Boikot Korea Selatan oleh turis Thailand terjadi karena pemeriksaan yang ketat terhadap mereka akibat kekhawatiran Pemerintah Korea Selatan akan masuknya pekerja ilegal dari Thailand.
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Beberapa bulan terakhir, turis Thailand melakukan boikot terhadap Korea Selatan. Tagar #BanKorea pun ramai dikampanyekan masyarakat Thailand di media sosial, terutama di X. Mereka menyerukan agar warga Thailand tidak mengunjungi negeri Ginseng tersebut.
Seruan boikot itu mereka suarakan karena pengalaman buruk yang mereka alami saat berkunjung ke Korea Selatan. Pihak imigrasi Korea Selatan memeriksa turis dari Thailand dengan sangat ketat. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya ditolak masuk Korea Selatan, padahal sebelumnya telah mendapat pra-persetujuan elektronik. Sementara itu, mereka tidak memiliki cara untuk mendapatkan kembali tiket pesawat dan biaya penginapan di hotel yang telah mereka pesan melalui biro perjalanan. Yang lebih parah, petugas imigrasi Korea Selatan juga membubuhkan stempel penolakan di paspor sehingga mereka tidak dapat mengunjungi negara lain. Oleh karena itu, turis Thailand banyak yang membatalkan kunjungan ke Korea Selatan dan beralih mengunjungi negara lain, seperti Cina atau Jepang. (cnnindonesia.com, 14-08-2024)
Penyebab Pengetatan Aturan Imigrasi bagi Turis Thailand
Menanggapi boikot yang dilakukan oleh turis Thailand tersebut, Pemerintah Korea Selatan pun memberikan penjelasan. Alasan dilakukannya pemeriksaan yang ketat terhadap turis Thailand itu karena banyaknya pekerja ilegal yang berasal dari Thailand di Korea Selatan. Pernyataan itu diperkuat dengan data dari pemerintah yang menyebutkan bahwa hingga September 2023, sebanyak 157.000 warga negara Thailand tinggal secara ilegal di Korea Selatan. Jumlah itu meningkat tiga kali lipat dibandingkan tahun 2015. Pemerintah Korea Selatan juga menyatakan bahwa sejak 2016 warga Thailand merupakan warga asing terbesar yang tinggal di Korea Selatan.
Benang Kusut Masalah Pekerja Ilegal
Banyaknya pekerja ilegal di Korea Selatan yang berasal dari Thailand ini diakui oleh Pemerintah Thailand. Kementerian Luar Negeri Thailand menyebutkan bahwa pada 2020 sekitar 460 ribu warganya bekerja di luar negeri. Sekitar 185 ribu dari mereka bekerja di Korea Selatan. Yang mengejutkan, hanya 10% dari mereka yang masuk dan bekerja secara legal. Sementara itu, 90% dari mereka masuk secara ilegal.
Mereka yang jumlahnya mayoritas ini dalam bahasa Thailand disebut “phi noi” yang artinya adalah “hantu kecil”. Mereka masuk ke Korea Selatan menggunakan visa turis. Kemudian, mereka memisahkan diri dari biro perjalanan dan bekerja tanpa kontrak.
Mereka mendapatkan pekerjaan di sana melalui jasa perantara. Biasanya mereka bekerja di pabrik, pertanian, atau perkebunan. Mereka mendapat gaji tiga kali lipat dari upah minimum di Thailand.
Karena masuk sebagai turis, mereka hanya memiliki izin tinggal selama 90 hari. Saat izin tinggal itu telah habis, dokumen yang mereka miliki tidak berlaku lagi. Dalam kondisi seperti itu, tidak ada lagi perlindungan bagi mereka. Berbagai kemungkinan buruk akan mereka alami, seperti tidak mendapatkan gaji, tidak mendapat layanan kesehatan, atau dieksploitasi oleh majikan. Celakanya, mereka tidak berani melaporkan berbagai tindak kejahatan yang mereka alami karena takut dideportasi. (kompas.id, 23-12-2020)
Begitulah, masalah pekerja ilegal merupakan permasalahan yang sulit diurai dalam sistem demokrasi kapitalisme saat ini. Sulitnya mendapat pekerjaan di negara sendiri dan rendahnya upah yang mereka terima menjadi alasan untuk bekerja di luar negeri. Banyak warga yang menjadi pekerja ilegal karena mengharapkan gaji besar.
Hal ini tidak hanya dilakukan oleh warga negara Thailand. Warga negara Indonesia pun banyak yang terpaksa menjadi pekerja ilegal di luar negeri, termasuk di Korea Selatan. Hal ini terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme di berbagai negara di dunia saat ini.
Sistem ini telah menciptakan ketimpangan ekonomi yang sangat besar. Kebebasan kepemilikan membuat kekayaan hanya dikuasai oleh segelintir orang, yaitu para pemilik modal. Sementara itu, para pekerja yang telah mencurahkan waktu dan tenaga mereka hanya mendapatkan upah minimum yang tidak cukup digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mahal.
Selain itu, sistem ekonomi kapitalisme juga telah menyebabkan terjadinya inflasi yang tinggi. Banyak industri gulung tikar karena harga bahan baku terus mengalami kenaikan, sedangkan penjualan menurun karena daya beli masyarakat yang rendah. Tutupnya industri menyebabkan naiknya angka pengangguran. Itulah sebabnya mereka tergiur untuk menjadi pekerja ilegal di luar negeri.
Mereka terpaksa menjadi pekerja ilegal meskipun harus menanggung risiko yang berat. Banyak dari mereka yang menderita, bahkan kehilangan nyawa. Data dari Kedubes Thailand menyebutkan bahwa 84 pekerja ilegal dari Thailand meninggal dunia di Korea Selatan antara 2015–2018.
Inilah benang kusut dalam masalah pekerja ilegal saat ini, yakni penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang memberlakukan hukum rimba. Sistem ini menimbulkan banyak penderitaan bagi rakyat jelata.
Perlindungan untuk Pekerja
Melindungi pekerja yang tengah mencari rezeki di luar negeri merupakan kewajiban negara. Hal itu merupakan kebijakan politik luar negeri setiap negara. Demikian pula kebijakan politik luar negeri Daulah Islam yang akan mementingkan kemaslahatan umat Islam di luar negeri. Misalnya dengan memberikan bantuan hukum jika ada pekerja yang mengalami masalah saat belajar atau bekerja di luar negeri.
Namun, perlindungan yang paripurna bagi para pekerja adalah menciptakan suatu kondisi yang membuat mereka tidak perlu bekerja di luar negeri. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan beberapa hal berikut. Pertama, menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negara, terutama para laki-laki yang berkewajiban untuk menafkahi keluarga. Lapangan pekerjaan dengan upah yang layak sehingga para pekerja dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarga.
Kedua, memberi kemudahan kepada rakyat dalam memenuhi kebutuhan asasi mereka, seperti kebutuhan pakaian, makanan, serta tempat tinggal. Tersedianya bahan pangan yang melimpah, pakaian, dan tempat tinggal yang murah akan membuat mereka betah tinggal di negeri sendiri.
https://narasipost.com/opini/03/2023/jangan-biarkan-turis-asing-lakukan-pelanggaran/
Ketiga, memberikan pendidikan yang berkualitas bagi semua rakyat. Pendidikan berkualitas akan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas pula. Selain pendidikan, negara juga dapat memberikan pelatihan keterampilan yang dibutuhkan. Sumber daya manusia yang berpendidikan dan memiliki keterampilan akan membuat mereka mampu menjawab tantangan pada masa depan, termasuk dalam mencari pekerjaan.
Tersedianya lapangan pekerjaan dan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan akan membuat rakyat tidak lagi berpikir untuk bekerja di luar negeri. Bekerja di dalam negeri akan membuat mereka dekat dengan keluarga. Dengan demikian, keutuhan keluarga serta perhatian terhadap mereka akan mewujudkan keluarga yang bahagia. Itulah sebabnya, Rasulullah saw. menyatakan dalam HR. Dailami,
أرْبَعٌ مِنْ سَعَادَةِ الْمَرْءِ أنْ تَكُوْنَ زَوْجَتُهُ صَالِحَةً وَأوْلَادُهُ أبْرَارًا وَخُلَطَاءُهُ صَالِحِيْنَ وَأنْ يَكُوْنَ رِزْقُهُ فِي بَلَدِهِ
Artinya: “Empat kebahagiaan seseorang adalah istri yang salihah, anak-anak yang berbakti, teman-teman yang baik, serta mata pencaharian di negeri sendiri.”
Khatimah
Demikianlah, penerapan sistem ekonomi kapitalisme telah menyengsarakan banyak orang. Hanya negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah yang dapat memberikan kesejahteraan kepada rakyat. Jika negara telah mampu mewujudkan kesejahteraan, rakyat tidak perlu lagi ke luar negeri hanya untuk mengais rezeki. Wallahua'lam bishawab.[]
Pekerja ilegal memang jadi problem yang tidak bisa terurai yang disebabkan oleh banyak faktor. Banyak turis yang akhirnya bekerja secara ilegal karena sulitnya pekerjaan di dalam negerinya. Ironi kapitalisme