Kebencian terhadap Islam hanyalah kedok untuk menutupi keburukan dan kegagalan sistem ekonomi kapitalisme yang diusung Inggris dalam menyejahterakan rakyatnya.
Oleh. Irma Sari Rahayu
(Kontributor NarasiPost.Com dan Penulis Buku “Get Up, Guys!”)
NarasiPost.Com-Kondisi Inggris terus memanas disebabkan gelombang protes yang dilancarkan oleh kelompok sayap kanan. Kerusuhan berawal terjadi di Southport, kemudian merembet ke Hartlepool, Manchester, London, Aldershot, Sunderland, Liverpool, Belfast, Hull, Stoke-on-Trent, Bristol, Meddlesbrough, Bolton, Rotherham, dan Weymouth.
Awal Kerusuhan Inggris
Memanasnya kota-kota di Inggris bukan tanpa sebab. Berawal dari tragedi pembunuhan tiga gadis remaja di kelas dansa bertema Taylor Swift yang dilakukan oleh Axel Rudakubana dari Lancashire. Beredar rumor bahwa Axel adalah seorang “imigran muslim” dan pelaku adalah “pencari suaka yang masuk ke Inggris menggunakan perahu”. Akibat rumor ini, sejumlah pengunjuk rasa sayap kanan berkumpul dan meneriakan anti-Islam dan anti pendatang. Masjid, rumah, mobil, dan hotel tempat menampung para pencari suaka diserang. Setelah diselidiki, Axel ternyata beragama Kristen dan lahir di Inggris (bbc.com, 7-8-2024).
Hoaks yang menyebar dengan cepat bagai kobaran api yang tersulut bensin. Ratusan orang dari ekstrem kanan melakukan aksi protes menolak penduduk minoritas, muslim, dan imigran. Kerusuhan semakin memanas karena aksi berlanjut dengan tindak kekerasan.
Seakan ingin membuat tandingan, ribuan orang berkumpul di seluruh Inggris membentuk perisai manusia untuk melindungi pusat suaka yang menjadi target aksi kekerasan. Spanduk bertulisan “pengungsi diterima” dan “tolak rasisme, coba terapi” mewarnai aksi gelombang protes tandingan. Ketegangan memuncak di Aldershot, Hampshire ketika dua kelomopok demonstran bertemu di jalan (cnbcindonesia.com, 8-8-2024).
Semata Rasis atau Ada Motif Politik?
Dalam sebuah wawancara dengan harian The Guardians, Sara Khan seorang mantan penasihat pemerintah soal kerukunan masyarakat mengatakan bahwa kerusuhan di Inggris tidak terjadi secara tiba-tiba. Ia mengatakan aksi ini dipicu oleh hasutan dan kebencian terhadap imigran dan muslim yang dilontarkan oleh politisi Partai Konservatif. Partai Konservatif sendiri telah berkuasa selama 14 tahun di Inggris hingga akhirnya kalah telak dalam pemilu Inggris Juli lalu.
Ujaran kebencian terhadap imigran terus dilontarkan ketika pertumbuhan ekonomi Inggris melambat. Slogan-slogan seperti “kalangan Islamis mengusai Inggris”, “kaum pendatang merampas lapangan kerja”, dan “imigrasi ancaman bagi negara” terus digulirkan. Maka ketika ada momen yang tepat, hasutan ini pun bersambut.
Kerusuhan juga tersulut dari tersebarnya disinformasi yang dilakukan oleh pemimpin partai sayap kanan Inggris Britain First, Ashlea Simon. Simon membagikan sebuah tangkapan layar dari sebuah artikel yang berisi rencana Perdana Menteri Inggris Keir Starmer membuat kamp tahanan darurat di Kepulauan Falkland. Disebutkan, kamp tersebut digunakan untuk menahan perusuh karena penjara Inggris sudah penuh.
Simon bahkan membubuhkan nama Fiona Parker, seorang jurnalis senior The Telegraph saat membagikan tangkapan layar tersebut. Parahnya, Elon Musk turut membagikan ulang unggahan Simon. Tak lama kemudian unggahan Simon tersebut disanggah oleh pihak The Telegraph (kompas.com, 10-8-2024). Memang, belum ada analisis dan bukti lebih lanjut, apakah yang dilakukan oleh Partai Konservatif ini adalah upaya menggoyang kepemimpinan PM Inggris yang baru, mengingat mereka baru saja kalah telak dalam pemilu atau hanya sekadar kebencian rasis semata.
Islamofobia di Balik Memanasnya Inggris
Tak dapat dimungkiri bahwa jumlah warga muslim di Inggris terus bertambah. Data kantor Statistik Nasional (ONS) Inggris menyebutkan, jumlah populasi muslim di Inggris sebanyak 3,9 juta orang pada tahun 2021. Inggris juga pernah menjadi salah satu negara Eropa yang memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak di tahun 2020. Umat Islam di Inggris tersebar di beberapa kota, akan tetapi sebanyak 68 persen tinggal di wilayah dengan jumlah pengangguran tertinggi. Itulah sebabnya kebencian terhadap muslim sangat kuat karena dianggap sebagai pesaing dalam mencari lapangan pekerjaan.
Saat perekonomian negara di Eropa bertumbuh, kebijakan terhadap imigrasi dirasakan lebih longgar. Hal ini disebabkan kebutuhan negara untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja demi pertumbuhan ekonomi. Namun, ketika pertumbuhan perekonomian Inggris lebih lambat di antara negara-negara maju di Eropa, isu imigrasi terutama imigran muslim paling disorot karena dianggap sebagai beban negara. Padahal, muslim Inggris juga memiliki peran penting dalam pembangunan . Beberapa muslim pernah menjadi wali kota di beberapa kota besar Inggris, bahkan ada yang terpilih dua kali.
Kebencian terhadap Islam hanyalah kedok untuk menutupi keburukan dan kegagalan sistem ekonomi kapitalisme yang diusung Inggris dalam menyejahterakan rakyatnya. Faktanya, banyaknya pengangguran bukan hanya menimpa warga Inggris nonmuslim, warga muslim pun mengalami hal yang sama. Kesulitan ekonomi merata dirasakan oleh seluruh warga, baik lokal maupun pendatang.
Sikap warga Inggris sendiri justru makin terbuka dengan Islam dan umat Islam. Fenomena warga Inggris terutama remaja dan anak-anak yang memeluk Islam terjadi pasca serangan Israel ke Gaza. Maka ujaran kebencian anti-Islam yang dilontarkan Partai Konservatif diyakini sebagai sikap Islamofobia akut. Sebuah survei pada awal Februari 2024 mengungkap bahwa 29 persen warga Inggris percaya bahwa partai sayap kanan tersebut memang bermasalah dengan Islamofobia.
Khatimah
Nasib muslim minoritas di berbagai belahan dunia masih dalam bayang-bayang sikap Islamofobia. Sistem demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan dan hak asasi nyata gagal dalam melindungi umat Islam. Kebencian orang kafir terhadap muslim telah Allah gambarkan di dalam surah Ali-Imran ayat 118 yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil teman kepercayaan dari orang-orang di luar kalangan (agama)mu (karena) mereka tidak henti-hentinya (mendatangkan) kemudaratan bagimu. Mereka menginginkan apa yang menyusahkanmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang mereka sembunyikan dalam hati lebih besar. Sungguh Kami telah menerangkan kepadamu ayat-ayat (Kami) jika kamu berpikir”.
Islamofobia akan hilang dan keamanan umat Islam akan senantiasa terjaga jika Islam kembali memimpin dunia. Islam dan syariatnya yang dijanjikan akan menjadi rahmat bagi seluruh alam, niscaya akan dirasakan oleh seluruh umat manusia.
Wallahu a’lam bishshawaab []
[…] https://narasipost.com/world-news/08/2024/inggris-memanas-warga-muslim-waswas/ […]
Negara gagal, muslim jadi.kambing hitam. Di beberapa negara Eropa, pertumbuhan manusianya mengkhawatirkan karena angka pernikahan dan kelahiran rendah. Dibuka pintu bagi kaum imigran termasuk dari negara muslim karena dibutuhkan agar ada pekerja dan pembayar pajak. Tetapi, di sisi lain, Islamofobia gencar dihembuskan. Barat memang hipokrit.