Tangan-Tangan Manusia di Balik Bencana

"Dapat disimpulkan perubahan iklim sebenarnya bukanlah pencetus terbesar bagi terjadinya bencana banjir. Ada tangan-tangan manusia yang ikut berperan menjadi dalang. Apalagi perubahan iklim yang kini terjadi bukan semata terjadi alamiah, namun karena ulah manusia yang serakah dalam mengeksploitasi alam secara berlebihan."

Oleh. Dwi Indah Lestari
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- Banjir bandang kembali melanda Sudan. Sejak awal musim gugur, Sudan diguyur hujan lebat dan ditengarai menjadi penyebab bencana yang telah menewaskan 52 orang, melukai 12 orang, dan menghancurkan serta merusak ribuan rumah itu. Selama bulan Mei-Oktober, Negeri 2 Nil itu biasanya mendapatkan curah hujan yang cukup tinggi dan mengalami banjir bandang setiap tahunnya (detik.com, 14/8/2022).

Penyebab Banjir

Perubahan iklim selama ini selalu dijadikan biang kerok dari berbagai bencana alam seperti banjir bandang. Tak dapat dimungkiri, bumi saat ini memang tengah mengalami perubahan secara global. Meskipun perubahan iklim sejatinya merupakan fenomena yang terjadi secara alami, namun sejak tahun 1800-an aktivitas manusia ditengarai menjadi faktor penyebab utamanya.

Penggunaan bahan bakar fosil, misalnya batu bara, minyak bumi dan gas, telah menyebabkan emisi gas rumah kaca dan berkontribusi menaikkan suhu permukaan bumi. Karbondioksida dan metana seperti yang dihasilkan dari pembakaran hutan dan aktivitas industri turut melahirkan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim. Konsekuensinya adalah terjadi kekeringan berkepanjangan, naiknya permukaan air laut, banjir, dan lain-lain. Sudan sendiri merupakan negara yang hingga kini masih mengalami situasi krisis kemanusiaan yang disebabkan oleh konflik dan bencana alam akibat perubahan iklim.

Dilansir dari pikiranrakyat.com (14/6/2022), sekitar 1,7 juta jiwa penduduk Sudan terancam mengalami kelaparan. Para ilmuwan menyebut cuaca ekstrem dan urbanisasi predator di sepanjang sungai, disinyalir menjadikan banjir bandang yang melanda Sudan semakin parah. (bbc.com, 15/9/2022)

Urbanisasi predator sendiri dapat dimaknai sebuah perilaku pemanfaatan lahan untuk kepentingan tertentu dengan memakan lahan lainnya. Sebagai contoh, ketika lahan di perkotaan sudah penuh dengan perkantoran, pabrik, dan perumahan, sementara kebutuhan tempat tinggal bagi para pekerja menengah ke bawah tidak mampu bersaing dengan komplek perumahan di pusat kota. Pilihan kemudian jatuh pada lahan di pinggir kota yang masih dapat dijangkau.

Komplek perumahan yang menjamur seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan sekolah, pelayanan kesehatan, dan pusat ekonomi memicu perkembangan sarana perdagangan, pendidikan, dan lainnya. Jadilah wilayah pinggiran menjadi perkotaan juga, yang kemudian melahirkan problem serupa, seperti kemacetan. Ilustrasi ini dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi daerah pinggiran sungai di Sudan yang juga mengalami urbanisasi predator.

Sudan sendiri dialiri oleh dua aliran sungai Nil, yaitu Nil Biru dan Nil Putih. Seperti diketahui, bantaran sungai merupakan area yang berfungsi untuk menampung luapan air berlebih yang tidak mampu ditampung oleh badan sungai. Oleh karena itu, semestinya bantaran sungai bebas dari bangunan. Alih fungsi bantaran sungai untuk permukiman atau bangunan lainnya ditambah gaya hidup yang tidak sehat akan menyebabkan pendangkalan dan pencemaran air. Wajarlah bila kemudian terjadi banjir.

Jadi, dapat disimpulkan perubahan iklim sebenarnya bukanlah pencetus terbesar bagi terjadinya bencana banjir. Ada tangan-tangan manusia yang ikut berperan menjadi dalang. Apalagi perubahan iklim yang kini terjadi bukan semata terjadi alamiah, namun karena ulah manusia yang serakah dalam mengeksploitasi alam secara berlebihan.

Solusi Pragmatis

Sayangnya, upaya-upaya penanggulangan banjir bandang di Sudan tak juga membuahkan hasil. Negara yang terletak di timur laut benua Afrika itu tetap diterjang banjir setiap tahunnya. Tentu saja karena solusi yang dijalankan untuk mengatasi bencana tahunan ini belum menyentuh akar persoalan yang sesungguhnya.

Dilansir dari liputan6.com (15/8/2022), sebagaimana informasi yang bersumber dari Pertahanan Sipil Polisi Sudan, konvoi bantuan yang membawa bahan makanan, selimut, tenda, dan pompa air telah dikirim ke negara bagian Sungai Nil dan Sudan Barat yang merupakan wilayah terdampak. Selain itu, desakan agar warga menghentikan pekerjaan konstruksi di dekat sungai atau di sungai juga telah dikeluarkan melalui juru bicara Dewan Nasional Pertahanan Sipil, Abdul Jalil Abdul Rahim.

Solusi yang cenderung bersifat pragmatis tersebut tentu tidak akan dapat menghentikan bencana banjir akan terjadi lagi di masa mendatang. Sebab penyebab utama terjadinya banjir bandang ini bersifat sistemik. Sehingga dibutuhkan solusi yang revolusioner, yaitu dengan adanya perubahan sistem. Apalagi persoalan banjir bandang di Sudan ini salah satunya disebabkan karena perubahan iklim global. Maka, antisipasi bencana tidak cukup hanya dengan menyiapkan bantuan kemanusiaan saja.

Ironis sebenarnya. Padahal Sudan merupakan salah satu negara di Afrika yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Selain kandungan minyak dan mineral yang tersimpan di dalam bumi, tanahnya pun subur. Namun negara itu terus berkubang krisis kemanusiaan hingga kini. Padahal dengan potensi yang luar biasa tersebut, seharusnya Sudan mampu melakukan berbagai upaya untuk dapat menuntaskan bencana tahunan tersebut.

Perspektif Islam terkait Bencana Alam

Telah nyata sebenarnya bahwa tangan-tangan manusia memilki andil bagi kerusakan alam yang melahirkan berbagai bencana, seperti banjir bandang. Hal ini telah diingatkan oleh Allah Swt di dalam kalam-Nya yang agung.

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS. Ar-rum: 41-42)

Kemaksiatan-kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia telah berimbas pada alam yang semestinya dijaga oleh khalifatul fil ardh ini. Sayangnya manusia justru senang melanggar syariat-Nya dan lupa pada amanah untuk menjaga kelestarian alam. Apalagi penerapan sistem kapitalisme yang dengan rakusnya mengeruk potensi alam untuk memuaskan hawa nafsunya semata, seringkali tidak mempertimbangkan dampaknya kepada lingkungan.

Pada dasarnya terjadinya bencana sebenarnya menjadi peringatan dari Allah untuk manusia agar berintrospeksi terhadap dosa-dosanya. Sebagaimana yang terjadi pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khatthab. Saat itu Madinah digoncang gempa dahsyat. Seketika Khalifah Umar pun berkata usai memuji asma-Nya.

“Wahai rakyatku tidaklah gempa ini terjadi kecuali karena ada sesuatu yang kalian lakukan. Alangkah cepatnya kalian melakukan dosa. Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, jika terjadi gempa susulan, aku tidak akan mau tinggal bersama kalian selamanya!”

Apa yang dikatakan oleh Khalifah tersebut adalah untuk mengingatkan umat tentang segera datangnya balasan akibat kemaksiatan yang terjadi. Karena itu, Umar r.a. menyeru kepada penduduk untuk bertobat dan meninggalkan segala bentuk kemaksiatan kepada Allah Swt. Sikap inilah yang semestinya dilakukan pertama kali oleh para pemimpin ketika negerinya ditimpa sebuah musibah.

Pertobatan itu juga seharusnya diiringi dengan sikap kembali tunduk dan taat kepada aturan Allah Swt untuk mengatur seluruh aspek kehidupannya. Sementara penerapan syariat Islam hanya akan terwujud bila Khilafah tegak menaungi umat. Khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah inilah yang akan menjalankan kepemimpinan untuk mengurus urusan umat sebagai amanah kepemimpinannya.

“Seorang imam (pemimpin) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat). Ia akan dimintai pertanggunjawaban atas urusan rakyatnya,” (HR. Bukhari dan Muslim)

Khalifah pula yang akan menjalankan langkah-langkah penanggulangan bencana seperti banjir sesuai tuntunan syariat. Di antaranya adalah dengan memerintahkan masyarakat untuk menjaga lingkungan, menciptakan kebiasaan hidup bersih dan sehat, dan lainnya. Khalifah juga yang akan melindungi hutan, sungai dan lainnya. Pembangunan bendungan, penataan tata ruang kota dengan mempertimbangkan lingkungan, juga dapat menjadi langkah khilafah dalam mencegah banjir terjadi. Selain itu, Khilafah juga akan menerapkan aturan dan sanksi yang tegas bagi orang-orang yang merusak lingkungan, seperti membuang sampah dan limbah sembarangan, penebangan dan pembakaran hutan, serta aktivitas lainnya. Khalifah juga mendorong dan mendukung berbagai inovasi baru pemanfaatan sumber daya energi lainnya yang lebih ramah lingkungan sehingga emisi gas rumah kaca dapat dihindari. Dengan begitu perubahan iklim global dapat diminimalisasi.

Andai pun terjadi bencana banjir, maka Khilafah akan segera mengatasinya, seperti melakukan evakuasi warga dan menyediakan bantuan bahan pangan serta kebutuhan lainnya. Bila memang wilayah tersebut rawan banjir, maka Khalifah akan melakukan pemindahan penduduk ke area permukiman yang lebih aman. Dengan begitu, banjir dapat diantisipasi sehingga tidak memakan korban jiwa lebih banyak.

Begitulah, ketika sistem Islam yang kaffah dipakai untuk mengatur kehidupan. Umat akan mendapatkan perlindungan dan penjagaan yang sesungguhnya. Bukan hanya itu, alam pun akan terjaga kelestariannya. Allah Swt juga telah menjanjikan keberkahan hidup yang akan tercurah ketika umat mau tunduk pada syariat-Nya yang sempurna.

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al A’raf: 96)

Wallahu’alam bisshowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Dwi Indah Lestari Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Dakwah Butuh Jiwa yang Ikhlas
Next
Sistem Pendidikan Islam Lahirkan Generasi Cemerlang
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram