Kehidupan Penuh Teror, Salman Rushdie Penulis The Satanic Verses

“Bagaimanapun juga sistem sekuler adalah akar dari terjaminnya penistaan agama. Kita membutuhkan negara bukan hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga untuk melindungi diri dan agama kita.”

Oleh. Siti Amelia Q. A
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Baru-baru ini nama Hadi Matar menjadi sorotan publik, usai disebut sebagai pelaku penyerangan terhadap Salman Rushdie, hingga mengalami cedera yang serius. Salman Rushdie merupakan seorang penulis novel kontroversi. Penikaman tersebut terjadi saat Salman Rushdie memberikan kuliah soal kebebasan berekspresi di The Chautauqua Institution, New York, di hari Jumat 12 Agustus 2022 waktu Amerika Serikat. Rushdie diketahui mendapatkan 15 luka tikaman di leher, lengan, hingga mata.

Sosok Penyerang Salman Rushdie, Si Penghina Nabi Muhammad

Hadi Matar merupakan pria berumur 24 tahun asal Fairview, New Jersey. Matar diketahui lahir di Amerika Serikat, ia lahir dari orang tua imigran asal Yaroon, sebuah daerah di selatan Lebanon. Beredar spekulasi yang menghubungkan darah Lebanon Matar dengan kelompok-kelompok militan di negara tersebut. Sebelum tragedi tersebut terjadi, Matar sempat mendaftarkan diri untuk bergabung ke klub kebugaran yakni The State Of Fitnes Boxing Club. Matar disebut sempat mengikuti 27 sesi, lalu memutuskan berhenti dan membatalkan keanggotaannya.

Berdasarkan dari keterangan klub tersebut, tidak ada gelagat apapun yang berkaitan dengan kekerasan dari sosok Matar, Matar dikenal sebagai sosok yang sopan dan cenderung pendiam. Polisi mengatakan, mereka belum mengetahui motif penyerangan itu, tetapi mereka yakin dia bertindak sendiri.

Gelombang Ancaman Rilisnya The Satanic Verses

Salman Rushdie seorang novelis yang dikenal dengan novel kontroversinya, The Satanic Verses alias ayat-ayat setan yang dirilis tahun 1988. Novel tersebut begitu kontroversial dan mengundang amarah umat muslim. ”The Satanic Verses” dianggap menghina umat muslim dan Nabi Muhammad saw.

Gelombang amarah kaum muslim tak terbendung, gelombang pelarangan novel tersebut terus berdatangan terutama dari negeri-negeri muslim, seperti Pakistan, Arab Saudi, hingga Afrika Selatan. Sementara di Inggris, ribuan muslim turun ke jalan memprotes dan menyebut Salam Rushdie telah melakukan penistaan agama.

Kericuhan juga terjadi di kantor penerbit novel tersebut Viking Penguin di New York City, yang menerima tujuh ancaman bom dan banyak toko buku di Inggris benar-benar di bom. Tahun 1991, penerjemah The Satanic Verses versi Jepang dibunuh, sementara penerjemah novel The Satanic Verses versi Italia terluka parah usai mendapatkan penusukan.

Bom terbesar dalam gelombang protes terhadap The Satanic Verses ini adalah ketika pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Khomeini mengeluarkan fatwa yang berisikan seruan kematian untuk Salman Rushdie. Sebagai akibat jangka panjangnya, Salman Rushdie bersembunyi hingga sedekade, rumahnya dilengkapi kaca anti peluru dan kamera pengaman. Salman Rushdie juga selama bertahun-tahun mendapatkan ancaman pembunuhan tak henti-henti, serta ia harus menyewa penjaga bila bepergian, efek dari kebebasan berekspresi yang digaung-gaungkannya.

Kebebasan yang Kebablasan dalam Sistem Sekuler

Dalam sistem sekuler, penistaan agama (khususnya Islam) sudah sering terjadi dan terus berulang di seluruh negeri, tak terkecuali terjadi juga di Indonesia. Sebut saja peristiwa pembakaran Al-Qur'an, pembuatan karikatur Nabi Muhammad saw., pelecehan terhadap simbol-simbol Islam, pelecehan terhadap ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur'an, berbagai ajaran sesat yang mengaku sebagai Nabi dan lain sebagainya.

Ketika pelecehan tersebut terjadi, tidak ada pembelaan negara sebagai institusi yang mewadahi masyarakat, kaum muslimin khususnya hanya bisa melakukan aksi protes, kecaman, serta pelaporan kepada pihak yang berwenang. Lalu, apakah setelah proses tersebut negara memberikan efek jera kepada tersangka? Ternyata tidak. Para pelaku penistaan bahkan ada yang bebas tanpa hukuman, walaupun ada juga yang mendapatkan efek jera dengan sanksi hukuman kurungan penjara.

Dalam sistem sekuler, negara menjamin adanya kebebasan setiap individu dalam empat hal, yakni kebebasan beragama, kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat dan kebebasan berperilaku, dan keempat hal tersebut di bawah lindungan negara, sehingga dalam negara sekuler tidak heran bermunculan berbagai perilaku bebas yang sebenarnya melanggar agama, norma sosial bahkan kaidah hukum yang berlaku. Namun, bisa dikatakan dalam negara sekuler hal tersebut bersifat ambigu, di satu sisi kebebasan tersebut dilindungi oleh negara, namun di sisi lain melanggar ketentuan hukum. Tak ayal jika penistaan agama terus saja bermunculan.

Solusi Islam Mengatasi Penistaan Agama

Negara yang berlandaskan sekularisme (pemisahan agama dengan kehidupan), tidak akan pernah dapat diharapkan untuk melindungi kemuliaan Islam dan kaum muslimin, karena ide sekularisme itu sendiri bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang sesungguhnya.

Jika Islam menjadi sebuah institusi negara, maka segala hal yang terkait dengan penistaan agama, pelecehan Islam maupun penghinaan terhadap Islam serta ajaran lain di tempat umum tidak akan terjadi, karena negara memiliki peran untuk melindungi kemuliaan Islam, membina keimanan dan melindungi ketakwaan individu dan masyarakat.

Peristiwa penistaan-penistaan agama ini harus segera diakhiri, diperlukan keberanian dan persatuan umat Islam untuk berani mengganti sistem sekuler ini dengan sistem Islam, karena bagaimanapun juga sistem sekuler adalah akar dari terjaminnya penistaan agama. Kita membutuhkan negara bukan hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga untuk melindungi diri dan agama kita.

Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadis dari jalur Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wassalam bersabda: Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) pelindung. Dia akan dijadikan hiasan, di mana orang akan menghiasi di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah 'Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.”_ (HR. Bukhari dan Muslim)

Islam, sebagai dien yang sempurna, tidak akan membiarkan tersebarnya pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Setiap orang boleh memberikan pendapatnya, selama tidak bertentangan dengan akidah dan hukum-hukum Islam, bahkan wajib hukumnya untuk mengoreksi penguasa dan memberikan pendapat ketika ia melihat ada kebijakan yang menyimpang dari syariat.

Pelaku penistaan agama dalam sistem Islam akan ditindak tegas oleh khalifah. Jika yang melakukan penistaan seorang muslim maka dihukum murtad dan dia akan dihukum mati. Jika pelakunya kafir dia bisa dikenal takzir yang sangat berat bahkan bisa sampai dihukum mati, namun hukuman ini nantinya akan dikembalikan kepada ketetapan khalifah sebagai pemimpin dalam sistem Islam.
Waallahu a'lam bisshowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Siti Amelia Q. A, S. IP,. M. IP Kontributor NarasiPost.com
Previous
Ancaman Teroris Bikin Gaduh, Islam Dapat Menanggulanginya
Next
Macet Lagi, Bete!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram