Tragedi Bangladesh adalah bukti kebobrokan sistem kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan. Berapa banyak lagi nyawa yang akan melayang untuk mewujudkan perubahan di alam demokrasi?
Oleh. Miladiah al-Qibthiyah
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Bangladesh adalah negara di Asia Selatan yang berbatasan dengan Myanmar di tenggara, Teluk Benggala di selatan, serta India di timur, utara, dan barat. Bangladesh yang memiliki populasi muslim terbesar kelima di dunia menurut Cultural Atlas, rupanya tidak lepas dari kerusuhan, sebagaimana yang terjadi pada negara-negara yang menjunjung tinggi HAM di dunia. Meskipun Islam memainkan peran penting dalam kehidupan individu dan politik pada sebagian besar penduduknya, Bangladesh tetap dengan budayanya yang kuat yang sudah dibentuk paten di negaranya.
Tragedi Bangladesh
Negara mayoritas muslim terbesar tidak menjamin akan bebas dari segala bentuk pertikaian dan kerusuhan yang memakan korban jiwa. Inilah yang terjadi di negara populasi muslim terbesar kelima di dunia, Bangladesh. Tragedi Bangladesh yang menelan korban dimulai dari unjuk rasa yang dilakukan oleh masyarakat kampus dengan tujuan menentang kuota lapangan pekerjaan ASN. Penentangan itu memicu kerusuhan yang meluas hingga menewaskan 173 jiwa. Pelaku yang ditangkap akibat kerusuhan itu kian bertambah. Hingga kini, sekitar 1.200 orang telah ditangkap oleh otoritas setempat.
Media AFP, pada Selasa 23 Juli 2024, mengabarkan bahwa unjuk rasa menentang kuota lapangan pekerjaan di pemerintahan Bangladesh telah berubah menjadi kerusuhan terburuk pada masa jabatan Perdana Menteri (PM) Sheikh Hasina. Menurut penghitungan AFP, 173 orang tewas tersebut adalah korban yang mengalami tindak kekerasan sejak kerusuhan terjadi beberapa hari terakhir di Bangladesh. Beberapa personel kepolisian juga menjadi korban dalam insiden tersebut. (News.detik.com/internasional, 23-07-2024)
Kerusuhan kian meluap setelah pemerintah memberlakukan kembali sistem kuota pegawai negerinya yang memiliki gaji tinggi, dengan mencadangkan setengah dari kuota pegawai negeri untuk beberapa kelompok tertentu. Kuota itu termasuk 30% diperuntukkan bagi silsilah "pejuang kemerdekaan” Bangladesh dari Pakistan pada 1971 silam. Mereka menilai bahwa pembatasan kuota untuk kelompok tertentu tersebut adalah bentuk dukungan bagi Perdana Menteri (PM) Sheikh Hasina yang telah lama menjabat.
Letak Ketidakadilan
Aksi protes yang dilakukan oleh pengunjuk rasa berbuntut panjang sebab keputusan pengadilan tidak sepenuhnya memenuhi tuntutan mereka. Artinya ada ketidakadilan yang dirasakan oleh rakyat Bangladesh setelah MA mengeluarkan keputusan terkait sistem kuota. Pengadilan mengatakan bahwa perihal sistem kuota pegawai negeri dikembalikan pada kebijakan pemerintah dan pihak-pihak yang memiliki wewenang dalam mengubah rasio kuota.
Di samping putusan pengadilan yang dinilai tidak memenuhi tuntutan mereka, para demonstran juga menuntut keadilan bagi para korban yang tewas dalam bentrokan maut selama unjuk rasa berlangsung beberapa waktu lalu. Hal ini diduga kuat ada sayap politik dari partai yang berkuasa terlibat dalam tewasnya para pengunjuk rasa tersebut. Mereka juga melaporkan bahwa mereka dipukuli oleh aparat kepolisian setempat.
Kelompok HAM Amnesty International mengatakan pihaknya memiliki bukti video dari bentrokan beberapa waktu lalu, yang menunjukkan bahwa satuan kepolisian dan keamanan Bangladesh telah melakukan tindakan yang melanggar hukum.
https://narasipost.com/world-news/12/2022/bangladesh-terancam-resesi-begini-cara-islam-atasi-krisis/
Kembali pada persoalan sistem kuota ASN, seorang pakar Asia Selatan di Woodrow Wilson Center for Scholars yang berbasis di Washington, Michael Kugelman, mengatakan bahwa keputusan pengadilan ini bukanlah jalan keluar seperti yang dipikirkan oleh para pengunjuk rasa. Pemerintah terlihat tuli dan tidak sepenuhnya menghargai kemarahan para pengunjuk rasa yang telah berkembang meluap menjadi lebih dari sekadar sistem kuota. (Tempo.co, 23-07-2024)
Oleh karena itu, semakin tampak jelas ritual politik dalam sistem demokrasi tidak akan pernah menjunjung tinggi keadilan. Aksi protes yang meluap, kekerasan, hingga banyaknya nyawa yang hilang adalah bentuk abai dari pemerintah Bangladesh yang tengah berpuas diri setelah pemilihan Januari lalu. Para korban dari protes sistem kuota ini tidak akan mendapatkan keadilan di bawah pemerintahan Hasina. Selain karena pembatasan kuota diperuntukkan bagi pro-Hasina, pemerintahan Hasina juga memiliki rekam jejak penggunaan ‘kekerasan' demi meredam oposisi.
Bangladesh Butuh Perubahan
Tragedi kerusuhan yang terjadi di Bangladesh adalah satu dari sekian banyak potret buruk menegakkan keadilan dan mewujudkan perubahan dalam sistem demokrasi kapitalisme. Sejatinya, tidak ada kebaikan yang lahir dari sistem buatan manusia yang nyata menuhankan akal manusia dalam mengambil keputusan. Kedaulatan dalam demokrasi yang diklaim dapat mewujudkan kesejahteraan umum, malah menjadi jalan penindasan bagi kaum lemah, terlebih bagi yang menyerukan politik Islam yang notabene bagian dari ajaran Islam.
Slogan demokrasi terputus hanya "dari rakyat". Sementara "oleh dan untuk rakyat" dibelokkan untuk kepentingan perwakilan rakyat dan oligarki yang memuluskan kebijakan individualis yang tidak berpihak pada rakyat. Oleh karena itu, bukan hanya Bangladesh, melainkan seluruh negara yang masih mempertahankan sistem demokrasi agar berhenti melakukan perubahan melalui jalan demokrasi.
Selama mengadopsi sistem demokrasi, tragedi Bangladesh yang memilukan, hingga kehidupan sosial masyarakat akan kian rusak. Lihat saja sistem pembatasan kuota lapangan pekerjaan pegawai negeri, pergaulan bebas merajalela di dunia Islam, sistem ekonomi ribawi, kehancuran rumah tangga akibat judol dan pinjol, dan seterusnya. Maka, saatnya say no to demokrasi, stop berharap kepada demokrasi. Demokrasi hanyalah kehendak orang-orang yang rakus akan kekuasaan, harta, dan jabatan, bukan kehendak dari Allah Sang Pemilik alam semesta dan seluruh isinya.
Perubahan Hakiki ala Rasulullah saw.
Berkata Allah Swt. di dalam firman-Nya:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)
Ayat di atas menegaskan bahwa harus ada kelompok di tengah-tengah umat Islam yang melaksanakan perintah Allah tersebut. Sekelompok umat itu tidak hadir dengan sendirinya. Akan tetapi, ada upaya penyadaran dari umat yang betul-betul memahami Islam kaffah kepada sebagian umat yang lain untuk diajak bersama-sama melakukan kewajiban ini.
Sebagaimana upaya Rasulullah saw. ketika diberikan amanah kepemimpinan oleh Allah Swt., Nabi saw. mengajak orang-orang yang memang siap berdiri di samping nabi memikul kewajiban ini. Sampai akhirnya ada nusrah yang memiliki kekuatan dan kekuasaan yang memudahkan jalan dakwah nabi dan atas rida Allah mereka berjanji setia berbaiat pada kepemimpinan Nabi Muhammad saw. di Madinah.
Umat Islam saat ini bisa mengikuti jejak nabi saw. dalam menyebarluaskan Islam hingga mewujudkan perubahan hakiki melalui tegaknya institusi Islam pertama di Madinah, yaitu dengan menciptakan opini umum (Islam dan Khilafah) melalui kemudahan fasilitas, sarana, serta media yang ada. Ini adalah agenda besar kaum muslim yang harus berjalan dan mengaung di tataran global. Sebagaimana gaung Islam pernah menjangkau dua per tiga dunia.
Yang paling penting dan sangat diperhitungkan saat ini adalah posisi kaum muslim yang harus mengambil barisan dalam mewujudkan perubahan itu. Dalam hal ini, background apa pun yang dimiliki, kontribusinya harus tertuju pada izzul Islam wal muslimin. Dengan demikian, pelan, tetapi pasti, perubahan itu akan terwujud melalui suara-suara Islam, opini-opini Islam yang digaungkan di berbagai segmen kegiatan, media, dll. akan menembus batas benua, melintasi negara-negara hingga janji Allah Swt. terlaksana dengan tegaknya kembali peradaban Islam yang kedua.
Khatimah
Tragedi Bangladesh adalah bukti kebobrokan sistem kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Berapa banyak lagi nyawa yang akan melayang untuk mewujudkan perubahan di alam demokrasi? Sistem politik selain dari pada Islam bukanlah kehendak Allah Swt. Oleh karena itu, tunaikan kehendak Allah melalui jalan yang Dia ridai, yakni terlibat dalam aktivitas dakwah Islam untuk menyuarakan perubahan hingga terwujud perubahan hakiki di atas dunia.
Wallahu a'lam bishawab.[]
Di belahan bumi mana pun, penerapan sistem demokrasi pasti membawa petaka, khususnya bagi rakyat. Kalau tak segera beranjak pada sistem Islam, rakyat akan terus menjadi tumbal.
Tragedi yang terjadi di Bangladesh nyata-nyata didalangi oleh pegiat sistem kapitalisme yang berdiri di atas pilar demokrasi. Hasilnya tentu tidak akan membuat rakyat sejahtera apalagi terlindungi keamanannya. Saatnya membumikan sistem Islam sebagai solusi hakiki dari seluruh permasalahan kehidupan.
Barakallah mba@Mila