Merebaknya berbagai virus seperti virus Nipah yang ditularkan dari hewan ke manusia diakibatkan cara hidup liberal dan penerapan sistem kehidupan yang jauh dari tuntunan syariat Sang Pencipta kehidupan.
Oleh. Siti Komariah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Apa hendak dikata, bala tak dapat dihindari. Setelah virus Covid-19 melanda dunia sejak awal kemunculannya di Kota Wuhan, Hubei, Tiongkok pada akhir tahun 2019 lalu, kini kembali muncul virus Nipah di wilayah Kerala, India yang telah menewaskan 2 orang.
Akibat virus Nipah yang menewaskan 2 orang penduduk Kerala, membuat pihak berwenang negara bagian Kerala, India memberlakukan lockdown di tujuh desa di Distrik Kozhikode dan menutup sekolah-sekolah, bank, perkantoran, dan institusi lainnya. Langkah ini diambil sebagai langkah antisipasi agar virus tersebut tidak menyebar dan mengakibatkan krisis medis (CNNIndonesia.com, 15/09/2023).
Menurut laporan Menteri Kesehatan Negara bagian Kerala, Veena George menyatakan, setelah dua orang meninggal dunia, tiga orang lainnya dinyatakan positif dan lebih dari 700 orang, termasuk 153 petugas kesehatan yang melakukan kontak dengan mereka yang terinfeksi sedang dalam pengawasan rumah sakit (kompas.id, 14/09/2023).
Virus Nipah, Apa Itu?
Mengutip dari laman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus Nipah adalah "penyakit zoonosis" yang ditularkan dari hewan kelelawar dan babi kepada manusia. Virus ini juga termasuk ke dalam genus Henipavirus dan famili Paramyxoviridae. Penularan virus Nipah bisa terjadi jika manusia terkontak langsung dengan hewan yang terinfeksi, baik melalui zat ekskresi atau sekresi, misalnya air liur, urine, darah, dan lainnya. Penularan juga dapat terjadi jika manusia mengonsumsi makanan mentah dari hewan yang terinfeksi. Kemudian, penularan juga bisa terjadi jika melakukan kontak langsung dengan orang yang terinfeksi virus Nipah, baik melalui urine, air liur, maupun darah.
Patut dipahami, virus Nipah yang menyerang warga India dan menjadi perbincangan dunia sejatinya bukan kali ini saja terjadi, namun virus ini sudah hadir di dunia sejak tahun 1999. Virus ini pertama kali diidentifikasi di kalangan peternak babi di desa Sungai Nipah, Malaysia dan telah menjadi wabah. Menurut laporan WHO, virus ini juga menyerang negara Singapura. Virus ini menyebabkan 106 kematian.
Nyatanya bukan hanya di Malaysia dan Singapura, virus Nipah juga menyerang Bangladesh pada tahun 2021. Sementara di India, virus Nipah teridentifikasi pada tahun 2018 yang menewaskan 21 orang. Sejak saat itu, wabah kembali terjadi 2018-2021, dan saat ini kembali teridentifikasi pada 30 Agustus 2023 yang menewaskan 2 orang.
Belum Ada Vaksin
Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) virus Nipah yang muncul sejak tahun 1999 di Malaysia hingga saat ini belum memiliki vaksin. Padahal virus ini dianggap cukup berbahaya dan lebih mematikan dari virus Covid-19,bahkan beberapa pakar kesehatan menyatakan, virus ini sangat berpotensi menjadi pandemi. Sebab, tingkat kematian akibat virus Nipah berkisah dari 40% - 75%, artinya jika ada 6 orang terinfeksi, 5 di antaranya berisiko meninggal dunia.
Gejala yang ditimbulkan oleh virus Nipah meliputi demam hebat, muntah-muntah, gangguan saluran pernapasan, hingga menyebabkan kejang, dan ensefalitis, radang otak, bahkan menyebabkan orang yang terinfeksi koma, dan meninggal dunia. Selain itu, masa inkubasi sejak penderita terinfeksi virus ini yakni berkisar 4 -14 hari, bahkan dalam beberapa kasus ada yang sampai 45 hari.
Sungguh ironis, virus Nipah yang sangat berbahaya dari virus Covid-19 dan memiliki tingkat kematian tinggi, hingga kini belum ditemukan vaksin untuk melawan virus tersebut. Hal ini kembali membuat publik bertanya-tanya, bagaimana perhatian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terhadap nyawa manusia? Apalagi virus ini telah diidentifikasi sejak tahun 1999 dan menjadi wabah kala itu di Malaysia, serta kasusnya terus berulang hingga saat ini. Karena, dipahami bersama bahwa salah satu tugas WHO adalah agar semua manusia mencapai tingkat kesehatan tertinggi, dan tugas utamanya yakni memerangi penyakit menular, seperti HIV dan Covid-19.
Walaupun beberapa riset dan edukasi dilakukan tentang bahaya berbagai virus mematikan itu, namun nyatanya peran WHO belum cukup signifikan. Buktinya, kasus virus Nipah dan virus lainnya masih terus saja terjadi. Gaya hidup tidak sehat masih dilakukan, bahkan menyertai kehidupan manusia di berbagai belahan bumi.
Cara Hidup Liberal
Tidak dimungkiri bahwa merebaknya berbagai virus, seperti virus Nipah yang ditularkan dari hewan ke manusia diakibatkan cara hidup liberal dan penerapan sistem kehidupan yang jauh dari tuntunan syariat Sang Pencipta kehidupan. Sebagian besar dunia kini telah menerapkan sistem kehidupan kapitalis sekuler. Sistem ini memisahkan peran agama dari kehidupan dan justru mengadopsi kebebasan, mulai dari gaya hidup bebas hingga kebebasan mengonsumsi makanan yang menjadi salah satu pemicu terjadinya berbagai penyakit.
Diketahui bahwa di alam kapitalisme standar perbuatan dan makanan bukanlah halal haram, melainkan kenikmatan dan kepuasan jasmani semata. Selagi itu memberikan kenikmatan, walaupun haram maka akan disantap pula. Cara hidup yang salah pun kian terlihat, bagaimana orang-orang mengonsumsi hewan-hewan ekstrem yang jelas diharamkan oleh syariat, seperti babi, buaya, kelelawar, anjing, dan lainnya. Selain itu, makanan tersebut terkadang tidak diolah dengan baik, bahkan dimakan mentah. Akibatnya, banyak bakteri yang masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan gangguan kesehatan.
Deforestasi, Perparah Penyebaran Virus Nipah
Di sisi lain, kian merebaknya virus Nipah juga diakibatkan oleh alih fungsi hutan menjadi kawasan nonhutan secara permanen, seperti kawasan pertanian, pemukiman, perindustrian, perkebunan, dan lainnya. Akibatnya, populasi hewan terusik, termasuk kelelawar yang menyebabkan populasinya berpindah ke dekat peternakan dan menularkan virus mematikan tersebut.
Sebagaimana pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus Nipah berasal dari kelelawar buah yang ditularkan ke babi saat terjadi penebangan hutan secara besar-besaran, sehingga menyebabkan populasi kelelawar berpindah mendekati area peternakan. Setelah itu babi terinfeksi virus yang dibawa oleh kelelawar buah, kemudian manusia tertular melalui babi, baik dengan mengonsumsi daging babi tersebut ataupun kontak langsung melalui air liur, darah, dan lainnya.
Di alam kapitalisme, deforestasi kian tahun nyatanya kian tak terkendali. Liberalisasi pengelolaan hutan pun kian tampak di berbagai negara, termasuk India. Menurut laporan yang dirilis pada Maret 2023 oleh Utility Bidder di Inggris, India mengalami peningkatan deforestasi yang cukup tinggi dalam kurung waktu 5 tahun terakhir, dengan rata-rata deforestasi sebesar 668.400 hektar (ha) pada tahun 2015-2020. Negara ini bahkan menduduki tingkat kedua dunia dengan deforestasi tertinggi setelah Brasil.
Tidak dimungkiri, bahwa hampir di seluruh dunia deforestasi terus dilakukan oleh manusia-manusia serakah. Para pemegang kekuasaan dan pemilik modal melakukan deforestasi secara ugal-ugalan. Apalagi, deforestasi juga senantiasa didukung dengan adanya payung hukum dalam sebuah negara, maka para oligarki akan lebih leluasa melakukan deforestasi.
Demi mendapatkan materi, kelestarian hutan pun dikorbankan. Dengan dalih pembukaan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan rakyat, dampak buruk pun tidak dipikirkan kembali. Padahal, kita ketahui jika hutan dirusak dan dialihfungsikan jelas bencana akan menyapa umat manusia, sebagaimana munculnya virus Nipah tersebut. Sebab, hutan memiliki fungsi besar dalam kehidupan manusia dan kelestarian ekosistem makhluk hidup lainnya. https://narasipost.com/world-news/09/2023/merebaknya-virus-nipah-di-tengah-deforestasi-negeri-barata/
Inilah sistem kapitalisme, sistem rusak dan bobrok dari akarnya membuat manusia terjerumus dalam lubang penderitaan. Liberalisasi yang dianutnya membuat manusia jauh dari tatanan syariat. Akibatnya, manusia dipenuhi dengan berbagai problem yang terus berulang tanpa ada solusi pasti.
Islam Tatanan Kehidupan yang Sempurna
Walaupun India melakukan lockdown terhadap beberapa daerah yang terinfeksi, namun jika cara hidup masih liberal serta deforestasi masih terus terjadi, maka bukan tidak mungkin virus Nipah akan terus berulang. India sejatinya membutuhkan sebuah tatanan kehidupan yang sempurna, itu semua hanya bisa diperoleh di dalam sistem Islam.
Islam mengajarkan kepada umat manusia agar menjaga dirinya sesuai tuntunan syariat. Standar kehidupan, baik perbuatan maupun makanan dan minuman yang masuk ke tubuh kita wajib disandarkan kepada halal dan haram. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ.
Artinya : "Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang ada di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 168)
Dari ayat di atas telah jelas bahwa manusia diperintahkan untuk memakan makanan yang halal, baik dari zat makanan itu sendiri, cara pengolahannya, maupun cara memperolehnya harus bersandar pada syariat Allah. Selain itu, makanan yang dikonsumsi bukan hanya sekadar halal, namun juga harus bergizi agar nantinya bisa bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Apabila manusia menjaga makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan makanan yang halal dan bergizi, maka insyaallah manusia akan terhindar dari penyakit yang mematikan.
Selain itu, Islam pun mengajarkan kepada manusia untuk menjaga kelestarian lingkungan, apalagi hutan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia dan kelestarian ekosistem makhluk hidup lainnya. Dalam pandangan Islam, hutan merupakan salah satu harta milik umat. Islam memiliki aturan tegas terhadap pengelolaan hutan. Negara senantiasa mengajak masyarakat untuk melestarikan hutan dengan mekanisme reboisasi.
Hutan tidak boleh diswastanisasi ataupun diprivatisasi, pengelolaan hutan pun digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan kepentingan negara ataupun individu tertentu. Hutan tidak boleh dieksploitasi secara ugal-ugalan, apalagi sampai dimonopoli untuk kepentingan individu tertentu. Hutan boleh dimanfaatkan oleh seluruh rakyat, namun dengan kadar tertentu.
Selain itu juga, seorang khalifah menetapkan beberapa kawasan hutan lindung. Di mana, area ini tidak diperbolehkan untuk dieksploitasi bahkan disentuh oleh manusia. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw., beliau menetapkan beberapa kawasan di Madinah sebagai kawasan konservasi alam yang disebut sebagai hima. Di kawasan hima tersebut, terdapat larangan bagi orang-orang untuk mengubah bentuk alamiah kawasan tersebut, semisal melakukan pengembalaan hewan-hewan ternak. Dengan demikian, alam akan terjaga kelestariannya, begitu juga dengan bermacam-macam hewan liar dan makhluk hidup lainnya.
Begitu pun dalam penanganan virus, Rasulullah telah mencontohkan bagaimana untuk menanggulangi penyebaran virus. Jika negara telah menetapkan hidup sehat, namun wabah masih menyerang rakyat, negara harus mengikuti metode-metode yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam penanganannya. Dengan metode lockdown dan sistem kesehatan Islam, maka rakyat akan hidup sehat.
Khatimah
Dari sini kita bisa memahami bahwa sistem kapitalisme tidak akan mampu memberikan solusi apa pun terhadap problem manusia, yang ada justru kian memperparah penyebaran virus tersebut. Sebab, dalam kapitalisme yang menjadi standar kehidupan bukanlah syariat Allah, melainkan standar perbuatan hanya kesenangan dan kepuasan. Oleh karena itu, Islam merupakan satu-satunya solusi terbaik untuk mengatasi problematika yang membelit umat manusia dalam berbagai aspek, termasuk menangani masalah penyebaran virus mematikan yang terus berulang.
Wallahu a’lam bishawab.[]
Tulisannya keren, barakallah ❤️
Dalam kapitalisme, pandemi hanya dijadikan lahan subur untuk meraup materi, melalui produksi vaksin, obat obatan, layanan medis lainnya...miris
Astaghfirullah. Adanya virus yang berbahaya ternyata sebagian besar karena kerakusan manusia sendiri. Apalagi dukungan sistem kufur yang memberikan kebebasan dalam berbagai hal termasuk kebebasan memakan apa saja yang disukai tanpa tolak ukur aturan syariat
Keserakahan manusia ternyata bisa berakibat fatal ya. Bukan cuma kerusakan hutan, tapi virus berbahaya ikutan merajalela. Ini harusnya jadi pelajaran bagi negara-negara lain yang menerapkan pola hidup yang sama.
Astagfirullah..., mengerikan juga virus yang lagi-lagi karena gaya hidup liberal manusia. Semoga segera teratasi.
Miris banget, deforestasi saja bisa meningkatkan penularan virus. Lagi2, karena ulah tnagan manusia yg tidak bertanggung jawab, musibah terus muncul