"Selama kepemimpinan Ratu Elizabeth II tetap terjadi kolonialisme Inggris di belahan dunia, bahkan di negeri-negeri muslim. Mereka mengadu domba dan mengobok-obok negeri-negeri muslim. Bila ditarik jauh ke belakang, maka Inggris sangat berperan penting dalam meruntuhkan Daulah Khilafah pada tahun 1924 melalui kaki tangannya yaitu Mustafa Kemal."
Oleh. Diyani Aqorib
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Muslimah Bekasi)
NarasiPost.Com- Kabut kedukaan tengah menyelimuti rakyat Inggris. Pada Kamis (8/9) Istana Buckingham mengumumkan kematian Ratu Elizabeth II di usia 96 tahun. Sesaat setelah berita kematiannya diumumkan, masyarakat Inggris langsung berdatangan ke istana. Mereka menangis pilu dan menyampaikan duka cita dengan memberi penghormatan terakhir melalui nyanyian "God Save The Queen". (tribunnews.com, 9/9/2022)
Sang ratu yang memiliki nama lengkap Elizabeth Alexandra Mary telah memerintah Kerajaan Inggris sejak tahun 1952, setelah kematian ayahnya, Raja George VI. Hal ini menjadikannya sebagai ratu terlama sepanjang sejarah Kerajaan Inggris yang berkuasa selama 70 tahun (1952-2022). Sehingga bisa dikatakan kekuasaannya melampaui era nenek buyutnya, yaitu Ratu Victoria yang memerintah selama 64 tahun (1837-1901).
Kekuasaan Ratu Elizabeth II bermula ketika Raja George VI mulai jatuh sakit. Putri Elizabeth pada saat itu harus menggantikan tugas ayahnya ke berbagai acara kenegaraan. Sampai pada akhirnya pada tanggal 6 Februari 1952 Raja George wafat dan Elizabeth diangkat menjadi Ratu Inggris menggantikan ayahnya, dengan gelar Ratu Elizabeth II. (kompas.com, 9/9/2022)
Selama berkuasa Ratu Elizabeth II telah banyak melewati pasang surut pemerintahannya. Ratu Elizabeth II berusaha menciptakan monarki modern selama pemerintahannya. Namun, dalam pidatonya pada perayaan 40 tahun pemerintahannya yaitu pada tahun 1992, Ratu Elizabeth II menyebutkan bahwa tahun tersebut merupakan tahun terburuk atau annus horribilis. Di mana pada tahun tersebut mulai tersebar isu perceraian anak-anak Ratu Elizabeth II.
Selain itu, pada tahun 1992 salah satu negara persemakmuran di Afrika Timur yaitu Mauritius resmi menjadi negara republik. Kedudukan Ratu Elizabeth II sebagai kepala negara langsung digantikan presiden pertama Republik Mauritius, yaitu Sir Veerasamy Ringadoo. Di tahun yang sama Ratu Elizabeth II dan suaminya, Pangeran Philip, mendapatkan perbuatan yang tidak menyenangkan dari para demonstran di kota Dresden, Jerman. Ketika itu Ratu Elizabeth II dan Pangeran Philip sedang melakukan kunjungan rekonsiliasi sehubungan dengan peran Inggris pada Perang Dunia II bersama tentara sekutu melawan Jerman. Dresden merupakan salah satu kota yang terdampak dari bom yang dijatuhkan tentara Inggris dan Amerika.
Jejak Kolonialisme Kerajaan Inggris di Dunia
Di masa lalu, Kerajaan Inggris merupakan agen aktif kolonialisme atau pun imperialisme. Pada tahun 1921, lima tahun sebelum kelahiran Elizabeth, kerajaan Inggris mengeklaim dari 194 negara di dunia, hanya sekitar 22 negara yang tidak diinvasi. Fakta ini menjadikan Inggris sebagai negara penjajah terbesar dalam sejarah.
Sebagaimana negara yang dijajah, maka negara-negara tersebut kehilangan hak mengatur diri sendiri, terjadi penindasan di mana-mana, yang tentu saja hal tersebut menguntungkan Inggris sebagai negara penjajah. Bahkan anggota keluarga kerajaan termasuk yang terlibat langsung untuk memperkaya diri melalui kolonialisme dan perbudakan.
Salah satu negara yang pernah dijajah Inggris adalah Kanada. Residential School merupakan warisan kelam kolonialisme Inggris di tahun 1960-an. Anak-anak dipisahkan dari keluarganya dan dikirim ke residential school. Mereka didoktrin dan dilarang keras melafalkan bahasa daerahnya. Bahkan lebih dari itu, mereka juga mendapatkan kekerasan, baik secara fisik maupun seksual. Parahnya lagi aktivitas tersebut didukung oleh pemerintah dan berdasarkan pemantauan Gereja Anglikan yang berpusat di Inggris.
Kejadian yang lebih parah terjadi di bekas negara persemakmuran, Barbados. Negara ini pernah menjadi "sapi perah" Kerajaan Inggris. Menurut sejarawan Hilary Beckles, Barbados sebagai tempat lahirnya perbudakan dan kolonialisme Inggris yang paling kejam. Barbados baru dapat menghapus Ratu Elizabeth II sebagai kepala negara pada 2021 kemarin, ketika melepaskan diri dari persemakmuran.
Tak ketinggalan, salah satu negara di benua Afrika yaitu Kenya mengeklaim pasukan kolonial Inggris memperlakukan mereka secara tidak adil, memerkosa, bahkan menyiksa mereka dalam peristiwa pemberontakan Mau Mau pada 1951-1960. Anggota suku Kikuyu di negara tersebut sempat ditahan di kamp konsentrasi. Mereka mengalami penyiksaan dan pelecehan seksual. Akibat kejadian tersebut diperkirakan korban tewas mencapai 100 ribu orang.
Di Indonesia sendiri, sebagai negara muslim terbesar di dunia pernah dijajah Inggris pada tahun 1811-1816. Namun, bukan berarti tidak ada jejak campur tangan mereka dalam sejarah Indonesia setelah kemerdekaan 1945.
Pada tahun 2021, terdapat sebuah dokumen yang telah dideklasifikasi, terbukti bahwa Inggris ikut campur tangan dalam perang antara Indonesia dan Malaysia. Dikenal juga dengan sebutan Konfrontasi Borneo. Tentu semua itu dilakukan demi kepentingan kolonialisme Inggris. Bahkan, dalam laporan yang disampaikan pejabat Kantor Luar Negeri Inggris, Ed Wynne, dengan bangga mengatakan bahwa operasi di Indonesia "cukup berhasil". Semua kepentingan Inggris terpenuhi, mulai dari berakhirnya konfrontasi Indonesia-Malaysia, lengsernya Soekarno, dan jatuhnya Subandrio selaku Menteri Luar Negeri saat itu.
Dari fakta-fakta di atas jelas bahwa selama kepemimpinan Ratu Elizabeth II tetap terjadi kolonialisme Inggris di belahan dunia, bahkan di negeri-negeri muslim. Mereka mengadu domba dan mengobok-obok negeri-negeri muslim. Bila ditarik jauh ke belakang, maka Inggris sangat berperan penting dalam meruntuhkan Daulah Khilafah pada tahun 1924, melalui kaki tangannya yaitu Mustafa Kemal. Sehingga sejak saat itu umat muslim di seluruh dunia kehilangan sebuah institusi yang selama ini menaungi dan melindungi kehormatan kaum muslimin. Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam pernah bersabda:
"Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.”
(HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud)
Pandangan Islam terhadap Kolonialisme
Kolonialisme adalah paham tentang penguasaan suatu negara atau bangsa terhadap bangsa lain dengan tujuan menguras sumber daya alamnya. Kolonialisme akan beriringan dengan imperialisme atau penjajahan. Kolonialisme dan imperialisme ditumbuhkembangkan oleh bangsa-bangsa Eropa. Mereka menjajah sebagian besar negara-negara di dunia untuk memperoleh keuntungan.
Konsep ini sangat berbeda dan bertentangan dengan Islam. Karena dalam Islam tidak ada yang namanya penjajahan. Ketika Islam menaklukan suatu negeri, maka negeri tersebut akan digabungkan menjadi wilayah Daulah. Serta warga negaranya akan dilindungi dan dijamin kebutuhan hidupnya. Bukan malah dieksploitasi atau dirampok sumber daya alamnya.
Ketika negeri yang di- futuhat memiliki sumber daya alam yang melimpah, maka Khilafah akan mengelolanya dan mengembalikan hasilnya kepada rakyat. Bisa dalam bentuk BBM gratis, ketersediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan tanpa dipungut biaya. Semua diperlakukan sama di antara warga negara. Sehingga mereka akan merasakan keadilan dan kemakmuran ketika hidup dalam naungan Khilafah Islam. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw: "Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Sehingga tampak perbedaan yang nyata antara kolonialisme imperialisme ala Barat dengan futuhat yang dilakukan oleh Daulah Khilafah. Dari cara dan tujuannya pun jauh berbeda. Sehingga bisa disimpulkan hanya sistem Islamlah satu-satunya yang sahih yang layak diterapkan di muka bumi. Serta dengan tegaknya Khilafah maka akan menghilangkan kolonialisme dan imperialisme Barat.