Melalui Israel, AS mampu menyukseskan agenda utama mereka yakni meningkatkan kepentingan strategis di Timur Tengah dan sekitarnya.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan Penulis Rempaka Literasi)
NarasiPost.Com-Tujuh puluh lima tahun sudah relasi antara Amerika Serikat (AS) dan Israel terjalin. Selama itu pula, Amerika Serikat memperlakukan Israel sebagai "anak kesayangan". Demi anak tersayangnya itu pula, Amerika rela mendukung Israel dalam berbagai pertempuran dengan negara lain demi mempertahankan daerah teritorialnya. Dukungan itu pun tak tanggung-tanggung, mulai dari militer, keuangan, dan diplomatik berskala besar sejak berdirinya Israel pada 1948.
Bahkan, bantuan keuangan secara konsisten diberikan AS sebesar $3 miliar setiap tahunnya. Dukungan Paman Sam terhadap Israel dan hubungan diplomatik keduanya sudah dimulai sejak masa pemerintahan mendiang Presiden AS ke-13, Harry Truman. Truman menjadi pemimpin dunia pertama yang mengakui beberadaan Israel, hanya sesaat setelah negara itu dibentuk. Dukungan AS pun terus berlangsung hingga kini. Dalam konflik terbaru antara Israel dan Palestina, AS langsung mengirimkan kapal induk super canggih, angkatan laut, beberapa peralatan, amunisi, dan sumber daya menuju Israel. (CNN Indonesia.com, 14/10/2023)
Lantas, bagaimana sebenarnya hubungan AS-Israel dari masa ke masa? Adakah motif tersendiri antara kedua negara tersebut di balik mesranya hubungan mereka? Dengan relasi mesra keduanya, mungkinkah AS mampu menjadi penengah konflik Israel-Palestina?
Relasi AS-Israel dari Masa ke Masa
Sepanjang sejarah hubungan antara Amerika dan Israel, tak dimungkiri bahwa Israel turut memainkan peranan besar dalam kebijakan Amerika, khususnya di Timur Tengah. Namun, meski memiliki hubungan mesra selama puluhan tahun, AS dan Israel pun tak lepas dari perbedaan pandangan dalam beberapa hal. Sejarah panjang hubungan kedua negara tersebut terekam dalam beberapa peristiwa sebagaimana dikutip dari CNN, antara lain:
Pertama, kemarahan Presiden AS ke-34, Dwight D. Eisenhower terhadap Israel. Pada tahun 1956, Israel melakukan penyerangan terhadap Mesir dalam rangka merebut Terusan Suez dan menumbangkan Presiden Mesir saat itu, Gamal Abdel Nasser. Penyerangan yang dilakukan Israel bersama Prancis dan Inggris tersebut memantik kemarahan Eisenhower. Presiden AS tersebut kemudian menekan Israel dan sekutunya agar segera menarik pasukannya sesegera mungkin. Permintaan tersebut pun akhirnya dituruti Israel.
Kedua, ambisi Israel atas nuklir memicu keprihatinan Presiden AS, John F. Kennedy. Israel diketahui sudah sejak lama berambisi memiliki nuklir untuk memperkuat kemampuan persenjataannya. Israel bahkan disebut sudah mengembangkan persenjataan nuklir sejak tahun 1960-an, meski tidak diakui secara resmi. Program nuklir rahasia tersebut kemudian diketahui oleh Amerika melalui percakapan dengan diplomat mereka di Tel Aviv. Presiden Kennedy kemudian memerintahkan inspektur Amerika untuk menghentikan program nuklir tersebut.
Ketiga, mencuatnya ketegangan antara Presiden George H.W. Bush dengan Israel. Ketegangan tersebut terjadi lantaran Presiden Bush menghentikan penggunaan dana AS untuk pembangunan di Tepi Barat. Sayangnya, langkah Presiden Bush tersebut menuai respons negatif dari Israel. Sebenarnya langkah yang dilakukan Bush tersebut bukan tanpa tujuan. Bush ingin menginisiasi pertemuan Israel dengan negara-negara lain untuk memulai proses perdamaian di Timur Tengah. Upaya tersebut pun terbilang sukses. Melalui Perjanjian Oslo, akhirnya menghasilkan normalisasi antara Israel dengan Yordania, juga Israel dengan Organisasi Pembebasan Palestina.
Keempat, dukungan penuh Presiden Donald Trump terhadap Israel. Jika ditanyakan siapa sekutu Israel yang paling loyal, maka jawabannya adalah Donald Trump. Bagaimana tidak, Donald Trump merupakan orang yang menghentikan proyek nuklir yang disepakati oleh Amerika dan Iran, juga menjadi pembela utama dalam setiap negosiasi dengan Palestina. Selain itu, di bawah kepemimpinan Trump, AS berhasil memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem. Bahkan, Trump pula yang telah memberi dukungan penuh terhadap aneksasi permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Begitulah beberapa fakta pasang surutnya relasi antara Amerika dan Israel. Namun, meski sering mengalami perbedaan pandangan, tetapi dapat dikatakan bahwa AS merupakan sekutu utama Israel yang sangat loyal. Buktinya AS sampai rela menggelontorkan dana miliaran dolar dan memberi dukungan tanpa syarat terhadap Israel. Namun, benarkah hubungan yang terjalin antara AS dan Israel karena mereka memiliki tujuan yang sama atau justru ada motif tersendiri dari kedua negara tersebut?
Misi di Balik Relasi
Bagi negara sekelas Amerika, tidaklah mungkin akan membangun relasi begitu total dan dukungan tanpa syarat, jika tidak memiliki tujuan besar. Begitu juga dengan relasi yang sangat intens dibangun sejak puluhan tahun silam bersama Israel. Israel memang ibarat "anak emas" yang diberikan dukungan penuh dalam suka maupun duka. Selain menjadi anak emas, Israel juga menjadi alat bagi tercapainya setiap misi Amerika, khususnya di Timur Tengah.
Lantas, muncul sebuah pertanyaan yang sangat urgen, ada apa sebenarnya di Timur Tengah? Jawabannya tentu berkaitan dengan misi Amerika di negara-negara Arab tersebut. Bagi Amerika, Timur Tengah merupakan wilayah yang sangat potensial karena kandungan minyak buminya yang cukup besar. Demi menyukseskan misi penjajahan di sektor minyak bumi negeri-negeri Islam, Amerika pun merancang berbagai strategi.
Strategi awal yang dilakukan Paman Sam untuk mengamankan kekuatan politiknya di Arab Saudi adalah dengan membangun sebuah perusahaan minyak yang bernama Standard Oil atau Standard Oil Company of California (SOCAL). SOCAL merupakan cikal bakal raksasa minyak yang bernama ARAMCO. Namun, rasanya tak cukup bagi Amerika jika hanya menghadirkan sebuah perusahaan di negeri-negeri Arab. Oleh karena itu, Paman Sam merasa perlu menghadirkan sebuah negara yang memiliki visi satu arah dengan mereka.
Baca juga : https://narasipost.com/world-news/10/2023/makin-erat-israel-beri-ucapan-kepada-arab-saudi/
Bagi Amerika, tidak ada satu negara pun yang paling cocok untuk melancarkan misinya di Timur Tengah, kecuali Israel. Kemudian AS pun menempatkan Israel di tengah kumpulan negara muslim sebagai anak tersayangnya. Melalui Israel, AS mampu menyukseskan agenda utama mereka yakni meningkatkan kepentingan strategis di Timur Tengah dan sekitarnya. Selain itu, seorang koresponden senior di Vox (situs web berita AS), Zack Beauchamp menyebut, keberadaan Israel di Timur Tengah dapat digunakan sebagai ujung tombak untuk membendung pengaruh Soviet di Timur Tengah yang merupakan musuh Amerika. (CNBC Indonesia.com, 14/04/2023)
Rencana Amerika saat menjadikan Isreal sebagai sekutu utama di Timur Tengah, ternyata mampu menghasilkan beberapa prestasi. Di antaranya, Israel telah berhasil mencegah munculnya gerakan nasionalis yang dianggap radikal, baik di Suriah, Lebanon, dan Palestina. Israel pun berhasil membuat Suriah tetap terkendali meski sudah menjadi sekutu Uni Soviet selama bertahun-tahun. Selain itu, berkecamuknya perang yang sering terjadi di Israel, sesungguhnya menjadi lahan uji coba bagi persenjataan Amerika di medan perang. Bahkan, badan intelijen Israel telah membantu AS dalam mengumpulkan intelijen dan operasi rahasia. (Tirto.id, 13/10/2023)
Hubungan di Atas Kepentingan
Harus disadari bahwa di negara-negara penganut ideologi kapitalisme, setiap hubungan yang dibangun dengan sekutu atau negara lain bukanlah semata-mata didasarkan pada kesamaan nilai-nilai demokrasi negara tersebut. Pun demikian dengan hubungan antara AS dan Israel. Sejatinya setiap hubungan yang dilakukan hanya didasarkan pada satu hal mendasar, yakni adanya kepentingan abadi. Faktor inilah yang terus akan menjadi tujuan dari hubungan di antara negara-negara kapitalis hingga di masa yang akan datang.
Bagi sebuah negara yang kekuatan politik dan militernya lebih unggul dari negara lain, maka sangat mungkin untuk mencapai kepentingannya sendiri. Namun, bagi negara yang kekuatannya lebih kecil dibanding negara lain, maka mereka akan mencari relasi untuk menghubungkan kepentingannya dengan kepentingan negara yang lebih kuat.
Fakta tersebut dapat disaksikan dari beberapa negara di Asia dan Eropa yang ikut membantu menyukseskan kepentingan Amerika, tetapi demi mencapai salah satu kepentingan mereka sendiri pula. Sebut saja Rusia yang ikut mewujudkan kepentingan AS dalam mempertahankan kendalinya terhadap rezim Suriah. Campur tangan tersebut dilakukan Rusia demi ikut mewujudkan kepentingannya sendiri. Rusia bahkan sampai ikut campur dengan kekuatan militernya.
Namun, harus disadari pula bahwa hubungan di atas kepentingan materialistis seperti ini sangat rapuh dan mudah goyah. Pasalnya, jika negara-negara tersebut tidak lagi memiliki kepentingan yang sejalan, maka relasi itu akan hancur seketika dan sering kali berubah menjadi permusuhan. Inilah yang sedang terjadi atas negara-negara Barat di bawah payung kapitalisme.
Khilafah, Harapan Kemerdekaan Hakiki
Melihat bagaimana mesranya hubungan AS dan Israel dari dahulu hingga kini, mustahil rasanya jika Paman Sam akan mampu menjadi penengah konflik Palestina-Israel. Resolusi-resolusi yang sejak dahulu dikeluarkan di bawah mandat Amerika dan Barat, sejatinya tidak akan menjadi penyelesaian yang hakiki.
Pasalnya, Amerika dan Baratlah yang justru melanggengkan penjajahan atas Palestina. Apalagi jika melihat bagaimana murah hatinya AS dalam menggelontorkan dana hingga miliaran dolar untuk eksistensi Israel. Oleh karena itu, tak layak jika kaum muslim masih menggantungkan harapan pada negara-negara penjajah tersebut. Untuk mewujudkan kemerdekaan hakiki bagi Palestina, seharusnya kaum muslim bersandar pada syariat Islam.
Satu-satunya solusi bagi kemerdekaan Palestina menurut kacamata syariat adalah dengan mencabut eksistensi penjajah dari tanah-tanah kaum muslim. Pasalnya, tanah Palestina adalah milik kaum muslim dan selamanya akan seperti ini. Oleh karena itu, jika ada yang merampasnya maka satu-satunya cara untuk mengambil kembali tanah tersebut adalah mengusir para perampas dari tanah Palestina.
Allah Swt. pun telah memberi petunjuk bagaimana seharusnya sikap kaum muslim terhadap penjajah Israel, yakni perangi dan usir. Sebagaimana yang tercantum dalam surah At-Taubah [9] ayat 14:
﴿قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ﴾
Artinya: "Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tangan kalian, menghinakan mereka, serta akan menolong kalian atas mereka sekaligus melegakan hati kaum muslim."
Jelaslah sudah, jihad adalah satu-satunya cara mengusir penjajah yang telah merampas tanah Palestina. Sayangnya, tidak adanya rezim negeri Islam yang menjadikan akidah dan syariat sebagai landasan dan standar dalam bernegara, sehingga mereka pun tidak mampu mengadopsi jihad sebagai politik luar negerinya. Inilah sejatinya yang menjadi alasan bagi seluruh kaum muslim untuk menegakkan institusi yang mengadopsi jihad fi sabilillah sebagai kebijakan luar negerinya. Institusi tersebut adalah Khilafah.
Khatimah
Demikianlah, harapan terbaik bagi kemerdekaan Palestina hanyalah pada Khilafah, bukan Amerika, PBB, atau lembaga apa pun yang berada di bawah kendali negara Barat. Lebih dari itu, kepemimpinan menyeluruh kaum muslim tersebut tidak akan terikat dan tunduk pada kepentingan materialistis yang menjadi ciri khas sistem kapitalisme. Namun, kepentingan utama Khilafah adalah mengemban seruan kemanusiaan untuk membebaskan manusia dari cengkeraman kezaliman dan kemusyrikan. Di bawah naungan Khilafah yang mandiri, maka negara akan mewaspadai kepentingan negara-negara lain terhadap Islam, kaum muslim, dan tanahnya.
Wallahu a'lam bishawab. []
hubungan akrab AS dan Israel seharusnya menyadarkan kaum muslim untuk tegas mencampakkan dominasi AS dan sekutunya yang terbukti sering mencampuri urusan politik negeri-negeri muslim.
Laknatullah 'alaih..
Rindu Khilafah kembali tegak, menyelamatkan umat Islam sedunia ..
Rindu banget. Apalagi kalau melihat anak-anak tak berdosa dibunuh dengan brutal tanpa ada yang mampu dan mau menolong, semakin rindulah kita dengan Khilafah.
Perbanyak sholawat asqil, biar mereka segera tepar.
Betul mbak, harus itu. Saya kalau nonton berita Zionis bawaannya emosi bin kesel.
Ikatan relasi azas manfaat dunia kapitalisme selamanya adalah musuh nyata bagi kaum muslim. Bersatulah kaum muslimin wujudkan penerapan Islam kaffah. Selamatkan Palestina dengan khilafah
Betul Bu, solusi Palestina adalah persatuan kaum muslim di bawah Khilafah. Tanpa itu, Palestina akan tetap terjajah
Nyata jika Amerika adalah penjajah negeri-negeri muslim yang sesungguhnya. namun anehnya banyak negeri muslim yang justru mengaharapkan perdamaian dari dia. Sungguh kita wajib sadar bahwa yang mampu membawa perdamaian hakiki hanya penerapan Islam dalam bingkai Khilafah Islamiah.
Betul mbak, inilah realitas dunia yang diatur oleh sistem kapitalisme. Mereka lebih percaya pada negara Barat daripada dengan Islam.
Ikatan antar penjajah selamanya tak akan ada manfaat bagi umat Islam sedikitpun. Memang benarlah, sesuai itu tatkala ideologi berhadapan dengan ideologi, adidaya bertemu dengan adidaya. Baru bisa seimbang. Amerika dan Israel betapa mereka ini couple yang cocok saat menjajah. Saatnya umat Islam 1 suara dan 1 perjuangan. Menegakkan junnah
Betul mbak, kapitalisme memang membentuk ikatan sebatas kepentingan. Sayangnya, banyak kepentingannya yang justru bertentangan dengan Islam ya.
Dalam sistem demokrasi kapitalis liberal, tidak ada teman abadi, pun demikian tidak ada musuh abadi. Yg ada kepentingan abadi.
Betul mbak. Itulah ikatan yang dibuat oleh manusia yang lemah.
Ikatan manfaat, aslinya dibelkang saling ejek atau bahkan saling tikam?
Ya, begitu deh. Di depan kau kupeluk, dibelakang, kau kutendang. Begitulah kira-kira ...
Jaxakunnallah khairan katsiran tim NP, semoga bermanfaat
Afwan tipo