”Kaum muslim telah terpecah belah dalam batas-batas teritorial semu negara-negara bangsa. Ide sesat bernama nasionalisme sukses mengikis habis ukhuwah islamiyah yang seharusnya melahirkan rasa kasih sayang antarsesama muslim.”
Oleh. Dwi Indah Lestari
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Bentrok berdarah akibat sengketa perbatasan antara Tajikistan dan Kirgistan masih berlangsung hingga Minggu (18/9/2022). Kedua negara saling bertetangga tersebut mengeklaim telah menerima serangan berupa tank, mortir, artileri rudal, dan pesawat tanpa awak yang menyerang pos-pos terdepan dan pemukiman penduduk. Setidaknya 81 orang, di antaranya 46 orang Kirgistan dan 35 orang Tajikistan tewas menjadi korban (cnnindonesia, 18/9/2022).
Konflik antara kedua negara bekas Republik Soviet tersebut, mulai memanas kembali sejak Rabu (14/9/2022). Perebutan wilayah perbatasan antara keduanya sebenarnya dimulai sejak era Soviet, yaitu saat Moskow berusaha membagi wilayah berdasarkan kelompok-kelompok yang menetap di antara etnis yang lain. Pada April 2021, bentrokan pernah pecah hingga menewaskan 50 orang. Konflik ini pun berpotensi semakin meluas (okezone.com, 19/9/2022).
Latar Belakang Konflik
Perseteruan antara dua negara tetangga Cina tersebut, telah berlangsung sejak ambruknya Uni Soviet. Tidak adanya perjanjian solid antara keduanya, terkait perbatasan masing-masing, mendorong aksi saling memperebutkan wilayah sengketa. Selain itu baik Tajikistan maupun Kirgistan sama-sama mengklaim daerah yang diperebutkan, berdasarkan informasi geografis di peta dengan periode waktu yang berbeda, sehingga negosiasi pun berjalan mandek.
Selain batas wilayah, konflik dua negara di kawasan Asia tengah itu juga didorong oleh perebutan fasilitas air yang terletak di wilayah perbatasan. Pada tanggal 28 April 2021, pecah insiden yang diawali aksi saling lempar batu antarwarga di kedua negara. Penyebabnya adalah protes warga Kirgistan atas pemasangan beberapa kamera pengawas oleh warga Tajik, di dekat fasilitas air yang terletak di wilayah Batken, yang berbatasan dengan wilayah Sughd di Tajikistan.
Infrastruktur air yang disengketakan yaitu Bendungan Golovnaya, memiliki peran utama bagi kedua negara. Terutama pada daerah yang didominasi oleh sektor pertanian, yaitu sebagai sumber irigasi. Sayangnya, sentimen nasionalis di antara orang-orang yang tinggal di daerah perbatasan semakin membuat konflik tersebut sulit menemukan jalan keluar, meski berbagai perundingan untuk menyudahi konflik telah dilakukan. Ibarat api dalam sekam, bara permusuhan tampaknya tetap menyala.
Hilangnya Syu’ur Ukhuwah Karena Nasionalisme
Realitas yang terjadi antara Tajikistan dan Kirgistan memantik keprihatinan mendalam. Bagaimana tidak? Kedua negara tersebut dikenal sebagai bagian dari negeri-negeri Islam. Mayoritas penduduknya adalah muslim. Lalu bagaimana mungkin sesama kaum muslim bisa terlibat dalam perselisihan hingga merenggut nyawa saudara muslimnya yang lain? Padahal, Islam telah menyebutkan bahwa setiap muslim itu bersaudara.
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujurat ayat 10)
Namun sayangnya semua itu tidak tercermin saat ini. Kaum muslim telah terpecah belah dalam batas-batas teritorial semu negara-negara bangsa. Ide sesat bernama nasionalisme sukses mengikis habis ukhuwah islamiyah yang seharusnya melahirkan rasa kasih sayang antarsesama muslim. Hingga membuat muslim satu dengan lainnya justru tak segan saling bermusuhan hanya karena perbedaan kebangsaan dan perebutan tanah air.
Islam Melarang Asabiah dan Menyerukan Persatuan Umat
Padahal, Islam telah mengharamkan asabiah (fanatisme golongan). “Barang siapa mati di bawah bendera kebutaan, marah karena asabiah, berperang karena asabiah atau mengajak kepada asabiah, maka seperti kematian masa jahiliah.” (HR. Ahmad dan Muslim)
Asabiah sendiri dapat dimaknai semangat untuk membela serta menolong yang didorong oleh semangat kesukuan atau golongan tanpa memedulikan alasan apa pun, sekalipun pihak yang dibelanya telah berlaku zalim. Hal ini sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah saw. dalam hadisnya.
Sebuah riwayat dari Putri Watsilah bin Al-Asqa’, ia mendengar ayahnya berkata, “Aku berkata, wahai Rasulullah, apa itu Asabiah?” Rasul menjawab: “Engkau menolong kaummu atas kezaliman yang dilakukan.” (HR. Abu Dawud)
Termasuk di dalam fanatisme golongan ini adalah paham nasionalisme. Paham ini telah menyerukan untuk meletakkan kecintaan terhadap tanah air dan bangsa melebihi segalanya. Bahkan, melebihi kecintaan terhadap agama. Mirisnya, nasionalisme kini turut diemban oleh sebagian besar kaum muslim. Tanpa mereka menyadari karena paham inilah umat dikerat-kerat sehingga menjadi lemah dan mudah dikuasai musuh.
Itulah yang menyebabkan keadaan umat Islam saat ini bagaikan tubuh yang terpotong-potong. Tak lagi merasakan apa-apa, manakala bagian tubuhnya yang lain disakiti. Saat kaum muslim Palestina dibantai Israel, tak ada yang bisa dilakukan oleh kaum muslim lainnya selain mengirim doa dan bantuan kemanusiaan. Tak ada tindakan berarti kecuali sekadar kecaman dan imbauan melakukan gencatan senjata dari para pemimpin negeri Islam lainnya.
Nasionalisme pula yang menyebabkan antarkaum muslim bersengketa karena perebutan batas wilayah, berselisih karena hal-hal yang sepele, seperti mempermasalahkan siapa negara yang menjadi pemilik lagu, makanan atau pakaian tertentu. Bahkan karena nasionalisme juga kaum muslim tidak dapat menolong muslim Rohingya yang terkatung-katung di lautan tanpa makanan, setelah dianiaya dan diusir dari tempat tinggalnya sendiri.
Padahal, Islam telah menjelaskan bahwa kaum muslim itu ibarat satu tubuh. “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam.” (HR. Muslim).
Maka sudah seharusnya kaum muslim bersatu dan menjauhi perpecahan. Termasuk di dalamnya menolak paham nasionalisme yang justru menjadikan umat ini terpecah belah dan kehilangan kekuatannya. Allah Swt. juga telah memerintahkan kepada kaum mukmin untuk selalu berpegang pada tali agama dan melarang bercerai berai.
“Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran: 103)
Mewujudkan Persatuan Kaum Muslim dengan Khilafah
Sudah seharusnya kaum muslim di Tajikistan dan Kirgistan menyadari hal ini. Bahwasanya mereka sebenarnya adalah bersaudara. Begitu pula dengan kaum muslim di seluruh dunia. Umat Islam diikat oleh satu ikatan yang sahih yaitu ikatan akidah Islam. Ikatan ini telah menghapuskan perbedaan ras, suku, bangsa, bahasa dan warna kulit serta menyatukannya dalam satu kesatuan hakiki. Tak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali karena ketakwaannya kepada Allah Swt.
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al Hujurat: 13)
Tajikistan dan Kirgistan perlu membangun relasi keduanya berdasarkan ikatan akidah ini. Sehingga hubungan keduanya akan terjalin dengan penuh kasih sayang dan tolong menolong, bukan kebencian dan permusuhan. Bahkan sebagai bagian dari negeri Islam, keduanya seharusnya turut dalam perjuangan untuk mewujudkan persatuan kaum muslim seluruhnya melalui penegakan Khilafah.
Khilafahlah satu-satunya institusi yang mampu menyatukan seluruh potensi kaum muslim. Dengan Khilafah potensi tersebut akan menjadi kekuatan besar sehingga kaum muslim layak diperhitungkan di mata dunia. Khilafah pula yang akan memberikan perlindungan, mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh manusia yang hidup di bawah naungannya tanpa kecuali.
Wallahu’alam bisshowab.[]