Datangnya Topan Yagi tidak dapat diketahui jauh hari sebelum terjadi sehingga dibutuhkan mitigasi sebelum, saat, dan sesudah topan menyerang.
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sudah jatuh tertimpa tangga. Peribahasa ini sepertinya sesuai dengan kondisi masyarakat Myanmar saat ini. Setelah diterjang Topan Yagi, banjir besar datang menambah penderitaan mereka. Lebih dari 230 ribu orang harus meninggalkan rumah mereka akibat banjir.
Ibu kota Naypyidaw merupakan kota yang paling parah terdampak banjir. Radio Free Asia melaporkan bahwa sedikitnya 160 orang tewas akibat banjir dan tanah longsor. Sementara itu, 300 orang terjebak banjir di tepi timur Sungai Sittaung. (liputan6.com, 14-09-2024)
Terbentuknya Topan Yagi dan Dampaknya
Topan Yagi merupakan salah satu siklon tropis yang menyerang wilayah Asia. Siklon ini menyebabkan angin kencang, hujan lebat, serta berpotensi kuat menimbulkan petir dan kilat. Siklon tropis biasanya akan berkurang kekuatannya saat mendekati daratan.
Topan Yagi atau Thyphoon Yagi pertama kali dideteksi oleh badan meteorologi Jepang pada 2018. Topan ini kemudian diberi nama “yagi” yang artinya “kambing dan konstelasi Capricornus.” Ini merupakan nama makhluk mitos setengah kambing dan setengah ikan.
Sebagaimana siklon tropis lainnya, Topan Yagi terbentuk karena terjadinya gangguan tropis sehingga berkembang menjadi badai yang kuat. Proses terjadinya Topan Yagi diawali dengan adanya pemanasan air laut di wilayah tropis sehingga memanaskan udara di atasnya. Udara panas ini naik ke atmosfer bumi membawa uap air. Uap air ini kemudian mengembun dan membentuk awan badai. Makin banyak uap air yang terkumpul, makin kuat pula badai yang terbentuk. Sistem badai akan berputar di pusat yang memiliki tekanan rendah.
Dampak terjadinya Topan Yagi bervariasi, bergantung pada wilayah yang dilaluinya. Di beberapa wilayah, topan ini membawa hujan lebat sehingga menyebabkan terjadinya banjir besar serta longsor. Topan Yagi juga dapat menyebabkan angin kencang sehingga menumbangkan pepohonan serta merusak bangunan. (jatimtimes.com, 11-09-2024)
Di Myanmar, topan ini telah menyebabkan meluasnya banjir bandang, seperti di bagian tengah Mandalay, Magway, Bago, Delta Ayeyarwaddy, dan Naypyitaw. Lebih dari 160 ribu rumah mengalami kerusakan. Selain itu, kerusakan juga terjadi pada 117 kantor pemerintah, 1.040 sekolah, 386 rumah ibadah, jembatan, jalan, gardu listrik, serta menara telekomunikasi. (voaindonesia.com, 17-09-2024)
Para ilmuwan mengatakan bahwa badai dan topan yang besar lebih sering terjadi akibat perubahan iklim. Pemanasan global menyebabkan perairan laut lebih hangat. Akibatnya, badai akan mendapatkan lebih banyak energi sehingga kecepatannya lebih tinggi. Atmosfer yang lebih hangat juga menyebabkan makin banyaknya uap air yang terkumpul sehingga curah hujan lebih tinggi.
Sebelum menerjang Myanmar pada 7 September, Topan Yagi telah menghantam Filipina pada 2 September. Kemudian pada 6 September, topan ini menerjang Cina. Menurut Pusat Prakiraan Hidrometeorologi Nasional Myanmar, saat menerjang negara itu, kecepatan Topan Yagi mencapai 213 kilometer per jam.
Topan Yagi Menambah Penderitaan
Sebelum diterjang Topan Yagi, rakyat Myanmar telah lama hidup dalam penderitaan. Sejak mendapat kemerdekaan dari Inggris pada 1948, negara ini terus dilanda perang saudara. Tidak ada pemimpin yang berhasil menyatukan masyarakat di negara multietnis tersebut. Hingga kini, perang saudara di Myanmar telah berlangsung selama hampir delapan dekade. Ini adalah perang saudara terpanjang di dunia.
Perang saudara itu terjadi antara kelompok etnis bersenjata melawan junta militer yang merebut kekuasaan dari pemerintahan sipil yang sah. Korban telah banyak berjatuhan. Menurut PBB, sebanyak 3,4 juta orang terpaksa mengungsi akibat kerusuhan dan perang saudara. Mereka hidup di kamp-kamp pengungsi dan kekurangan pasokan makanan serta layanan kesehatan. Datangnya Topan Yagi yang menyebabkan banjir besar pun menambah penderitaan mereka.
Pentingnya Mitigasi Negara
Bencana alam seperti Topan Yagi dapat datang sewaktu-waktu tanpa memberitahu manusia terlebih dahulu. Namun, manusia dapat mempelajari polanya dan memahami bagaimana cara mengurangi dampaknya. Karena itulah, dibutuhkan mitigasi, yaitu serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana, baik berupa pembangunan fisik maupun edukasi kepada masyarakat.
Oleh karena itu, mitigasi bencana harus dilakukan sebelum, saat, dan setelah terjadinya bencana. Mitigasi sebelum bencana dilakukan untuk menghadapi datangnya bencana. Misalnya, untuk menghadapi datangnya angin topan dengan cara membuat bangunan yang kokoh dan tahan terpaan angin kencang.
Sementara itu, mitigasi saat bencana adalah upaya yang dilakukan saat terjadi bencana. Misalnya, saat terjadi angin topan, segera masuk ke dalam rumah dan menutup seluruh pintu serta jendela. Adapun mitigasi setelah bencana adalah dengan mengevakuasi para korban serta menghitung jumlah kerugian.
Sayangnya, mitigasi bencana ini sulit dilakukan di Myanmar. Situasi politik di Myanmar saat ini membuat junta militer yang berkuasa hanya menguasai setengah dari wilayah Myanmar. Hal ini menyebabkan sulitnya pemberian bantuan kepada para korban yang berada di wilayah kekuasaan kelompok bersenjata.
Mitigasi Bencana dalam Islam
Mitigasi bencana merupakan tanggung jawab penguasa. Hal ini sesuai dengan HR. Bukhari dan Muslim.
الإمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: "Imam adalah penggembala dan dia akan ditanya tentang penggembalaannya.”
Oleh karena itu, para penguasa muslim dahulu berusaha melakukan ikhtiar untuk mengurangi dampak bencana. Mereka membayar para insinyur untuk membuat alat dan metode peringatan dini, mendirikan bangunan tahan bencana, serta membangun bunker untuk menyimpan cadangan logistik. Selain itu, para penguasa juga menyiapkan masyarakat agar memiliki sikap tanggap darurat. Masyarakat tahu bagaimana melakukan evakuasi diri dengan cepat, menyiapkan barang-barang penting saat evakuasi, serta mengurus jenazah yang menjadi korban bencana.
Semua itu membutuhkan dana yang besar. Namun, hal itu bukan masalah karena para penguasa muslim menerapkan sistem perekonomian Islam. Dalam sistem ini, akan terdapat banyak sumber pendapatan negara, salah satunya adalah harta milik umum berupa SDA. Pengelolaan SDA akan dilakukan oleh negara sebagai wakil dari rakyat. Hasilnya dapat dinikmati oleh rakyat secara langsung atau dijual dan keuntungannya dimasukkan ke dalam baitulmal.
Selain harta milik umum, ada sumber pendapatan lain untuk mengisi kas baitulmal, seperti jizyah, kharaj, serta ganimah. Jika kas baitulmal kosong, negara dapat menarik pajak dari orang-orang kaya yang memiliki kelebihan harta. Dengan dana yang besar seperti ini, mitigasi bencana dapat dilaksanakan dengan baik. Mereka yang terkena bencana akan mendapatkan layanan dasar, seperti makanan dan layanan kesehatan.
Mitigasi bencana ini telah dilakukan oleh para khalifah, seperti yang dilakukan oleh Khalifah Al-Muqtadi Billah dari Bani Abbasiyah. Saat itu, datang angin yang membawa pasir dan debu hitam. Suara angin itu sangat keras hingga kaum muslim mengira bahwa hari kiamat telah tiba. Khalifah kemudian memerintahkan kepada seluruh pejabat dan umat Islam untuk melakukan evakuasi terhadap para korban.
Khatimah
Sebagaimana bencana alam lainnya, datangnya Topan Yagi tidak dapat diketahui jauh hari sebelum terjadi. Oleh karena itu, dibutuhkan mitigasi sebelum, saat, dan sesudah topan menyerang. Hal ini hanya dapat dilakukan jika penguasa memahami kewajibannya sebagai pelayan rakyat. Penguasa seperti ini hanya ditemukan dalam sistem yang menerapkan Islam kaffah.
Wallahua’lam bishawab. []
Iya sungguh miris sekali, manusia sekarang telah dijauhkan dari agama
Bencana alam aja dikaitkan dengan syirik yaa, miris banget