Mata Uang Zimbabwe Menuju Standar Emas

Mata Uang Zimbabwe

Zimbabwe telah mengajarkan pada negeri mana pun, bahwa dengan menggunakan uang kertas artinya sedang bunuh diri ekonomi.

Oleh. Erdiya Indrarini
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Dunia terperanjat! Setelah sekian lama uang kertas berserak dan rakyatnya hidup dalam kepayahan, kini Zimbabwe mengganti mata uang negaranya dengan standar emas. Akankah negeri ini mampu bangkit dari keterpurukan?

Dilansir dari cnnindonesia.com (1-9-2024), mata uang nasional Zimbabwe dikonversi dari dolar Zimbabwe menjadi ZiG (Zimbabwe Gold). Peluncurkan mata uang baru dengan standar emas ini berlaku mulai 5 April 2024. Langkah tersebut diambil pemerintah Zimbabwe untuk mengurangi mata uang yang tidak stabil dan hiperinflasi di negara tersebut.

Sebelumnya, Bank Dunia mencatat bahwa Zimbabwe terus berjibaku dengan sulitnya ekonomi karena tidak stabilnya moneter dan nilai tukar yang sangat rendah. Oleh karena itu, para ahli mengatakan bahwa negara tersebut perlu memiliki mata uang yang stabil guna memulihkan ekonomi.

Hal ini karena selama bertahun-tahun, Zimbabwe bertarung melawan inflasi tinggi hingga melampaui 500 persen. Menanggapi kondisi tersebut, Bank Sentral Zimbabwe menyatakan bahwa nilai tukar telah menyebabkan kenaikan inflasi tahunan.

Lantas, apakah Zimbabwe akan bangkit dari kehancuran ekonomi dengan mata uang baru berstandar emas?

Sejarah Zimbabwe

Dikutip dari wikipedia.org, Zimbabwe adalah negara di Afrika Tenggara yang terkurung daratan. Negara ini berbatasan dengan Afrika Selatan di sebelah selatan, di barat daya dengan Botswana, dengan Zambia di selatan utara, dan sebelah timur dengan Mozambik. Ibu kota negara berpenduduk sekitar 15 juta orang ini bertempat di Harare.

Dulunya, Zimbabwe adalah negara yang besar dan kaya raya, sehingga disebut sebagai Zimbabwe Raya. Negara-kota ini menjadi salah satu pusat perdagangan utama Afrika pada abad ke-11 dengan mengendalikan emas, gading, dan komoditas berharga lainnya. Perdagangan ini mengalami kejayaannya pada abad ke-13 hingga abad ke-15 Masehi. Setelah itu, perlahan mengalami kemunduran.

Pada tahun 1880-an para kolonis Eropa datang, dan pada tahun 1888 mereka memperoleh konsesi untuk hak penambangan. Pada akhirnya, Zimbabwe diberikan kemerdekaan oleh Pangeran Charles sebagai wakil Inggris pada April 1980 dengan sebuah upacara di Harare.

Presiden pertama Zimbabwe setelah kemerdekaannya adalah Canaan Banana. Ia berperan secara seremonial sebagai kepala negara. Namun, Robert Mugabe adalah perdana menteri dan kepala pemerintahan pertama negara itu.

Selama tahun 1990-an, mahasiswa, anggota serikat pekerja, dan pekerja lainnya sering menunjukkan ketidakpuasan terhadap kebijakan partai Mugabe. Pada tahun 1996, para pegawai pun melakukan pemogokan karena masalah gaji. Tidak hanya itu, pada tahun 1997 pun terjadi pandemi hingga diperkirakan 25% dari populasi terinfeksi HIV.

Semenjak kemerdekaannya, Zimbabwe terus mengalami kehancuran ekonomi. Keadaan ini membuat Presiden Mugabe mengeluarkan kebijakan untuk mencetak uang secara terus-menerus guna membiayai pemerintahannya. Pada saat terlalu banyak uang yang beredar di pasar, maka harga barang-barang menjadi tinggi, dan terjadi hiperinflasi.

Mata Uang Kertas Penyebab Inflasi

Barat sebagai pencetus uang kertas menjadikannya sebagai alat untuk menjajah negara-negara berkembang. Bagaimana tidak, semua mata uang harus berstandar pada dolar AS. Artinya, ketika sebuah negara berkembang menggunakan mata uang kertas, artinya negara itu sedang dijajah, baik disadari maupun tidak. Dampak penggunaan uang kertas adalah negara tersebut akan mengalami inflasi secara berkala dan sepanjang masa.

Mengenai hal ini, pakar ekonomi syariah Dwi Condro Triono, Ph.D mengatakan bahwa inflasi yang terus terjadi disebabkan beberapa hal sebagai berikut.

Pertama, keberadaan seignorage, yaitu keuntungan bank yang diperoleh dari selisih antara nilai intrinsik dan nilai nominal.

Contohnya, biaya cetak satu lembar dolar AS adalah 4 sen dolar AS atau sekitar 600 rupiah. Sementara itu, misalkan satu dolar dihargai kira-kira 15 ribu rupiah, maka mencetak satu lembar uang 1 dolar AS, untungnya sekitar 14.400 rupiah. Bagaimana jika mencetak lembaran yang bernilai 10 dolar AS? Tentu lebih berlipat lagi keuntungannya. Akibatnya, dengan biaya cetak yang murah, maka bank-bank cenderung mencetak melebihi penerimaan anggaran, dan hal ini akan mendorong inflasi.

Kedua, adanya sistem cadangan sebagian (Fractional reserve system), yaitu bahwa bank umum diberi kewenangan untuk melipatgandakan uang kertas yang masuk dalam depositonya. Jadi, ketika bank mendapat uang dari nasabah, maka sebagian akan disimpan guna persiapan uang cash atau mengisi ATM.

Sementara itu, ketika ada pengusaha atau pihak-pihak yang ingin meminjam, mereka akan diberikan uang giral yang hanya berupa angka digital dalam buku tabungan, dan bukan uang fisik. Sedangkan jumlah yang dikreditkan bisa berkali lipat dari jumlah yang didapat dari nasabah sesuai peraturan Bank Sentral yang wajib dipatuhi. Pemberian kewenangan inilah yang akan menimbulkan inflasi.

Ketiga, adanya suku bunga (interest). Keberadaan suku bunga ini mengakibatkan perputaran uang disektor finansial jauh lebih besar dari pada sektor riil. Perputaran uang yang tinggi di sektor nonriil tentu menyebabkan kebutuhan melebihi penawaran barang dan ini akan memicu inflasi yang tinggi.

Keempat, adanya praktik spekulasi, yaitu mengejar keuntungan yang paling tinggi. Keberadaan suku bunga menyebabkan fungsi mata uang yang tadinya hanya sebagai alat tukar, bertambah fungsi menjadi alat komoditas. Di antaranya adalah membeli saham atau ditaruh di pasar uang untuk mendapat bunga.

Kelima, adanya kurs atau nilai tukar mata uang. Dengan perbedaan mata uang antarnegara, maka untuk perdagangan dimunculkan nilai kurs mata uang. Namun, fluktuasi nilai kurs ini justru mengakibatkan munculnya jual beli mata uang yang sifatnya spekulatif sehingga orang bisa saja memborong dolar bukan untuk mengimpor barang atau sektor riil, tetapi untuk jual beli kurs.

Tingginya transaksi spekulatif ini akan menyebabkan kebutuhan uang melebihi penawaran barang. Padahal, jika uang yang beredar itu lebih besar dari barang yang ditawarkan, maka itu sumber inflasi. Padahal, inflasi sejatinya adalah penyakit yang sangat membahayakan dan mematikan bagi perekonomian negara.

Oleh karena itu, Zimbabwe telah mengajarkan pada negeri mana pun, bahwa dengan menggunakan uang kertas artinya sedang bunuh diri ekonomi. Maksudnya, dengan uang kertas, maka cepat atau lambat ekonomi negara akan mengalami distruksi atau kerusakan dan kehancuran. Dengan uang kertas, terbukti Zimbabwe mengalami bencana ekonomi mulai dari ekstrem hiperinflasi, sampai resesi yang berdampak buruk pada kehidupan rakyatnya.

Keunggulan Mata Uang Standar Emas

Dalam sistem Islam, mata uang yang digunakan harus berbasis emas dan perak. Hal ini telah dicontohkan Rasulullah saw. dengan menggunakan dinar dan dirham. Emas dan perak tidak pernah berubah baik nilai, kadar, dan masanya juga tak akan lekang oleh zaman. Selain itu, ukuran emas dan dirham juga digunakan dalam menghitung zakat maupun dalam menegakkan nisab.

Di samping itu, mata uang berbasis emas tidak akan mengalami inflasi atau krisis sebagaimana uang kertas. Bahkan, standar emas akan memastikan jumlah uang dalam ekonomi sebanding dengan pertumbuhan ekonomi. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi menjadi nyata dan terus berkelanjutan.

Oleh karena itu, nilai tukar mata uang berstandar emas tidak akan bisa dipermainkan atau terpengaruh oleh nilai uang kertas mana pun termasuk dolar AS atau euro. Bahkan, mata uang emas akan menjadi poros atau matahari bagi mata uang mana pun di dunia. Semua aman jika berstandar pada emas dan perak. Rasulullah saw. bersabda,

ﻳﺄَﰐْ عَلى النَاسِ زَمَان مَن لَمْ يَكُنْ مَعَهُ اَبيَضُ ٯَ ﻻَ اَصْفَررُ لَمْ يَتَهِن ِبالْعَيْشِ

”Akan datang suatu masa pada umat manusia, pada saat itu orang yang tidak memiliki putih (perak) dan kuning (emas), dia akan kesusahan dalam kehidupan.” (HR. Imam Thabrani).

ﻳَﺄِﰐْعَلَى النَاسِ زَمَانﻻَيَنْفَعُ فِيْهِ اِﻻَالدِيْنَارُ وَالدِرهَمُ

”Akan datang suatu masa pada umat manusia, pada masa itu tidak ada yang bermanfaat kecuali dinar (uang emas) dan dirham (uang perak).” (HR. Imam Ahmad).

Kebijakan Moneter Islam Menjaga Stabilitas Ekonomi

Islam mengatur segala aspek kehidupan termasuk ekonomi. Semua itu dilakukan sejalan dengan perintah dan larangan Allah Swt. yaitu syariat. Di antaranya, Islam menghapus pajak yang bersifat antibisnis, seperti pajak perusahaan. Dengan demikian, pengusaha akan lebih aktif dalam berbelanja dan berinvestasi untuk meningkatkan bisnis mereka. Dampaknya, hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Selain itu, setiap individu dilarang menyimpan atau menumpuk harta atau uang. Menyimpan harta tanpa tujuan akan dikenakan zakat dan berpotensi mendapat hukuman bagi mereka yang menimbun kekayaan tanpa alasan.

Sistem Islam juga melarang untuk menyimpan harta termasuk uang di sektor perbankan dan investasi portofolio yang mengharapkan bunga tanpa risiko. Untuk itu, industri keuangan yang berbasis utang bunga, dan aktivitas berbasis spekulasi akan ditutup. Sebaliknya, sistem Islam akan mendorong agar harta atau uang diinvestasikan dalam bisnis riil termasuk bidang jasa yang tidak melanggar syariat.

Meskipun tidak melarang bertransaksi menggunakan selain emas dan perak, tetapi Islam mewajibkan penerapan standar moneter pada emas dan perak. Standar ini memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan standar mata uang kertas. Hal ini karena standar emas dan perak memiliki nilai nominal dan nilai intrinsik atau nilai yang terdapat pada fisik uang itu sendiri. Inilah yang membuat nilai uang menjadi stabil, karena tidak tunduk pada keputusan otoritas moneter yang bisa mengatur jumlah uang beredar.

Baca: zimbabwe-hiperinflasi-koin-emas-jadi-solusi

Dengan demikian, sudah saatnya umat menyadari bahwa negeri-negeri muslim mesti kembali pada mata uang berstandar emas dan perak, sebagaimana yang Rasulullah syariatkan.

Wallahualam bisshawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Erdiya Indrarini Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Teman Saleh vs Paus Fransiskus, Ada Apa?
Next
Happy Marriage is Real
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram