Syahidnya Ismail Haniyah, Semangat Perjuangan Melemah?

Syahidnya Ismail haniyeh

Justru perjuangan harus makin digencarkan. Bahkan, dengan peristiwa ini seharusnya kaum muslim di seluruh dunia makin mempererat persatuannya untuk bisa mengusir penjajah dari negeri Palestina.

Oleh. Ummu Ainyssa
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Dunia Islam digemparkan dengan syahidnya pemimpin tertinggi Hamas, Ismail Abdel Salam Haniyeh, atau biasa disapa Ismail Haniyeh atau Ismail Haniyah. Dikabarkan, Haniyeh usai menghadiri pelantikan presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian pada Selasa, 30 Juli lalu. Siapa sangka momen itu menjadi penampilan terakhir baginya di hadapan publik.

Ismail Haniyeh lahir pada tahun 1963 di kamp pengungsian al-Shati di jalur Gaza. Ia tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan berani menyerukan pembebasan negeri tercintanya dari pendudukan Zionis. Ia ditunjuk untuk mengepalai kantor Hamas sejak 1997, dan pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Palestina pada 2006. Semangat perjuangannya tidak pernah gentar meski harus mendekam di penjara selama tiga tahun. Bahkan dalam salah satu orasinya, ia dengan lantang menyatakan tidak akan pernah menyerahkan tanah Palestina meski nyawa sebagai taruhannya.

Menurut sumber berita Saudi, Al Hadath, syahidnya Haniyeh di kediaman pribadinya di Teheran akibat rudal berpemandu. Media melaporkan rudal tersebut menghantam kediamannya sekitar pukul 02.00 waktu setempat. Ia syahid bersama salah satu pengawalnya, menyusul tiga putra dan empat cucunya yang telah lebih dulu syahid pada bulan April lalu dalam serangan udara di Gaza.

Hingga kini Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) tengah menyelidiki penyebab dan seberapa parah dampak dari insiden tersebut. Sementara pemimpin Iran, Ayatollah Khamenei telah mengumumkan tiga hari berkabung nasional serta bersumpah akan memberikan hukuman berat terhadap aksi keji Israel tersebut. Bukan hanya Iran, negeri-negeri lain seperti Turki, Irak, Rusia, Qatar, Indonesia, dan lain-lain pun turut mengutuk aksi pembunuhan tersebut. (BBCNEWSIndonesia, 31-7-2024)

Musibah bagi Kaum Muslimin

Syahidnya Ismail Haniyeh meninggalkan duka mendalam bagi kaum muslimin, terutama muslim di Palestina. Di saat kaum muslimin di berbagai negeri tidak mampu berjihad membantu Palestina karena sekat nasionalisme, salah satu yang menjadi harapan besar adalah gigihnya perjuangan para pejuang Hamas. Tidak heran jika kemudian banyak yang mempertanyakan bagaimana nasib perjuangan selanjutnya? Mungkinkah perjuangan akan tetap berlanjut atau berhenti sampai di sini?

Wafatnya ulama merupakan musibah bagi kaum muslimin, Rasulullah saw. bersabda, “Kematian ulama adalah musibah yang tidak tergantikan, sebuah kebocoran yang tidak bisa ditambal. Wafatnya ulama bagaikan bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagiku daripada meninggalnya satu orang ulama.” (HR. At-Thabrani dalam Mu'jam al-Kabir dan Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman dari Abu Darda). Namun, hal ini bukan berarti perjuangan Palestina harus berhenti sampai di sini.

Syahidnya Haniyeh bisa jadi adalah sebuah kemenangan bagi Israel laknatullah maupun para sekutunya. Mereka bisa bersorak bergembira. Akan tetapi tidak dengan kaum muslimin. Meski kematian ulama bagaikan lentera yang menerangi jalan yang tiba-tiba redup. Namun bukan berarti harus menyerah di tengah jalan yang masih gelap gulita, pekat penuh kemaksiatan. Justru perjuangan harus makin digencarkan. Bahkan, dengan peristiwa ini seharusnya kaum muslim di seluruh dunia makin mempererat persatuannya untuk bisa mengusir penjajah dari negeri Palestina.

Ingatlah, jauh sebelum hari ini, kaum muslim pernah berduka sedalam-dalamnya. Di saat Islam sedang tumbuh bersemai, melebarkan sayap dari satu negeri ke negeri yang lain, Allah Swt. panggil pulang kekasih-Nya, baginda Rasulullah saw. pembawa risalah yang mulia ini. Kesedihan para sahabat bukan hanya ditinggalkannya Rasulullah, tetapi juga kesedihan sebab terputusnya wahyu Allah bagi umatnya untuk selama-lamanya.

Jika saja kala itu para sahabat menganggap perjuangan telah berakhir bersama duka mereka, niscaya Islam tidak akan pernah sampai pada kita hingga saat ini. Faktanya, perjuangan para sahabat dan generasi di belakangnya makin gigih hingga Islam tersebar di 2/3 penjuru dunia. Wafatnya satu demi satu para ulama, pejuang, justru mereka ganti dengan melahirkan para pejuang baru. Mati satu tumbuh seribu.

Kemuliaan Mati Syahid

Bagi kaum muslimin yang berpegang teguh terhadap tali agama Allah secara kuat, akan memahami bahwa kematian yang paling tinggi nilainya di hadapan Allah adalah mati syahid. Sehingga perjuangan mereka tidak akan gentar meski kematian mengadang di depan mata. Justru mereka bercita-cita dan mengharap untuk bisa mati syahid. Sebab mereka paham betapa mulianya kematian syahid itu.

Rasulullah saw. dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Muslim, menceritakan betapa mulianya orang yang mati syahid. “Tidak ada seorang pun yang masuk surga berharap ingin kembali ke dunia, sekalipun diberikan kepadanya seluruh dunia dan isinya, kecuali orang yang mati syahid. Sesungguhnya mereka (yang mati syahid) berangan-angan untuk kembali ke dunia, kemudian terbunuh (syahid) hingga sepuluh kali, karena melihat mulianya mati syahid.”

Kematian syahid juga bukanlah sesuatu yang sia-sia, sebab mereka nyata-nyata sedang berjual beli dengan Allah, menukar nyawa mereka dengan surga-Nya. “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga bagi mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itulah janji Allah yang benar di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janji selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 111)

Janji inilah yang kemudian menjadi cita-cita para sahabat dan generasi salafus salih setelahnya. Mereka iri dengan syahidnya para sahabat di medan perang, hingga mereka hendak menyambutnya juga. Mereka menyambut seruan jihad meski maut sudah tampak menjemput di hadapan mata.

Tidak gentarnya para sahabat akan kematian yang sudah di hadapan, salah satunya ditunjukkan dalam peristiwa perang Mu'tah yang terjadi pada bulan Jumadil Ula tahun ke 8 Hijriah. Sebelum memulai peperangan Rasulullah telah menunjuk tiga orang sahabat untuk memimpinnya. Bahkan, beliau juga menyampaikan bahwa ketiga pemimpin yang beliau tunjuk akan mendapatkan syahid. Sementara para sahabat yakin apa pun yang keluar dari lisan Rasulullah pastilah menjadi kenyataan.

Para sahabat sempat terkejut dan takut melihat pasukan yang tidak imbang antara kaum muslim dan pasukan Romawi. Namun, dalam ketakutan mereka berdirilah Abdullah bin Rawahah dengan lantang di hadapan para sahabat: “Hai orang-orang, demi Allah, sesungguhnya yang kalian benci justru yang kalian cari, yaitu mati syahid. Kita tidak memerangi manusia karena jumlahnya, kekuatannya, dan banyaknya pasukannya. Kita tidak memerangi mereka kecuali karena agama ini yang mana karena Allah telah memuliakan kita dengannya. Berangkatlah kalian! Sesungguhnya di sana itu adalah salah satu di antara dua kebaikan, menang atau mati syahid.”

Seketika bergeloralah semangat iman dalam tubuh pasukan kaum muslimin. Semangat peperangan tiada surut meski bayangan maut sudah ada di hadapan. Para pemimpin yang Rasulullah tunjuk pun syahid satu per satu dengan jasad yang mengenaskan dengan 90 luka tusukan hingga ada yang tubuhnya terpotong-potong. Tidak ada rasa takut dalam diri mereka sebab mereka sedang mencari syahid di jalan Allah. Keberanian inilah yang akhirnya mampu menciptakan strategi jitu untuk mengelabui pasukan Romawi.

Peristiwa perang Mu'tah seharusnya menjadi pelajaran buat kita semua. Betapa besar pengorbanan para sahabat meski mereka menyaksikan jasad para sahabat syahid bergelimpangan di hadapan mereka. Karena itu wajib bagi kaum muslim untuk tidak takut mati atau tidak memperhitungkan faktor lain di jalan Allah. Syahidnya Ismail Haniyeh tidak seharusnya melemahkan semangat kita untuk terus menyuarakan kebebasan bagi Palestina. Akan tetapi justru makin mengobarkan semangat kita untuk terus menyerukan agar negeri-negeri muslim bersatu mengirimkan pasukan untuk jihad membebaskan negeri Palestina dari pendudukan Yahudi selama lebih dari 75 tahun ini. Semangat perjuangan harus tetap berkobar!

Wallahu a'lam bishawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Ummu ainyssa Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Legalisasi Aborsi, Kemaksiatan Makin Beraksi
Next
Melegalkan Aborsi, Melanggengkan Kemaksiatan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
novianti
novianti
2 months ago

Mati satu tumbuh seribu. Kematian Ismail Haniyah akan membangkitkan semangat untuk berjihad. Yahudi tidak memahami bahwa kematian justru yang dicari oleh para mujahid. Hal yang ditakuti oleh mereka para pengejar dunia.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram