, melonjaknya peminat terapi IVNT terjadi antara 2016–2017. Saat itu tengah dilakukan penyelidikan terhadap tuduhan korupsi yang dilakukan oleh mantan Presiden Korea Selatan Park Geun Hye. Pada 2016, Majelis Nasional Korea Selatan mengungkap kasus pembelian infus IVNT yang dilakukan oleh pemerintahan Park. Pembelian infus IVNT, termasuk garlic drip, plasenta, serta infus Cinderella itu dilakukan antara Maret 2013–Agustus 2016. Nilainya mencapai 20 juta won atau sekitar Rp232 juta.
Ternyata, fokus pemberitaan media terhadap infus IVNT ini membuat masyarakat tertarik dengan terapi ini. Para pekerja yang kelelahan seolah menemukan solusi bagi persoalan mereka, yakni mendapatkan suntikan energi secara instan. Mereka yang bekerja di bawah tekanan berat itu kemudian bergantung kepada nutrisi ini.
Para pekerja yang merasa tertekan ini jumlahnya cukup besar. Separuh dari mereka memiliki perasaan tertekan, baik fisik maupun mental. Kesimpulan ini diambil berdasarkan survei yang dilakukan oleh Asian Daily Korea Selatan. Mereka merasa tertekan karena mengejar kesuksesan. Persaingan dengan teman-teman juga menjadi salah satu penyebab munculnya perasaan ini.
Dampak Negatif Terapi IVNT
Terapi IVNT diklaim dapat memberikan dampak positif bagi yang melakukannya. Misalnya, kandungan vitamin C dan asam-lipoat yang terdapat pada infus Cinderella dapat mengurangi stres oksidatif. Stres oksidatif terjadi ketika jumlah radikal bebas dalam tubuh terlalu banyak sehingga tubuh tidak mampu menetralkan. Selain itu juga dapat memperlambat proses penuaan.
Meskipun demikian, para pakar kesehatan mengingatkan adanya bahaya yang mungkin muncul jika terapi ini dilakukan dalam jangka panjang. Ahli gizi di Rumah Sakit Xiehe Shenzen Universitas Sains dan Teknologi Huazhong mengatakan bahwa terapi ini dapat meningkatkan risiko serius, seperti flebitis atau peradangan pembuluh darah. Hal ini terjadi karena terapi IVNT melewati sistem penyaringan tubuh.
Sebagai ganti dari terapi ini, ia menyarankan agar para pekerja fokus pada nutrisi berbasis usus. Selain itu, mereka juga disarankan untuk melakukan diet seimbang. Dengan demikian, mereka akan mendapatkan tubuh yang sehat dalam arti yang sebenarnya.
Selain itu, sebuah studi yang dilakukan oleh Badan Kolaborasi Perawatan Kesehatan Berbasis Bukti Nasional Korea Selatan pada 2021 menunjukkan bahwa terapi tersebut belum terbukti efektivitasnya. Sebaliknya, lembaga tersebut menyoroti adanya risiko efek samping yang parah. Salah satunya adalah syok anafilaksis, yaitu semacam reaksi alergi yang parah.
Beratnya Beban Kerja dalam Sistem Kapitalisme
Beratnya beban kerja yang harus ditanggung oleh para karyawan tidak lepas dari pandangan mereka bahwa waktu adalah uang. Orang yang pertama kali menyampaikan pandangan ini Benjamin Franklin. Dalam bukunya yang berjudul Advice to Young Tradesman, Written by an Old One, ia menulis,“Remember that time is money.”
Nasihat Franklin ini benar-benar diterapkan oleh mereka yang mengagungkan sistem kapitalisme. Para pengusaha pun memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dengan memproduksi barang sebanyak-sebanyaknya. Makin banyak barang yang mereka produksi, makin besar pula materi yang mereka dapatkan.
Budaya kerja yang berlebihan telah merajalela di Asia, terutama di Jepang, Cina, serta Korea Selatan. Para karyawan rata-rata bekerja selama 45 jam dalam seminggu. Sementara itu, mereka hanya memiliki cuti tahunan selama dua minggu.
Budaya itu muncul karena mereka memiliki satu keyakinan bahwa jam kerja yang lebih panjang mencerminkan ketekunan. Selain itu, para karyawan merasa takut untuk menolak pekerjaan tambahan atau pulang mendahului atasan. Hal ini membuat mereka merasa sangat lelah sehingga berdampak buruk pada kesehatan mereka. Mereka terkena insomnia, depresi, bahkan ada yang meninggal mendadak.
Seperti yang dialami oleh dua karyawan Pinduoduo Holdings di Cina. Salah seorang programmer di perusahaan ini diketahui telah meninggal karena bunuh diri. Sementara itu, karyawan lainnya meninggal mendadak setelah bekerja. Peristiwa ini menyebabkan Pinduoduo dituding melakukan eksploitasi terhadap para karyawan karena mereka harus bekerja selama 380 jam dalam satu bulan. Ini merupakan jam kerja yang melebihi batas yang ditetapkan pemerintah.
Perusahaan ini menerapkan budaya kerja “996”. Artinya, karyawan harus bekerja mulai jam 9 pagi sampai jam 9 malam selama enam hari. Ekspansi besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan ini membuat para pekerjanya menghadapi tekanan yang berat. Perusahaan seolah tidak peduli dengan kesejahteraan karyawan. Sebaliknya, yang diperhatikan hanyalah pertumbuhan perusahaan. (yahoo.com, 22-03-2024)
Sementara itu, karyawan di Korea Selatan harus bekerja selama 52 jam dalam satu minggu. Selain itu, Korea Selatan terkenal dengan budaya kerja pali-pali, yakni bekerja dengan cepat, bahkan terkesan terburu-buru. Meskipun bekerja dengan cepat, mereka harus tetap menghasilkan karya yang bagus, bahkan sempurna.
Jam kerja yang panjang serta tuntutan untuk menyelesaikan pekerjaan yang sempurna secepat mungkin menjadi tantangan tersendiri. Namun, hal ini juga berpengaruh buruk terhadap kesehatan fisik dan mental mereka. Di antaranya adalah kelelahan dan stres yang banyak dialami karyawan. (medcom.id, 27-07-2024)
Hal ini merupakan satu kondisi yang biasa terjadi di negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme. Kondisi ini berawal dari kesalahan kapitalisme dalam menentukan upah pekerja. Sistem ini mendasarkan pemberian upah pekerja pada harga barang dan jasa yang ada di wilayah tempat perusahaan. Inilah yang disebut dengan upah minimum.
Upah minimum merupakan upah yang diberikan kepada karyawan berdasarkan biaya hidup minimum. Upah minimum ini bisa naik atau turun sesuai dengan bertambah atau berkurangnya beban hidup pekerja. Dengan demikian, upah karyawan ditentukan berdasarkan beban hidup, bukan jasa atau manfaat dari tenaga yang diberikannya.
Pemberian upah berdasarkan biaya hidup ini dilakukan oleh para pengusaha kapitalis karena mereka melakukan transaksi ijarah berdasarkan transaksi jual beli. Dengan demikian, yang dijadikan sebagai penentu upah seorang pekerja adalah harga kebutuhan. Oleh karena itu, para pengusaha hanya memberikan upah yang hanya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan paling minim sesuai dengan masyarakat tempat mereka tinggal.
Di negeri-negeri muslim, upah minimum diberikan berdasarkan standar hidup paling minim, yaitu untuk memenuhi kebutuhan primer. Sementara itu, di negara-negara maju, standar hidup yang dipakai jauh lebih baik. Upah yang diberikan sesuai dengan standar hidup untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder, serta tersier. Inilah sistem pemberian gaji atau upah di negara-negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Sistem yang memandang pekerja hanya sebatas mesin penghasil uang bagi pengusaha, bukan sebagai manusia yang layak dihargai.
Bekerja dalam Islam
Berbeda dengan kapitalisme, Islam adalah agama yang memperlakukan manusia sebagai makhluk yang mulia. Hal ini tecermin dalam berbagai aturan yang bersumber dari akidahnya, termasuk aturan bekerja. Menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab An-Nidhaam al-Iqtishaad fii al-Islam, bekerja merupakan salah satu sebab untuk memiliki kekayaan.
Di antara sebab-sebab memiliki kekayaan adalah menjadi pekerja bagi orang lain melalui akad ijarah. Akad ijarah diperbolehkan berdasarkan QS. Ath-Thalaq [65]: 6.
فَإنْ اَرْضَعْنَ لَكُمْ فَاٰتُوْهُنَّ أُجُوْرَهُنَّ
Artinya: “Jika mereka telah menyusui anak kalian, berikanlah imbalannya kepada mereka.”
Dalam akad ijarah, ajir (pekerja) dan musta’jir (yang mempekerjakan) harus bersepakat mengenai jenis pekerjaan, masa kerja, serta upah. Masa kerja bisa dalam bentuk harian atau mingguan. Masa kerja juga bisa bulanan atau tahunan. Jika masa kerja telah habis, keduanya dapat membuat akad ijarah baru.
Dalam Islam, upah ajir ditentukan berdasarkan penilaian pasar umum terhadap manfaat yang diberikan. Hal itu karena ijarah merupakan akad terhadap manfaat atau jasa tertentu dengan suatu kompetensi. Dengan demikian, upah ditentukan berdasarkan besarnya manfaat atau jasa yang diberikan oleh ajir.
Pemberian upah yang sepadan dengan manfaat yang diberikan oleh pekerja menunjukkan bahwa Islam menghargai jerih payah manusia. Tidak ada kezaliman terhadap pekerja. Dengan demikian, para pekerja dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidup mereka secara layak, bukan sekadar memenuhi kebutuhan dasar.
Inilah konsep bekerja dalam Islam. Sayangnya, konsep ini tidak mungkin diterapkan selama kapitalisme masih menguasai pemikiran umat Islam. Sebaliknya, konsep ini dapat diterapkan jika umat Islam mau kembali menjalankan aturan Islam yang kaffah seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. serta para khalifah pengganti beliau.
Khatimah
Penggunaan terapi IVNT untuk menambah energi memang bisa menjadi solusi sementara bagi para karyawan yang kelelahan akibat bekerja. Namun, terapi ini hanya menjadi solusi parsial. Solusi yang seharusnya diambil adalah menerapkan konsep ajir musta’jir yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. karena konsep ini terbukti memanusiakan manusia.
Wallaahu a’lam bi ash-shawaab []
Dalam sistem kapitalisme, tenaga orang kerja diperas habis. Kalau lelah tinggal suntik vitamin aja. Miris banget.
Betul, miris sekali
Generasi micin generasi instan
mungkin karena mereka dituntut untuk serba cepat
Karena tidak punya landasan agama, mengobati stres dengan cara yang salah. Alih-alih sembuh, malah makin parah. Bisa mengancam nyawa. Begitulah manusia dalam sistem kapitalis, sebenarnya tersiksa. Di dunia sudah begini, apalagi di akhirat
Semoga kita terhindar dari siksa di akhirat
Hanya sistem Islam yang bisa menyejahterakan para pekerja
Hanya Islam yang menyejahterakan semua
Terapi IVNT cara instan untuk mengatasi pekerja yg kelelahan. Tentu saja ada efek sampingnya.
Beban kerja di dunia kapitalisme memang berat. Persaingan pun ketat.
Kerja untuk cari materi, pencapaian diri dengan segala cara. Tentu saja nggak ada habisnya, nggak ada cukupnya.
Beda dalam Islam, kerja dalam rangka beribadah. Tentu dorongannya lillah dan cara2nya pun benar.
Hidup dalam sistem yang salah ternyata membuat lelah fisik dan mental
Subhanallah... Kerasnya persaingan kerja di era kapitalis saat ini... Umat butuh kebaikan dan keberkahan dalam sistem Islam...
Semoga sistem Islam segera tegak kembali.