Balas dendam Iran dan proksi-proksinya masih sulit diwujudkan jika tarik ulur kepentingan negeri-negeri muslim masih mewarnai di dalamnya.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasiku/Bianglala Aksara)
NarasiPost.Com-Terbunuhnya pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh berbuntut panjang. Insiden pembunuhan tersebut telah menyulut kemarahan beberapa negara Arab. Respons paling keras terhadap pembunuhan Haniyeh dilakukan oleh Iran. Imbas pembunuhan tersebut, Iran disebut mulai menyiapkan peluncur roket dan melakukan latihan militer. Iran dan Hamas bahkan bersumpah akan melakukan balas dendam dengan memberi hukuman berat pada waktu, tempat, dan cara yang tepat.
Sementara itu, Israel yang menjadi pihak tertuduh juga tak tinggal diam. Meski masih bungkam terkait tuduhan pembunuhan pemimpin Hamas, Israel juga mempersiapkan segala kemungkinan yang bisa terjadi, tentu dengan mengandalkan bantuan Amerika Serikat. Hal ini ditandai dengan datangnya Kepala Komando Pusat Amerika Serikat (CENTCOM) Michael Erik Kurilla ke Israel untuk mempersiapkan potensi serangan balasan oleh Iran, sebagaimana dilaporkan oleh The New Arab. (cnnindonesia.com, 8-8-2024)
Sebelumnya, diberitakan bahwa Haniyeh terbunuh di Teheran, Iran pada 31 Juli setelah menghadiri pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian pada 30 Juli 2024. Beberapa jam sebelum Haniyeh terbunuh, komandan tertinggi kelompok milisi Hizbullah Fuad Shukr juga terbunuh dalam serangan Israel ke Beirut, Lebanon. Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah bahkan menyatakan Israel telah melampaui batas sehingga memungkinkan terjadinya perang di seluruh front.
Balas Dendam Melalui Perang Proksi?
Pembunuhan terhadap Haniyeh membuat situasi Timur Tengah makin genting. Negara-negara di dunia bahkan mengungkapkan kekhawatiran akan meletusnya perang langsung antara Iran (yang didukung proksi-proksinya) dengan Israel. Kemungkinan terjadinya perang proksi makin jelas setelah keluar pernyataan dari Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) yang menyatakan akan menghukum keras Israel sesuai arahan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei. Sumpah tersebut diikuti dengan pemanggilan seluruh proksi Iran tak lama setelah pernyataan tersebut dikeluarkan. (cnnindonesia.com, 10-8-2024)
Pernyataan IRGC yang akan membalas Israel dan kemungkinan terjadinya perang proksi membuat publik banyak berspekulasi. Apakah Iran akan mengoordinasikan Poros Perlawanan (proksi-proksinya) atau membiarkan mereka bertindak sendiri-sendiri? Poros Perlawanan sendiri merujuk kepada koalisi politik dan militer yang terdiri dari beberapa negara (seperti Iran dan Suriah) serta kelompok bukan negara (seperti Hamas, Hizbullah, Houthi, dll.) yang dipimpin oleh Iran.
Namun, para pengamat justru memiliki pandangan berbeda. Seorang ilmuwan politik di Universitas Amerika di Beirut, Lebanon Imad Salamei menyebut, Iran dan Hizbullah kemungkinan akan memiliki pendapat yang sama. Meskipun nantinya terjadi serangan balasan seperti apa pun, serangan itu cukup terbatas (tidak sampai meluas) karena Iran mencoba menghindari eskalasi. Para analis juga menyebut, jika Iran mampu mencapai keseimbangan yang tepat dalam merespons Israel, perang besar di kawasan tersebut dapat dihindari. Sebaliknya, jika Iran melibatkan sekutu regionalnya, yakni Poros Perlawanan, ketegangan kecil dengan Israel akan terus berlanjut.
Memang benar, pembunuhan Haniyeh di wilayah teritorial Iran merupakan penghinaan besar bagi pemerintah Iran yang merasa kecolongan. Namun, para pengamat menilai hal ini tidak akan mengubah upaya Iran untuk menghindari perang kawasan dengan Israel dan Amerika Serikat, sebagaimana dikatakan oleh Manajer Program Timur Tengah dan Afrika Utara Reza Akbari. Berbagai analisis tersebut makin menyiratkan bahwa perang langsung antara Iran (bersama proksi-proksinya) dengan Israel yang didukung AS, kemungkinan tidak akan terjadi saat ini.
Mungkinkah Iran Berani Menantang AS?
Saat ini Iran memang tampak bersungguh-sungguh melakukan balas dendam terhadap kematian Haniyeh. Namun, fakta tersebut justru bertolak belakang dengan respons Iran terhadap agresi Israel selama ini. Selama lebih dari 10 tahun, Israel telah meningkatkan agresinya terhadap berbagai kepentingan Iran dari tahun ke tahun. Sayangnya, serangan berulang entitas Yahudi justru hanya ditanggapi dengan pernyataan kosong tanpa bukti konkret. Pernyataan tersebut, di antaranya Iran akan menanggapi agresi Israel pada tempat dan waktu yang tepat.
Serangan Israel terhadap berbagai fasilitas yang dimiliki Iran sudah dimulai sejak 2010 silam. Israel telah memasukkan virus bernama Stuxnet ke dalam sistem komputer Iran hingga mengakibatkan kerusakan pada beberapa mesin sentrifugal reaktor nuklirnya. Israel juga menargetkan para ilmuwan Iran dan berhasil membunuh lima di antaranya, mencuri setengah ton dokumen rahasia dari reaktor nuklir, menargetkan untuk merusak 12 kapal milik Iran, dan menargetkan fasilitas penyimpanan mesin sentrifugal reaktor nuklir Iran. (mediamuslimtimurtengah.com)
Terhadap serangan berulang selama kurun waktu tersebut, Iran hanya menanggapi dengan berbagai pernyataan, seperti Iran akan menyimpan hak untuk menanggapi. Juga diamnya Iran adalah bagian dari strategi yang disebut "kesabaran strategis", dan berbagai argumen kosong lainnya. Dari sini tampak bahwa Iran merupakan negara yang tidak memiliki independensi dalam pengambilan keputusan.
Iran tentu khawatir akan hilangnya kemaslahatan besar jika berani menentang kebijakan negara adidaya itu. Hal ini karena selama 40 tahun, Iran sudah melaksanakan rencana AS di Timur Tengah. Lantaran mengikuti rencana AS, Iran mampu merebut Irak, Suriah, Yaman, dan Lebanon. Oleh karena itu, Iran akan berpikir seribu kali untuk melanggar perintah AS dan menanggapi serius serangan entitas Yahudi, dahulu dan sekarang.
Jika Iran tetap melanggar, ia harus siap kehilangan pengaruh dan kepentingannya di wilayah tersebut. Dengan demikian, satu-satunya alasan paling kuat dari diamnya Iran terhadap agresi entitas Yahudi terletak pada kenyataan bahwa keputusan kedaulatan Iran bergantung pada AS. Selain itu, diamnya Iran terhadap serangan bertubi-tubi entitas Yahudi selama ini juga disebabkan adanya hubungan erat dan solidnya koordinasi politik dan militer dengan AS. Koordinasi kedua negara tersebut bahkan sudah terjadi sejak pendudukan AS di Irak, Afganistan, dan terus berlanjut sampai saat ini.
Tanpa koordinasi tersebut, Iran tidak akan memiliki pengaruh atas negara-negara Arab, sebagaimana AS tidak akan mampu menduduki Irak dan Afganistan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Iran tidak mungkin mengambil selangkah pun tindakan dalam aktivitas militer tanpa koordinasi dengan AS. Ini pula yang makin menguatkan bukti bahwa Iran adalah negara satelit Amerika.
Jika sejak dahulu Iran selalu melakukan kebijakan yang tidak menyimpang dari kepentingan AS, apakah mungkin saat ini Iran berani melakukannya? Hubungan solid Iran-AS di balik layar justru makin membuat kita sulit memercayai bahwa aktivitas politik Iran akan menyimpang dari kebijakan AS. Ya, kita pun akhirnya sulit memercayai bahwa Iran benar-benar ingin melakukan balas dendam terhadap Israel dan benar-benar peduli pada rakyat Palestina. Aksi saling serang yang selama ini dilakukan oleh Iran dan Israel, disebut oleh para pengamat tetap dikendalikan oleh ritme Amerika. Inilah keterpurukan hakiki negeri-negeri muslim di bawah kendali Barat.
Dunia Islam Berjaya dengan Khilafah
Dunia Islam tidak akan keluar dari keterpurukannya selama masih berkiblat pada Barat. Di bawah kendali negara-negara Barat, para penguasa negeri muslim justru menjadi pengkhianat bagi umat Islam sendiri. Tidak ada yang benar-benar peduli terhadap penderitaan yang dialami oleh kaum muslim di Palestina dan negeri lainnya.
Dengan sistem kapitalismenya, Barat mendominasi negeri-negeri muslim dalam seluruh aspek baik politik, ekonomi, dan lainnya. Tak hanya itu, Barat juga memecah persatuan negeri-negeri muslim dan menjadikan mereka saling berkonflik dengan sesamanya. Para penguasa muslim pun hanya memikirkan kepentingan nasional mereka dengan mengorbankan rasa empati terhadap saudara muslim lainnya. Di bawah sistem tak manusiawi ini, masa depan dunia benar-benar suram.
Meski jumlah kaum muslim cukup besar, mereka ibarat buih di lautan. Mereka sangat rapuh hingga tidak mampu menghadapi kekuatan negara penjajah. Jangankan bersatu untuk memerangi penjajah yang menganeksasi negeri-negeri muslim, sekadar memiliki kepedulian terhadap saudaranya yang lain pun sangat sulit. Buktinya saat Gaza dibombardir, anak-anak dan wanita dibunuh, tidak ada satu pun negeri muslim yang berani mengirimkan tentaranya untuk mengusir entitas Yahudi dari bumi Palestina, kecuali sebatas kecaman tanpa aksi.
https://narasipost.com/world-news/04/2024/peran-iran-dalam-isu-palestina/
Meski demikian, kondisi ini seharusnya tidak membuat umat putus asa. Meski saat ini AS dengan pongahnya mengakui sebagai negara adidaya di dunia, negara itu juga harus mengakui bahwa kekuatannya makin rapuh. Kekalahan berbagai invasinya di dunia Islam, krisis psikologi tentaranya dalam menghadapi peperangan, dan berbagai permasalahan yang menjerat di dalam negerinya sudah cukup menjadi bukti kerapuhannya.
Pada saat yang sama, kesadaran umat mulai terbangun. Sebagian umat sudah menyadari keburukan dan kerusakan ideologi kapitalisme Barat yang mengakibatkan nestapa tak berujung bagi dunia Islam. Sungguh, pada titik inilah kesempatan besar untuk mengubah konstelasi politik dunia menjemput janji Allah dan bisyarah rasul-Nya akan tegaknya institusi pelindung umat. Janji Allah akan tegaknya institusi politik Islam yang menjadi pelindung umat Islam pasti akan datang. Institusi politik tersebut adalah Khilafah Islamiah.
Khatimah
Balas dendam Iran dan proksi-proksinya masih sulit diwujudkan jika tarik ulur kepentingan negeri-negeri muslim masih mewarnai di dalamnya. Balas dendam sesungguhnya adalah mengusir penjajah yang bercokol di negeri-negeri muslim. Namun, hal itu hanya bisa dilakukan dengan komando dari Khilafah sebagai institusi pemersatu umat.
Di bawah komando dan perlindungan Khilafah, kebatilan pasti lenyap dan kebenaran pasti bersinar. Bukankah Allah Swt. sudah menjanjikan hal itu dalam ayat-ayat-Nya yang mulia? Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Isra' [17] ayat 81:
وَقُلۡ جَآءَ ٱلۡحَقُّ وَزَهَقَ ٱلۡبَٰطِلُۚ إِنَّ ٱلۡبَٰطِلَ كَانَ زَهُوقٗا ٨١
Artinya: "Katakanlah, 'Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.' Sungguh, yang batil itu pasti lenyap."'
Wallahualam bissawab.[]
Jazaknnallah khairan karsiran tim NP