Chang'e-6 Membawa Sampel Bulan, Mengapa Terlarang untuk AS?

Chane'e-6 membawa sampel bulan

Sampel yang dibawa Chang'e-6 milik Cina boleh diteliti oleh ilmuwan internasional dari negara mana pun, kecuali Amerika Serikat. Wah, mengapa demikian?

Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sebuah parasut bermotif garis-garis merah dan putih tampak melayang-layang di udara membawa sebuah kapsul berukuran besar. Begitu mendarat, beberapa orang segera mengerubunginya dan membawa kapsul tersebut. Itulah Chang'e-6, wahana antariksa Cina yang membawa sampel bebatuan dari Bulan.

Chang'e-6 merupakan misi eksplorasi Bulan tanpa awak oleh Administrasi Luar Angkasa Nasional Cina (CNSA) yang berangkat pada 3 Mei 2024 dan mendarat kembali ke bumi pada 25 Juni 2024 di wilayah sabana Mongolia. Nama Chang'e berasal dari mitologi Cina. Chang'e adalah Dewi Bulan yang terkenal karena konon ia naik ke Bulan bersama hewan peliharaannya Yu Tu si Kelinci Bulan. Keduanya tinggal di Istana Bulan.

Chang'e-6 dan Sampel Bulan

Misi Chang'e-6 adalah mengambil sampel permukaan dari sisi gelap (terjauh) Bulan. Keberhasilan misi ini tidak hanya dinantikan oleh Cina, tetapi juga seluruh dunia karena sisi gelap Bulan terkenal sulit diakses karena bergelombang dan penuh dengan batuan keras.

Sampel yang dibawa Chang'e-6 berupa bebatuan dan debu berusia sekitar 2,5 juta tahun seberat 2 kg. Ini merupakan "harta karun" yang sangat berharga bagi peradaban manusia. Sampel yang dibawa Chang'e-6 akan diteliti terlebih dahulu oleh ilmuwan Cina untuk kemudian boleh diteliti oleh ilmuwan internasional dari negara mana pun, kecuali Amerika Serikat (cnbcindonesia.com, 3-7-2024).

Wah, mengapa AS dilarang meneliti sampel yang dibawa Chang'e-6? Apakah perang dagang kedua negara adidaya ini demikian sengit hingga Cina melarang AS meneliti sampel material Bulan miliknya?

Terbentur Regulasi Antariksa

Ternyata bukan Cina yang membatasi AS untuk meneliti bebatuan Bulan, tetapi regulasi AS sendiri yang melarangnya. Sejak 2011, AS menerapkan regulasi Amandemen Wolf yang melarang NASA untuk menggunakan dana pemerintah untuk bekerja sama dengan Cina. Kerja sama hanya bisa dilakukan jika FBI memastikan bahwa kolaborasi kedua negara tidak akan menimbulkan ancaman keamanan atau berisiko menimbulkan kebocoran terkait dengan teknologi dan data luar angkasa.

Amandemen Wolf seolah senjata makan tuan bagi AS. Regulasi ini diusung oleh Frank Wolf, perwakilan AS dari Virginia, dan terus berlaku hingga kini. Alasannya adalah adanya risiko pembagian data pribadi dan keterlibatan Cina dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Hingga kini, AS memandang belum ada perbaikan dalam catatan HAM Cina.

Sebenarnya, amandemen tersebut tidak melarang semua kolaborasi antara AS dan Cina. Namun, amandemen ini terbukti secara signifikan telah menjadi hambatan bagi proyek-proyek ruang angkasa sipil kedua negara. Dahulu, hal ini tidak meresahkan AS karena ia merupakan pemimpin dalam penjelajahan antariksa. Namun, kini pencapaian misi antariksa Cina terus melesat.

Cina berhasil menyelesaikan enam misi ke Bulan dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu, perjalanan terakhir NASA ke Bulan terjadi sudah sangat lama, yaitu pada 50 tahun lalu. Walhasil, bisa dikatakan bahwa saat ini AS cukup tertinggal dan Cina dalam posisi memimpin misi penjelajahan Bulan. Jika AS terus bertahan dengan Amandemen Wolf, negara ini akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan penelitian tentang Bulan. Sebuah risiko yang sulit bagi negara adidaya ini.

Di sisi lain, Cina kini tengah getol menggalang dukungan untuk pembangunan Stasiun Penelitian Bulan Internasional (ILRS) bekerja sama dengan Rusia. Cina mengajak negara-negara lain untuk ikut membangun pangkalan permanen di Bulan yang dijadwalkan mulai dibangun pada 2030. Tercatat sepuluh negara sudah membuat perjanjian kerja sama dengan Cina dalam proyek ini. ILRS akan menjadi pesaing Lunar Gateway NASA yang "hanya" mengorbit di Bulan. Luar biasa, persaingan kedua negara raksasa ekonomi ini tidak hanya terjadi di Bumi, tetapi juga di Bulan.

Persaingan Negara-Negara Adidaya

Sebagai buntut kemajuan penjelajahan Bulan oleh Cina, saat ini mulai muncul dorongan untuk merevisi Amandemen Wolf agar AS bisa bekerja sama dengan Cin. Alasannya adalah Amandemen Wolf dianggap tidak akan mengubah perilaku Cina yang melanggar HAM. Amandemen ini justru memperburuk komunikasi kedua negara yang akan kontraproduktif dengan misi menjelajahi Bulan.

Akankah AS merevisi Amandemen Wolf dan bekerja sama dengan Cina? Hal itu mungkin terjadi karena dahulu setelah era perang dingin, AS pernah bekerja sama dengan rivalnya saat itu, yaitu Uni Soviet dalam hal penjelajahan ke Bulan. Keduanya saling bertukar sampel Bulan. Dengan demikian, AS bisa saja saling bertukar sampel Bulan dengan Cina.

Sebenarnya, sudah ada regulasi PBB agar tidak ada pihak yang menguasai Bulan. Pada 1967, PBB menerbitkan perjanjian terkait luar angkasa. Isi perjanjian tersebut adalah, "Luar angkasa, termasuk bulan dan benda-benda antariksa lainnya, bukanlah subjek akuisisi atas dasar kedaulatan, atas dasar okupasi, atau alasan lainnya."

Kemudian pada 1979 PBB membuat Kesepakatan Bulan yang menyatakan bahwa benda luar angkasa harus digunakan untuk tujuan damai. Alasan dan titik pembangunan setiap stasiun luar angkasa harus atas sepengetahuan PBB. Kesepakatan itu menyatakan bahwa bulan dan sumber dayanya adalah warisan bersama untuk seluruh umat manusia.

PBB menetapkan bahwa eksploitasi terhadap sumber daya yang ada di Bulan harus dikelola oleh sebuah badan internasional. Hal ini untuk mencegah terjadinya konflik antarnegara terkait sumber daya di Bulan. Namun, AS, Rusia, dan Cina belum meratifikasi kesepakatan ini. Dengan demikian, potensi konflik masih terbuka lebar pada masa depan. Apalagi saat ini ada dua kubu yang meneliti Bulan, yaitu kubu AS dan kubu Cina.

Demikianlah hiruk pikuk persaingan antarnegara adidaya dalam hal kemajuan penjelajahan bulan. Persaingan ini merupakan hal yang wajar karena negara adidaya selalu berambisi untuk menjadi negara nomor satu di dunia. Negara adidaya selalu berusaha mengalahkan negara adidaya lainnya, baik dalam hal politik, ekonomi, maupun teknologi, termasuk teknologi antariksa.

Butuh Persatuan Umat Islam

Sayangnya, umat Islam jauh tertinggal dalam perkembangan teknologi antariksa. Umat Islam berada di luar gelanggang persaingan teknologi antariksa di antara negara-negara besar. Memang ada beberapa muslim yang menjadi astronaut dan menjelajah luar angkasa, tetapi "penguasa" Stasiun Antariksa Internasional (ISS) tetaplah negara-negara besar, yaitu AS, Rusia, Jepang, dan Uni Eropa.

Kecerdasan para ilmuwan muslim justru banyak dimanfaatkan oleh negara-negara Barat. Mereka terdiaspora tanpa ada institusi yang menyatukan dan mengarahkan potensi mereka untuk melakukan penjelajahan luar angkasa demi kemaslahatan Islam dan kaum muslim. Sungguh miris.

Sementara itu, umat Islam justru sibuk dengan konflik internal karena perbedaan nation state sehingga tidak bisa bersatu padu untuk mewujudkan kemajuan teknologi antariksa. Di Indonesia, komitmen terhadap teknologi antariksa juga sangat kurang. Memang ada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Indonesia (LAPAN) yang kini terintegrasi dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Namun, eksplorasi antariksa belum menjadi proyek prioritas. Apalagi butuh anggaran besar untuk mendanai proyek antariksa. Dengan kondisi ekonomi Indonesia yang sulit, tidak ada anggaran untuk proyek tersebut.

Ini merupakan sebuah ironi, padahal Allah Swt. telah mengabarkan bahwa manusia bisa menjelajahi luar angkasa dengan kekuatan. Hal ini terdapat dalam QS Ar-Rahman: 33,

يٰمَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِ اِنِ اسْتَطَعْتُمْ اَنْ تَنْفُذُوْا مِنْ اَقْطَارِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ فَانْفُذُوْاۗ لَا تَنْفُذُوْنَ اِلَّا بِسُلْطٰنٍۚ

Artinya: "Wahai golongan jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus penjuru langit dan bumi, tembuslah. Kalian tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari Allah)."

Lantas, bagaimana umat Islam bisa menyambut firman Allah Swt. ini? Untuk bisa menjelajahi luar angkasa, jelas butuh dana yang besar, banyak ilmuwan yang cerdas, visi teknologi yang terdepan, dan (tentu saja) visi ideologi yang kuat. Hal-hal tersebut bisa terwujud jika umat Islam bersatu mewujudkan negara ideologis yang akan menyatukan semua potensi umat Islam dan mengarahkannya untuk kemaslahatan Islam dan kaum muslim. Negara ini adalah Khilafah Islamiah.

Kebijakan Khilafah dalam Teknologi Antariksa

Khilafah akan menyatukan seluruh negeri muslim dan menghilangkan dominasi asing darinya sehingga umat Islam independen, tidak dikuasai oleh penjajah. Khilafah akan mengelola harta milik umum seperti berbagai tambang, hutan, laut, dan lainnya sehingga terwujud kesejahteraan. Kesejahteraan ini akan menjadi batu pijakan yang bagus untuk merancang misi antariksa. Tidak mungkin memikirkan misi antariksa jika rakyat masih kelaparan.

https://narasipost.com/science-technology/11/2023/servis-jarak-jauh-pesawat-antariksa-mungkinkah/

Khilafah akan membangun sistem pendidikan yang islami sehingga menghasilkan para ulama dan ilmuwan. Khilafah menggratiskan pendidikan sehingga terbentuk iklim intelektual. Sains diajarkan di sekolah sehingga terwujud kebiasaan berpikir kritis dan menumbuhsuburkan penemuan. Perpustakaan tersebar di berbagai penjuru negeri dengan koleksi yang lengkap sehingga referensi ilmu pengetahuan mudah didapatkan.

Para ilmuwan akan diberdayakan oleh negara dengan jaminan kesejahteraan yang bagus dan kesempatan yang luas untuk penelitian sehingga misi antariksa bukan lagi mimpi. Negara menghargai hasil karya para ilmuwan dengan penghargaan berupa materi maupun nonmateri. Khilafah akan membangun laboratorium penelitian, bandar antariksa, dan bahkan stasiun luar angkasa.

Khilafah akan membangun teknologi antariksa hingga level melampaui negara adidaya yang ada, yaitu AS. Khilafah akan mengirim para astronaut ke luar angkasa. Peluncuran misi antariksa akan dipublikasikan secara masif sehingga mampu menggentarkan musuh. Tidak menutup kemungkinan akan ada negeri yang mau bergabung dengan Khilafah karena terpesona dengan kemajuan teknologi dalam Khilafah. Dengan demikian, kemajuan teknologi bisa menjadi jalan sampainya dakwah Islam ke luar wilayah Daulah Islam.

Pada aspek finansial, Khilafah akan menyediakan dana yang mencukupi untuk membiayai misi antariksa ke Bulan, Mars, maupun destinasi lain. Namun, dipastikan bahwa semua misi itu dalam rangka mendekatkan manusia pada Sang Pencipta, bukan justru menjadikan manusia sombong dan merusak dunia. Demikianlah yang terjadi ketika teknologi dikelola dengan ketakwaan, hasilnya adalah kebaikan untuk seluruh alam. Wallahua'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Ragil Rahayu (Tim Penulis Inti NarasiPost.Com )
Ragil Rahayu S.E Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Bansos dan Judol: Kalah Menang Tetap Untung Tetap Buntung
Next
Permanent Peoples’ Tribunal, Apa Dampaknya bagi Rakyat Papua?
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

10 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Angesti Widadi
4 months ago

Dari saya kecil, saya paling suka mojok di perpustakaan, membaca buku buku tentang Astronomi dan luar angkasa! Ketika saya mengaji, saya baru tahu betul, bahwasannya negara Induk pencetus Ideologi yang bertentangan, melakukan cara licik dan kerdil dalam menguasai dunia. Memang ummat butuh Khilafah sebagai pemersatu, perisai, pelindung, bagi suatu negeri. Dengan adanya Khilafah, maka kita akan membawa dunia bersinar seperti mentari yang membawa banyak manfaat bagi ummat.

Ragil
Ragil
Reply to  Angesti Widadi
4 months ago

Masyaallah. Belajar astronomi membuat kita makin mengagumi kebesaran Sang Pencipta, ya, Mbak. Dengan menafakuri hal-hal besar, masalah pribadi kita terasa kecil. Jadi makin optimis menjalani hidup.

Sartinah
Sartinah
4 months ago

Wah, ternyata perang antara AS dan Cina gak sebatas perang ekonomi, tetapi perang teknologi. Setelah bergelut dengan persaingan di bumi, kini bulan jadi sasaran ekspansi kekuasaan mereka. Eh, apa kabar negeri ini ya? Rupanya masih sibuk dengan urusan internal.
Barakallah Mbak Ragil

Ragil
Ragil
Reply to  Sartinah
4 months ago

Wa fik barakallah, Mbak. Kita masalah hilal saja masih ribut. Miris.

Maftucha
Maftucha
4 months ago

Membaca judulnya sebenarnya kurang mudeng, namun setelah membaca benar2 mengerti,, Negara adidaya memang akan terus berseteru, mereka akan berkawan jika ada kepentingan,, lucu juga karena baik AS maupun Cina sama2 sebagai negara yg pelanggaran HAM nya tinggi namun masing2 saling menghakimi...sayang umat Islam masih tidur pulas padahal konsep islam begitu sempurna jika mereka mau menerapkannya

Ragil
Ragil
Reply to  Maftucha
4 months ago

Nah, itu dia. Seperti maling teriak maling. AS menuduh Cina melanggar HAM, padahal dia ya sama saja.

Ghumaisha Gaza
Ghumaisha Gaza
4 months ago

Naskah dengan tema yang langka tetapi disajikan dengan renyah...

Sepesat itu ya teknologi hari ini, semakin membuka mata kita bahwa begitulah Allah menciptakan akal manusia, mampu berpikir hingga menembus angkasa. Namun sangat disayangkan potensi akal yang luar biasa ini, hidup di tengah kapitalisme jadilah segala produknya selalu dikapitalisasi. Dicari keuntungannya untuk individu tertentu bukan untuk kemaslahatan umat.

Penting untuk kembali pada aturan Islam agar penelitian semacam itu bisa jelas tujuan dan manfaatnya untuk umat.

Ragil
Ragil
Reply to  Ghumaisha Gaza
4 months ago

Iya, jadi membayangkan, zat apa saja yang ada di Bulan. Jangan-jangan ada zat yang bisa digunakan untuk senjata pemusnah massal. Wah, kok pikiran saya ke kemana-mana. Tapi, dengan melihat track record AS dan Cina yang doyan perang dan kejam, apa saja bisa terjadi. Who knows?

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
4 months ago

Persaingan kepiawaian antariksa antara AS dan Cina, keduanya hanyalah persaingan untuk memperbesar kekuasaan masing-masing ke pihak negara lain. Yang tujuannya hanyalah mencari keuntungan semata. Sedangkan dalam Islam diwajibkan untuk berthalabul Ilmi selana hidupnya. Dimana tujuan hidup umat Islam adalah mencari keridhaan Allah Swt. Dengan landasan QS Ar-Rahman:33 maka umat Islam wajib bangkit dan bersatu untuk menaklukkan dunia dengan tegaknya khilafah.

Keren naskahnya Mba Ragil

Ragil
Ragil
Reply to  Dewi Kusuma
4 months ago

Betul, Bu Dewi. Jika di tangan umat yang paham Islam, penjelajahan ke Bulan akan mendatangkan kemaslahatan bagi seluruh manusia.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram