”Maka demi melanggengkan hegemoninya, Amerika Serikat merasa perlu menciptakan instabilitas politik di negara Iran. Dimulai dari berbagai propaganda baik itu berupa islamofobia hingga monsterisasi terhadap syariat Islam, khususnya busana muslimah.”
Oleh. Rahmiani. Tiflen, Skep
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Seorang wanita Kurdi harus meregang nyawa tatkala berhadapan dengan polisi moral di Teheran. Hal itu bermula saat Mahsa Amini dinyatakan melanggar ketentuan negara yaitu berjilbab secara tidak benar. Buntut dari kasus kematian itu, adalah aksi demonstrasi yang dilakukan secara besar-besaran. Mereka mengecam aturan wajib berhijab yang telah ditetapkan oleh pemerintah sejak revolusi Islam tahun 1979, hingga melakukan aksi potong rambut dan juga membakar jilbab.
Meski demikian, pihak pemerintah mengklaim ada upaya intervensi yang dilakukan pihak asing yakni Amerika Serikat dan Uni Eropa dalam aksi tersebut. Terlebih Iran merupakan negara yang masih menerapkan sistem presidensial di samping otokrasi. Sehingga, menjadi salah satu jalan bagi masuknya pengaruh asing yang kian mengancam kestabilan politik dalam negeri. Lalu adakah cara jitu bagi pemerintah maupun rakyat Iran dalam menyelesaikan permasalahan pelik yang kini menimpanya?
Kronologi Kematian Mahsa Amini
Melansir dari Sindonews.com, 22 September 2022, bahwa telah terjadi demonstrasi yang dilakukan oleh massa di beberapa kota di Iran, diikuti dengan aksi melepas dan membakar jilbab. Adapun tindakan tersebut dilakukan sebagai protes atas kematian Mahsa Amini, seorang wanita muda etnis Kurdi Iran yang meninggal usai ditangkap polisi moral dengan tuduhan berjilbab secara tidak pantas. Diketahui aksi demonstrasi itu berlangsung selama beberapa hari setelah kematian Amini.
Salah satu pengguna akun @1500tasvir, dengan pengikut lebih dari 80.000, turut membagikan video tentang para wanita yang melepas jilbab mereka dalam protes di banyak kota di Iran. Tindakan tersebut pun dinilai merupakan adegan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Iran, terlebih sejak revolusi Islam 1979.
Dalam unggahan salah satu video yang direkam di utara kota Sari, tampak seorang wanita menari dengan memegang jilbab (kerudung) di tangannya. Kemudian sontak melemparkannya ke dalam api dan disambut sorak-sorai dari para pengunjuk rasa lainnya. Sejumlah aktivis dari pengunjuk rasa menyatakan bahwa Mahsa Amini dipukuli petugas polisi moral saat ditahan, yang mana pemukulan itu menyebabkan luka serius hingga menjadi sebab kematiannya. Namun tudingan tersebut ditepis oleh pihak kepolisian setempat.
Kantor berita IRNA pun ikut mewartakan, protes terjadi pada hari Selasa namun kemudian mengecilkan jumlah demonstrannya secara signifikan. Media itu juga melaporkan bahwa para pengunjuk rasa telah merusak properti publik.
Upaya Intervensi Asing
Dalam peristiwa demonstrasi itu, diduga ada intervensi dari pihak asing yang mana hal tersebut disampaikan oleh gubernur Teheran. Dikatakannya bahwa, pasukan keamanan Iran telah berhasil menangkap beberapa warga negara asing selama aksi protes yang berlangsung di ibu kota.
Kemudian otoritas setempat pun menuduh dinas intelijen asing terlibat dalam kerusuhan yang sedang berlangsung di negara itu. Sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Naser Kanani, turut mengecam keras sikap intervensionisme Amerika Serikat dan Uni Eropa di balik kematian Amini.
Jelas sudah ada propaganda asing yang turut dimainkan, demi mencari keuntungan di tengah kerusuhan yang terjadi di negara Iran. Terlebih Iran merupakan negara yang kaya akan berbagai sumber daya alam seperti; minyak, batu bara, gas alam, kromium, mangan, seng, tembaga, timah, baja, semen, gula, petrokimia, dan karpet.
Maka demi melanggengkan hegemoninya, Amerika Serikat merasa perlu menciptakan instabilitas politik di negara Iran. Dimulai dari berbagai propaganda baik itu berupa islamofobia hingga monsterisasi terhadap syariat Islam, khususnya busana muslimah. Terlebih ketika mengkaji sejarah terkait revolusi Islam yang terjadi di negeri Persia itu.
Berdasarkan catatan sejarah, revolusi Iran merupakan salah satu revolusi yang memiliki pengaruh besar, khususnya bagi gerakan Syiah di negara-negara Timur Tengah pada abad ke-19. Gerakan ini pun merupakan reaksi atas kebijakan rezim Pahlevi yang diktator, dan sangat cenderung pada Barat.
Rezim Pahlevi pun banyak menciptakan kebijakan yang memojokkan posisi ulama di Iran. Akibatnya, para ulama perlahan-lahan menghimpun kekuatan dari berbagai lapisan masyarakat guna mewujudkan perubahan. Revolusi itu kemudian dipelopori oleh Ali Shariati, dan Ayatullah Khomeini, sekaligus menjadi revolusi Timur Tengah yang paling banyak disoroti dunia Barat. Bersamaan dengannya, banyak juga kepentingan asing yang ikut terancam sebagai akibat dari revolusi yang berlangsung dari tahun 1977 hingga 1979. Bagi Amerika Serikat dan juga kroni-kroninya, keberadaan syariat Islam di Iran saat ini dapat menjadi ancaman tersendiri atas eksistensi mereka sebagai kampiun demokrasi.
Hal ini pun mirip dengan strategi Amerika Serikat sebelumnya dalam penguasaan negeri-negeri kaum muslimin di Timur Tengah yang dilakukan melalui Arab spring, kemudian pembentukan kelompok Isis, hingga Taliban. Apalagi saat ini Iran tengah menerapkan sistem otokrasi Islam meski tidak murni, sebab Iran pun menganut sistem presidensial yang notabene adalah bagian dari kapitalisme sekuler. Semuanya adalah bentuk legitimasi Amerika Serikat dan negara-negara kafir atas penjajahan mereka. Allah Subhanahu wa ta'ala telah memperingatkannya dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS. An-Nisa : 141)
Solusi Hakiki dengan Penerapan Islam Kafah
Meski begitu, tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Iran pun tak bisa dibenarkan seratus persen. Walaupun ada salah seorang muslimah yang melakukan pelanggaran terhadap syariat Islam, yaitu mengenakan hijab tidak sebagaimana mestinya. Seharusnya langkah yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan melakukan pembinaan terlebih dahulu, melalui pembentukan individu yang bertakwa. Sehingga dari sana akan lahir kesadaran untuk taat kepada syariat Islam tanpa paksaan.
Namun tersebab Iran masih belum menerapkan syariat Islam secara komprehensif, yang mana di satu sisi ada pemimpin otokrasi yang dalam hal ini adalah ulama Syiah sementara di sisi lain ada kepala negara sebagai pemimpin tertinggi kedua. Maka wajar jika syariat Islam tidak mampu menjadi rahmat bagi rakyat Iran khususnya. Alih-alih menjalankan amar makruf nahi mungkar, yang terjadi justru pemerintah bertindak diktator hingga menindas rakyat.
Penerapan syariat Islam yang hanya sebagian pun, pada akhirnya akan mengakibatkan kaum muslimah tidak paham akan esensi berhijab itu sendiri. Merasa terpaksa menggunakan busana muslimah, sebab tidak lahir dari kesadaran penuh bahwa dirinya adalah makhluk Allah taala yang wajib tunduk serta patuh pada seluruh aturan-Nya termasuk berhijab. Sehingga, ketika ada serangan pemikiran dan juga propaganda dari pihak-pihak yang ingin merusak kemuliaan kaum muslimin, maka mereka mudah sekali terjebak pada narasi kebebasan atas nama hak asasi manusia.
Sejatinya kasus tersebut tidak akan pernah selesai, bahkan bisa muncul dengan wajah yang lain selama Iran masih berpegang pada sistem pemerintahan hari ini. Sebab, sesungguhnya perubahan rezim saja tak cukup untuk mengurai beragam permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Iran, terlebih kaum muslimin pada umumnya.
Dengan demikian jalan satu-satunya adalah kembali pada aturan Allah taala secara kafah, dalam bingkai Khilafah Islamiah. Sehingga, dengan sendirinya Khilafahlah yang akan tampil sebagai negara adidaya tandingan guna melawan kekuasaan Amerika Serikat beserta kroni-kroninya. Khilafah juga akan menciptakan stabilitas negara, melalui periayahan pada seluruh rakyatnya, kemudian mewujudkan individu bertakwa, masyarakat yang senantiasa mengoreksi penguasa dengan jalan amar makruf nahi mungkar, dan menerapkan seluruh aturan-Nya dalam satu kepemimpinan tunggal bagi seluruh umat manusia. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةًۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah : 208).
Wallahu alam bis showab.[]