Perjuangan Hamas tidak akan terhenti walaupun Ismail Haniyeh telah lebih dahulu syahid. Kedudukan pemimpin akan segera tergantikan oleh yang lainnya.
Oleh. Siti Komariah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hamas kembali berduka. Pemimpin politik mereka, Ismail Haniyeh rahimahullah dinyatakan tewas terbunuh pada Rabu, 31 Juni 2024. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Hamas dan Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC).
Hamas menyebutkan bahwa pemimpin politik mereka terbunuh di kediamannya di Teheran, Iran. Selanjutnya, peryataan ini juga diperkuat oleh Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) yang menyebutkan bahwa Ismail Haniyeh dan ajudannya syahid di kediamannya. Mereka juga menyampaikan bela sungkawa terhadap kematian Ismail Haniyeh. Pihaknya akan melakukan penyelidikan lebih lanjut atas meninggalnya pemimpin Hamas itu (CNNIndonesia.Com, 31-07-2024). Lantas, apa yang menyebabkan tewasnya Ismail Haniyeh?
Penyebab Meninggalnya Ismail Haniyeh
Dilansir dari BBCNews.Com, Ismail Haniyeh meninggal akibat serangan rudal pemandu yang menargetkan kediamannya di Teheran, Iran. Serangan tersebut terjadi pada pukul 02.00 waktu setempat. Menurut media Arab Saudi Al-Hadath, pembunuhan Ismail Haniyeh dilakukan dengan menggunakan proyektil berpemandu udara yang menyasar kediaman pribadinya. Senada, Korps Garda Revolusi Islam Iran mengatakan bahwa Ismail tewas akibat serangan proyektil dari udara.
Sebelumnya, Ismail Haniyeh tiba di Iran pada Selasa, 30 Juni 2024 untuk menghadiri pelantikan Presiden Iran yang baru. Ia bertemu dengan Presiden Iran Masoud Pezeshkian dan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei di Teheran. Setelah menghadiri pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian, ia pulang ke kediamannya bersama dengan ajudannya untuk beristirahat. Selanjutnya, sekitar pukul 02.00 kediaman Ismail diserang dengan rudal berpemandu yang menyebabkan Ismail Haniyeh dan satu ajudannya syahid.
Media Iran mengungkapkan bahwa dalang kematian Haniyeh adalah Israel. Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengecam pembunuhan Ismail Haniyeh ini dan berjanji akan membuat Israel menyesali perbuatannya. Mantan kepala Pasukan Garda Militer Iran (IRGC) Mohsen Rezaei mengatakan Israel akan membayar mahal atas tindakan kejinya (cnbcindonesia.com, 31-07-2024).
Senada, Hamas menyebutkan bahwa pelaku pembunuhan pemimpin politiknya adalah Zionis Israel. Hamas menganggap bahwa Israel memang berupaya untuk menghancurkan Hamas, tetapi tidak kunjung berhasil. Oleh karenanya, Israel membuat strategi untuk menargetkan dan membunuh para pemimpin Hamas. Mereka beranggapan bahwa perjuangan Hamas dan rakyat Palestina menciut dan terhenti apabila para pemimpin terbunuh.
Perjuangan Palestina Terus Berlanjut
Kematian Ismail Haniyeh memang membawa duka mendalam bagi Hamas dan warga Palestina serta kaum muslim di seluruh dunia. Hal ini pun membuat Hamas akan mendapatkan tantangan baru, yakni untuk mempertahankan kohesi dan arah perjuangan rakyat Palestina tanpa kehadiran Ismail Haniyeh.
Namun, Israel salah besar ketika menduga bahwa strategi mereka untuk menghancurkan Hamas dengan cara membunuh para pemimpinnya akan menyurutkan perlawanan Hamas dan rakyat Palestina terhadap mereka. Kematian Ismail Haniyeh justru menjadi cambuk bagi Hamas dan rakyat Palestina untuk makin menguatkan tekad melawan Israel.
Nader Hashemi, seorang profesor Studi Timur Tengah di Universitas Georgetown mengungkapkan bahwa kematian Ismail Haniyeh justru membawa perang terbuka makin dekat. Bahkan dimungkinkan bahwa terbunuhnya Haniyeh akan menghentikan perundingan gencatan senjata dengan Israel dan melanjutkannya dengan perang terbuka.
Israel seakan lupa bahwa kelompok Hamas bukanlah kelompok abal-abal. Hamas merupakan kelompok yang memiliki struktur kelembagaan kuat yang telah dibangunnya sejak gerakan ini didirikan pada 1987. Selain itu, strategi pembunuhan terhadap para petinggi Hamas bukan kali ini saja terjadi, tetapi sudah berulang kali. Dengan demikian, ini sudah menjadi hal biasa bagi perjuangan Hamas. Kondisi ini tidak akan membuat perjuangan Hamas dan rakyat Palestina terhenti, justru kian kuat. Hamas tidak kekurangan pejuang yang siap syahid di jalan Allah untuk mempertahankan tanah Palestina, tanah yang menjadi hak kaum muslim dengan berbagai keistimewaan di dalamnya.
Meraih Syahid di Medan Perang
Sampai kapan pun Hamas dan rakyat Palestina tidak akan membiarkan tanah Palestina diduduki oleh Israel dengan mudah. Mereka akan terus berjuang hingga tetes darah penghabisan. Hamas tidak akan pernah kehabisan para pejuang yang siap syahid di jalan Allah sebab fondasi mereka bukanlah harta, takhta, ataupun kepentingan pribadi, tetapi Islam.
Kaum muslim akan senantiasa berpegang teguh pada Islam. Kehidupan mereka semata-mata untuk meraih rida Allah, bukan yang lainnya. Mereka tidak akan pernah takut mati untuk melawan musuh-musuh Allah, seperti Israel laknatullah. Mereka justru mencari syahid di jalan Allah.
Begitu pula dengan Hamas, Ustaz Felix Siauw dalam podcast Dokter Richard Lee mengungkapkan bahwa suatu hal yang bodoh ketika motif Hamas untuk melakukan perlawanan ke Israel hanya sebatas kepentingan duniawi. Hal ini akan membuat Hamas seperti orang yang bodoh karena menyerang entitas atau kelompok yang memiliki banyak dukungan dan persenjataan yang lebih canggih. Menurut logika, Hamas akan kalah telak karena ketidakseimbangan perlawanan dari berbagai sisi. Di sisi lain, ketika motifnya hanya kepentingan pribadi, lebih baik Hamas bekerja sama dengan Israel untuk menguasai Palestina. Hal ini akan membuat Hamas mudah mendapatkan keuntungan dan kekuasaan.
Ustaz Felix kembali menjelaskan, berbeda halnya ketika motif Hamas untuk melawan Israel adalah akhirat, yakni membela agamanya, bukan membela diri dan keluarga mereka, atau sekadar membela tanah kelahiran. Oleh karena itu, Hamas disebut sebagai mujahid di dalam Islam. Aktivis Hamas tidak akan pernah gentar untuk melawan Israel walaupun mereka kalah dari berbagai sisi sebab dorongan terjun ke medan perang adalah akhirat dan syahid. Apalagi syahid di jalan Allah merupakan kematian terhormat dan mulia.
Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang mati syahid mendapatkan enam keutamaan di sisi Allah. Di antaranya keutamaan itu adalah diampuni sejak tetes darah pertama, diperlihatkan tempatnya di surga, dijaga dari siksa kubur, aman dari ketakutan besar, dipakaikan mahkota kehormatan dengan satu permata yang lebih baik daripada dunia dan seisinya, dinikahkan dengan 72 bidadari, dan dapat memberi syafaat untuk 70 anggota keluarganya." (HR. Tirmidzi).
Sungguh terdapat ganjaran yang begitu besar bagi orang yang syahid di medan perang. Inilah yang membuat kaum muslim tidak akan gentar terjun ke medan perang sebab yang mereka cari adalah surga yang dijanjikan oleh Allah bagi orang-orang yang membela agama-Nya. Kaum muslim yakin bahwa surga memiliki kenikmatan yang berlipat-lipat daripada dunia dan seisinya. Bahkan surga merupakan persinggahan terakhir manusia. Oleh karena itu, perjuangan Hamas tidak akan terhenti walaupun para pemimpin telah lebih dahulu syahid. Kedudukan pemimpin akan segera tergantikan oleh yang lainnya. Hal ini juga yang digambarkan oleh para sahabat pada Perang Mu'tah.
Kondisi Perang Mu'tah
Perang Mu'tah merupakan salah satu perang terbesar dalam catatan sejarah Islam. Perang ini terjadi pada Jumadilawal tahun delapan hijriah. Perang tersebut terjadi akibat dari terbunuhnya utusan Rasulullah saw. Harits bin Umair yang hendak mengirimkan surat kepada Raja Bushra. Ketika Harits sampai di Mu'tah (Timur Yordania), ia justru diadang dan dibunuh. Dengan terbunuhnya Harits, mereka telah mengumumkan perang sebab dalam tata peraturan seorang utusan tidak boleh dibunuh ataupun disakiti. Siapa saja yang melakukan itu, artinya telah mengumumkan perang.
Ketika berita kematian Harist bin Umair sampai ke telinga Rasulullah, ia pun segera mengirimkan pasukan. Mengutip kitab Ad-Daulah Al-Islamiyah karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, dalam perang ini Rasulullah menunjuk tiga panglima perang yaitu Zaid bin Haritsah menjadi panglima pertama yang didampingi kedua wakilnya Ja’far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah.
Rasulullah berpesan "Jika Zaid mati syahid, Ja'far yang menggantikannya. Jika Ja'far mati syahid, Abdullah bin Rawahah penggantinya.”
Dalam perang ini, kekuatan kaum muslim tidak sebanding dengan kekuatan pasukan kekaisaran Bizantium Romawi Timur. Pasukan kaum muslim berjumlah 3.000 orang, sedangkan pasukan Romawi berjumlah 200 ribu orang. Ketika kaum muslim telah berangkat ke medan perang, mereka baru mengetahui bahwa jumlah mereka tidak sebanding dengan lawan mereka. Namun, dengan motivasi yang diberikan oleh Rasulullah dan perkataan Abdullah bin Rawahah membuat semangat kaum muslim kian membara dan tidak menyurutkan tekad mereka untuk terus maju ke medan perang.
https://narasipost.com/world-news/10/2023/hipokrisi-berlanjut-palestina-hanya-butuh-khilafah/
Hal ini terbukti ketika mereka berada di medan perang. Semangat perang membara bagaikan nyala tungku yang sulit padam. Saat perang dimulai, para musuh menargetkan panglima perang yang memegang rayah (panji) bisa terbunuh. Dengan terbunuhnya panglima akan membuat pasukan gentar. Namun, nyatanya semua itu salah. Ketika Zaid syahid akibat ujung tombak yang merobek tubuhnya, rayah kemudian diambil oleh Ja'far bin Abi Thalib dan dia pun maju ke jantung pertempuran dengan hebatnya, tetapi ia pun harus syahid akibat serangan pasukan Romawi yang membuat tubuhnya terpotong menjadi dua bagian. Rayah pun disambar oleh Abdullah bin Rawahah dan kembali maju menggantikan Ja'far sebagai panglima perang. Namun, Ja'far pun harus syahid. Rayah pun diambil oleh Tsabit bin Arqam dan berteriak lantang, "Hai kaum muslim, pilihlah seorang komandan yang pantas di antara kalian!" Kemudian, kaum muslim dengan cepat bersepakat untuk memilih Khalid bin Walid.
Khalid kemudian mengambil rayah dan bergerak memutar bersama kaum muslim untuk merapatkan barisan dan bertahan hingga batas akhir pertempuran sampai malam hari tiba. Kedua pasukan saling menahan diri dari pertempuran hingga akhirnya Khalid memikirkan strategi agar musuh gentar terhadap mereka. Strategi tersebut berhasil membuat musuh gentar dan menahan diri untuk menyerang kaum muslim hingga akhirnya mereka mundur sampai ke Madinah. Tidak kalah dan tidak menang. Namun, mereka mendapatkan pelajaran berharga dari peperangan ini yakni apa pun yang terjadi ketika telah berada di medan perang tidak boleh mundur. Mereka hanya memiliki dua pilihan, syahid atau memperoleh kemenangan.
Dari sini tergambar jelas bahwa ketika kaum muslim harus terus berjuang walaupun panglima perang telah syahid terlebih dahulu. Mereka harus ingat bahwa mereka sedang membela agama Allah dan berjual beli dengan Allah. Begitu pula dengan Hamas dan rakyat Palestina saat ini. Mereka harus tetap berjuang hingga fajar kemenangan tampak. Wallahua'lam bishawab. []