Depopulasi Cina, Gejala Kepunahan Generasi

”Ancaman kepunahan populasi Cina dan negara-negara Asia Pasifik lainnya adalah wujud nyata penerapan sistem kapitalisme. Keserakahan kapitalisme dalam mengejar pertumbuhan ekonomi kapitalistik telah mengorbankan jutaan perempuan di dunia terutama Asia Pasifik.”

Oleh. Sartinah
(Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Cina tengah menanti ‘bom waktu’ demografis. Negara yang nyaris menjadi raksasa ekonomi dunia, tengah dibayang-bayangi ancaman punahnya populasi penduduk. Bahkan, pertumbuhan penduduk Negeri Tirai Bambu tersebut berada pada tingkat terendah selama lebih dari enam dekade. Ambisi ekonomi Cina nyatanya harus dibayar mahal dengan penurunan angka kelahiran yang berimbas pula pada penurunan jumlah angkatan kerja.

Lantas, apa sejatinya penyebab penurunan populasi penduduk Cina? Apa pula dampak yang ditimbulkan dengan rendahnya tingkat kelahiran di negara itu? Bagaimana seharusnya upaya hakiki dalam menjaga populasi manusia?

Krisis Kelahiran

Sebuah survei baru tentang populasi urban Cina yang dilakukan oleh Liga Pemuda Komunis Cina, menemukan fakta bahwa hampir setengah atau 50 persen wanita muda yang tinggal di perkotaan tidak berencana untuk menikah. Survei tersebut dilakukan terhadap 2.905 pemuda yang belum menikah dengan rentang usia antara 16 dan 26 tahun.

Di sisi lain, Cina juga harus menghadapi melambatnya pertumbuhan tahunan penduduk yang mencapai titik terendah. Fakta tersebut terungkap dalam sensus penduduk yang dihitung sekali dalam satu dekade. Hasil sensus menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata penduduk Cina turun menjadi 0,53 persen selama sepuluh tahun terakhir, turun dari 0,57 persen antara tahun 2000 dan 2010. (cnbcindonesia, 12/10/2022)

Sedangkan pada 2019, tingkat kelahiran nasional mencapai tingkat terendah dalam 70 tahun sejak Republik Rakyat Tiongkok berdiri. Sayangnya di tahun berikutnya jumlah kelahiran bayi turun lagi 18 persen. Ini artinya, negara yang memiliki penduduk terpadat di dunia yakni 1,4 miliar tersebut telah mengalami penurunan tingkat kesuburan. Di mana, sebelumnya ada lebih dari lima kelahiran per wanita menjadi kurang dari dua hanya dalam kurun waktu 40 tahun. (voi.id, 29/08/2021)

Kondisi tersebut menjadi salah satu tingkat kesuburan terendah di dunia. Bahkan, menurut lembaga think-tank YuWa Population Research, para wanita Cina berada pada tingkat terendah di dunia dalam hal keinginan memiliki anak. Kondisi yang nyaris sama juga tengah dialami oleh negara Asia lainnya yakni Korea Selatan dan Jepang. Di mana kedua negara tersebut juga tengah menghadapi krisis demografi yang tinggi.

Tingginya Beban Kerja

Hilangnya keinginan para wanita Cina untuk menikah dan memiliki anak disebabkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan sebuah survei yang dilakukan terhadap generasi Z, disebutkan bahwa 34,5 persen responden mengatakan jika mereka tidak punya waktu dan energi untuk menikah. Sedangkan 60,8 persen lainnya mengatakan, mereka sulit menemukan orang yang tepat, beratnya biaya ekonomi pernikahan, dan beban ekonomi ketika memiliki anak. Bahkan, di antara responden ada yang menyebut, mereka tidak pernah jatuh cinta. (cnbcindonesia, 12/10/2022)

Selain faktor tersebut, masyarakat Cina juga dihadapkan pada beratnya gaya hidup “9-9-6”. Di mana orang bekerja selama 12 jam sehari, dari jam sembilan pagi sampai sembilan malam, selama enam hari dalam seminggu. Hal inilah yang menghalangi masyarakat untuk memulai membina keluarga mereka sendiri dalam ikatan pernikahan. Fakta tersebut tentu menjadi alarm buruk bagi Cina yang tengah mengejar julukan sebagai raksasa ekonomi dunia.

Di tengah alarm bahaya punahnya populasi, selama satu tahun terakhir Cina getol memperkenalkan beberapa kebijakan untuk meningkatkan angka kelahiran. Kebijakan tersebut berupa pengurangan pajak, cuti hamil yang lebih lama, subsidi perumahan, peningkatan asuransi kesehatan, uang tambahan untuk anak ketiga, serta tindakan keras untuk les privat yang mahal.

Sebelumnya, selama lebih dari 35 tahun Partai Komunis berkuasa, mereka secara ketat telah memberlakukan kebijakan satu anak dalam satu keluarga, demi memangkas lonjakan penduduk dan mengurangi kemiskinan. Namun, saat ekonomi berkembang pesat, Cina justru dihadapkan pada fakta mencengangkan yakni penuaan populasi dan penyusutan angkatan kerja.

Cina pun mulai melonggarkan kebijakannya dengan membolehkan memiliki dua anak pada 2015. Karena tak berpengaruh signifikan, pemerintah kembali melonggarkan kebijakannya yang membolehkan memiliki tiga anak. Namun, penetapan kebijakan tiga anak menjadi UU disambut dengan skeptisisme dan kritik di sosial media Cina. Banyak wanita mengungkapkan kekhawatirannya akan biaya hidup yang tinggi, apalagi jika harus membesarkan tiga orang anak. Walhasil, banyak wanita muda di Cina yang berpikiran tentang karier, tidak menyukai tradisi seperti pernikahan dan persalinan.

Dampak Rendahnya Kelahiran

Menurunnya jumlah kelahiran yang berkelindan dengan penyusutan jumlah angkatan kerja telah menimbulkan kekhawatiran bagi Partai Komunis yang berkuasa. Pasalnya, fakta tersebut dapat menghalangi ambisi mereka untuk meningkatkan kekayaan nasional dan pengaruhnya di tingkat global. Selain itu, penurunan populasi penduduk juga akan berdampak pada bisnis di sektor-sektor tertentu.

Meski banyak negara yang mengalami masalah penuaan populasi seperti Jepang dan Korea Selatan, namun negara-negara tersebut telah menyerap investasi teknologi. Sementara perekonomian Cina justru masih mengandalkan pertanian dan industri padat karya. Cina masih mengandalkan populasinya sendiri untuk menopang ambisi negara itu menjadi pusat industri teknologi global. Padahal, di saat yang sama angkatan kerjanya terus berkurang.

Penurunan angkatan kerja adalah imbas dari minimnya angka kelahiran. Saat ini persentase angkatan kerja di Cina yang berusia 16 hingga 59 tahun, anjlok di kisaran 882 juta orang (sekitar 62 persen dari total populasi). Sedangkan populasi lansia berada di kisaran 267 juta orang (naik hampir 19 persen dari tahun 2020). Keberhasilan Cina dan negara Asia lainnya menjadi wilayah pertumbuhan ekonomi yang tinggi, nyatanya berbanding terbalik dengan jumlah angkatan kerjanya. Padahal, menyusutnya jumlah pekerja karena krisis kelahiran akan mereduksi generasi masa depan. Jika hal ini terus terjadi, maka pelan tetapi pasti Cina tengah menanti kepunahan ras mereka sendiri sebagai sebuah bangsa.

Kecacatan Kapitalisme

Ancaman kepunahan populasi Cina dan negara-negara Asia Pasifik lainnya adalah wujud nyata penerapan sistem kapitalisme. Keserakahan kapitalisme dalam mengejar pertumbuhan ekonomi kapitalistik telah mengorbankan jutaan perempuan di dunia terutama Asia Pasifik. Di mana, Asia Pasifik menjadi harapan terakhir bagi kapitalisme. Keserakahan kapitalisme telah mengakibatkan migrasi besar-besaran kaum perempuan ke dunia kerja.

Kapitalisme memang memandang rendah perempuan sejak awal. Perempuan hanya dihargai sebagai pekerja, sehingga peran puncaknya hanya diartikan menurut sudut pandang ekonomi semata. Yakni bagaimana agar perempuan dapat menghasilkan materi dan keuntungan bagi bisnis kapitalis dengan mengatasnamakan pemberdayaan perempuan. Para perempuan akhirnya hanya dipandang sebagai mesin pertumbuhan ekonomi, bukan lagi sebagai ibu pencetak generasi.

Sejatinya penerapan ekonomi global di seluruh dunia dengan prinsip pasar bebasnya, mengakibatkan kekayaan hanya berputar di kalangan elite semata. Hal ini telah melahirkan derita kemiskinan akut di seluruh dunia. Kemiskinan tersebut akhirnya membuat masyarakat membatasi jumlah anak bahkan tidak berkeinginan memiliki anak. Kapitalisme akhirnya berhasil mengubah haluan kaum perempuan untuk fokus mengejar karier daripada membangun keluarga. Inilah gejala kepunahan suatu bangsa sebagai bayaran mahal atas kemajuan ekonomi yang terus dikejar.

Islam Menjaga Populasi

Jika pemberdayaan perempuan dalam kapitalisme adalah mendorong perempuan menjadi mesin ekonomi kapitalis, berbeda halnya dengan paradigma Islam. Dalam pandangan Islam, pemberdayaan perempuan adalah optimasi perannya sebagai pendidik dan penjaga peradaban generasi di masa yang akan datang, bukan sebagai angkatan kerja.

Sebab, hukum asal seorang wanita adalah menjadi ibu bagi anak-anaknya dan mengelola rumah suaminya. Islam menjamin fitrah keibuan tetap berhasil di tengah masyarakat dan memastikan lahirnya generasi terbaik dengan dukungan sistem ekonomi, pendidikan, dan sosial yang tercermin dalam peradaban Islam.

Islam dengan segala keunggulannya akan menjaga eksistensi manusia dari waktu ke waktu. Penjagaan tersebut terpatri dalam konsep ketahanan keluarga yang ditawarkan Islam, yakni:

Pertama, Islam menjadikan pernikahan dan memuliakan lembaga pernikahan sebagai satu-satunya metode melestarikan keturunan.

Kedua, Islam menata pembagian tugas antara suami dan istri juga mengatur pola persahabatan di dalamnya. Hal-hal tersebut terangkum dalam seperangkat hukum-hukum keluarga.

Ketiga, Islam menjelaskan betapa mulia dan bergengsinya peran sebagai ibu bagi para perempuan. Bahkan, Allah Swt. sampai mewajibkan penghormatan kepada seorang ibu sebanyak tiga kali sebelum ayah.

Keempat, Islam menetapkan bahwa tujuan berkeluarga adalah untuk beribadah kepada Allah Swt., bukan untuk memenuhi naluri seksual semata.

Kelima, Islam memberikan landasan keimanan dan ketawakalan terhadap rezeki, sehingga tidak mengacak-acak pembagian peran dalam keluarga. Yakni, laki-laki berperan sebagai penanggung jawab nafkah bagi keluarganya.

Keenam, Islam menjalankan sistem ekonomi yang sehat dan menolak model keuangan berbasis riba ala kapitalisme. Selain itu, syariat Islam juga melarang terjadinya privatisasi sumber daya alam; penimbunan kekayaan; investasi asing dalam pembangunan infrastruktur, pertanian, industri, dan teknologi. Hal itu dilakukan agar kemiskinan tidak merajalela, lapangan pekerjaan mudah didapatkan, serta pupusnya kesenjangan sosial.

Prinsip hakiki dalam ketahanan keluarga hanya bisa diwujudkan di bawah naungan Khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Khilafah adalah penjaga dan perisai bagi seluruh umat muslim di dunia. Di bawah naungan Khilafah pula kehormatan para ibu terjaga dan generasi muslim memiliki martabat mulia. Hanya Khilafah yang mampu melindungi umat manusia dari ancaman depopulasi karena kerakusan ekonomi kapitalis. Saking pentingnya peran penguasa, Utsman bin Affan r.a. bahkan sampai berkata, “Sesungguhnya Allah Swt. telah memberikan wewenang kepada penguasa untuk menghilangkan sesuatu yang tidak bisa dihilangkan oleh Al-Qur’an.”

Khatimah

Gejala punahnya populasi adalah sebuah keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Gejala tersebut tidak hanya terjadi di negara-negara Barat sebagai pengekspor kepunahan generasi, namun telah dirasakan oleh negeri-negeri muslim. Kondisi ini hanya bisa dicegah jika umat Islam kembali kepada ajaran agamanya dan terus menggaungkan visi politik Islam dalam menjaga kelestarian manusia dan menjaga peradaban Islam.
Wallahu a’lam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Rempaka literasiku
Sartinah Seorang penulis yang bergabung di Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan sering memenangkan berbagai challenge bergengi yang diselenggarakan oleh NarasiPost.Com. Penulis buku solo Rempaka Literasiku dan beberapa buku Antologi dari NarasiPost Media Publisher
Previous
Inflasi Buah Pahit Sistem Ekonomi Kapitalisme
Next
Larangan Burkak di Swiss, Mereka Hendak Memadamkan Cahaya Islam
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram