“Akan tetapi untuk lokal, koin emas tidak akan berpengaruh secara signifikan dalam menstabilkan ekonomi makro. Karena, sebagian besar warga Zimbabwe terlalu miskin untuk membeli koin tersebut.“
Oleh. Trisnawati, S.Kom.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sejak 2008 silam, dolar Amerika Serikat (AS) menjadi mata uang pilihan warga negara Zimbabwe. Hal ini dikarenakan mata uang lokal Zimbabwe mengalami lonjakan inflasi yang sangat jauh di luar kendali. Keputusan Bank Sentral untuk mencetak uang kertas sebanyak 100 triliun dolar nyatanya berujung sia-sia, inflasi tetap melaju dan pada akhirnya uang kertas tersebut kini hanya menjadi barang koleksi.
Badai inflasi yang melanda Zimbabwe pada tahun 2008 lalu menorehkan ingatan menakutkan bagi masyarakatnya. Hiperinflasi yang mencapai 5 miliar persen membuat tabungan mereka raib begitu saja. Atas pengalaman buruk tersebut tidak sedikit orang Zimbabwe saat ini lebih memilih dolar Amerika Serikat (AS) untuk tabungan atau sekadar transaksi harian.
Menurut profesor ekonomi terapan Universitas John Hopkins di Maryland, Steve Hanke, pada bulan Juni lalu Zimbabwe mengalami inflasi tertinggi di dunia yaitu sekitar 191,60 persen. Di mana keyakinan terhadap dolar lokal sangat rendah sehingga menyebabkan komoditas barang dan jasa sebagian besar dihargai dengan dolar AS. (cnbc.indonesia.com,24/7/2022)
Alhasil permintaan warga negara Zimbabwe terhadap dolar AS meningkat sementara pasokan dolar AS dalam negeri semakin menipis. Dengan demikian pemerintah berupaya untuk memoderasi dolar AS dengan cara meluncurkan koin emas untuk meningkatkan kembali kepercayaan pada mata uang lokal.
Mengenal Si Koin Emas Zimbabwe
Bak primadona, koin emas saat ini diminati berbagai negara sebagai sandaran mata uang untuk mengatasi lonjakan inflasi. Setelah sebelumnya Rusia yang secara tiba-tiba menyandarkan mata uangnya (Rubel) pada emas. Kini menyusul Zimbabwe memperkenalkan koin emas terbarunya.
Mosi-oa-Tunya adalah nama yang disematkan oleh pemerintah Zimbabwe kepada koin emasnya. Hal ini terinspirasi dari Air Terjun Victoria yang terletak di perbatasan antara Zimbabwe dan Zambia. Koin emas dengan makna asap yang bergemuruh ini memiliki kadar 22 karat. Di mana masing-masing koin seberat 1 Troy (31,1 gram) dan diberi nomor satu per satu.
Gubernur Bank Sentral Zimbabwe, John P. Mangudya mengatakan koin emas akan tersedia dan dijual ke publik baik dalam mata uang lokal maupun mata uang asing lainnya, termasuk dolar AS. Dengan patokan harga berdasarkan harga emas internasional yang berlaku ditambah dengan biaya produksi koin. Ia pun mengatakan bahwa jika mata uang paralel stabil, uang akan memiliki nilai dan harga yang stabil pula.
Dilansir dari Republika.com (26/7/2022), pada hari Senin lalu Bank Sentral Zimbabwe mencairkan 2000 koin emas ke bank komersial. Menurut John, koin pertama dicetak di luar negeri, namun nanti pada akhirnya akan dicetak secara lokal. Adapun penggunaan koin emas ini bisa dilakukan untuk bertransaksi di toko-toko, tergantung apakah toko tersebut punya uang untuk kembalian atau tidak.
Ilusi Atasi Inflasi
Menanggapi diluncurkannya koin emas ini, para ekonom dan opisisi merasa pesimis dan berpendapat bahwasanya ide tersebut tidak berguna. Pasalnya, secara internasional koin emas memang bisa digunakan di negara-negara seperti, Tiongkok, Afrika Selatan dan Australia untuk melindungi value terhadap inflasi dan sebagai pendukung investasi. Meskipun tidak banyak digunakan sebagai mata uang seperti yang diharapkan oleh Bank Sentral Zimbabwe.
Akan tetapi untuk lokal, koin tidak akan berpengaruh secara signifikan dalam menstabilkan ekonomi makro. Karena, sebagian besar warga Zimbabwe terlalu miskin untuk membeli koin tersebut. Bahkan, sekadar membeli roti saja mereka tidak memiliki uang, apalagi untuk menabung.
Negara Sumber Emas Berkubang Kemiskinan
Zimbabwe merupakan negara yang memiliki sumber emas dengan jumlah cukup besar. Tercatat, pada tahun 2021 produksi emas meningkat sekitar 30 ton dibanding dengan tahun 2020 yang hanya 19 ton. Jumlah ini belum termasuk produsen skala kecil seperti penambang rakyat sebanyak 19 ton emas yang dikirim pada 2021, dan penambang ilegal yang diperkirakan merugikan negara sekitar 36 ton emas per tahun atau 100 juta AS per bulan.
Menjamurnya penambang emas ilegal di Zimbabwe bukanlah tanpa sebab. Kemiskinan yang membelenggu negeri ini membuat rakyat melakukan berbagai cara untuk sekadar bertahan hidup. Termasuk bertaruh nyawa di tambang emas ilegal Zimbabwe. Tidak sedikit dari mereka yang meregang nyawa, terjebak di lubang tanah lokasi penambangan.
Zimbabwe adalah salah satu negara yang jatuh miskin akibat hiperinflasi hingga resesi yang berdampak buruk terhadap kehidupan masyarakat. Padahal sebelumnya, pada tahun 1980 Zimbabwe adalah negeri yang kaya, dikenal dengan kekayaan alamnya juga memiliki industri pertanian yang andal.
Namun sayangnya, pada tahun 1990-2020 kondisi Zimbabwe memburuk akibat dari perebutan tanah pertanian milik ras lain yang dilakukan oleh Presiden Mugabe. Kebijakan ini berdampak fatal, di samping pemerintahan yang korup, lahan pertanian juga tidak diolah dengan baik hingga produksi terus anjlok.
Dinar dan Dirham Mata Uang Antiinflasi
Rasulullah saw. bersabda:
"Dinar (emas) dan dirham (perak) adalah stempel Allah di muka bumi-Nya. Barang siapa yang datang dengan mempergunakan stempel tuhannya, maka akan dicukupi semua kebutuhannya". (HR. Ath-Thabrani)
Emas dan perak adalah mata uang yang dikenal paling stabil di dunia. Rasulullah saw. menetapkan dinar (emas) dan dirham (perak) sebagai mata uang yang sah dalam perniagaan. Nilai tukar mata uang berbahan dasar emas ini dari dahulu hingga saat ini tidak berubah, tidak mengalami inflasi maupun deflasi.
Terbukti, sejak masa Rasulullah saw. hingga sekarang, nilai mata uang dwilogam ini tetap stabil. Kita bisa melihat pada perbandingan nilai-nilai barang konsumtif. Misalnya saja, harga seekor kambing pada jaman Nabi saw. harganya adalah 1 dinar setara dengan Rp2,2 juta. Hari ini, 14 abad kemudian harganya kurang lebih masih sama yaitu sekitar 1 atau 2 dinar. Hal ini memperlihatkan selama 1.400 tahun, inflasinya adalah nol.
Lantas bagaimana dengan koin emas yang diluncurkan oleh Zimbabwe? Apakah bisa menangkal inflasi dan menstabilkan perekonomian? Memang benar emas dapat diterapkan sebagai mata uang yang sempurna jika emas tersebut diterbitkan oleh negara. Namun dalam perkara Zimbabwe ini kita melihat adanya ketimpangan ekonomi, di mana rakyatnya sebagian besar dalam kondisi sangat miskin sehingga tidak dapat memiliki koin emas tersebut.
Dalam Islam, segala sesuatu yang akan digunakan untuk mata uang haruslah memenuhi tiga syarat. Pertama, mata uang tersebut harus dapat digunakan sebagai dasar untuk penentu harga barang dan jasa. Kedua, Dikeluarkan oleh otoritas yang bertanggung jawab, bukan badan yang tidak diketahui keberadaannya. Ketiga, mata uang tersebut harus tersebar luas dan mudah dijangkau oleh masyarakat luas. Tidak beredar hanya di kalangan tertentu saja.
Adapun syarat negara penerbit mata uang ini haruslah negara adidaya (super power). Tidak bisa sembarang negara, terlebih negara pembebek yang bergantung dengan negara asing lainnya. Sebab, penerbitan mata uang (emas) resmi negara akan mengancam eksistensi mata uang kuat dunia (saat ini dolar AS). Tentu saja mereka tidak akan tinggal diam jika eksistensi uang kertasnya melemah akibat kehadiran mata uang emas ini. Mereka akan menggunakan berbagai macam cara untuk menghabisi negara penerbit.
Dengan demikian, apabila suatu negara menginginkan terlepas dari impitan ekonomi, segala bentuk inflasi dan deflasi serta menginginkan kesejahteraan negaranya. Haruslah ada upaya memperjuangkan kembali negara adidaya saingan yang terbukti kuat, menyejahterakan, dan anti inflasi selama lebih dari 13 abad lamanya. Negara tersebut tidak lain adalah negara Khilafah Ar-Rasyidah. Wallahu a’lam bi ashowab[]