”Sekali lagi, jika ada kecaman terhadap Israel, hal itu hanyalah sikap pragmatis mereka, bukan benar-benar menginginkan kemerdekaan Palestina. Semua itu hanyalah taktik demi mewujudkan misi kolonial mereka di Timur Tengah.”
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasiku)
NarasiPost.Com-Dunia seolah ikut berduka atas konflik berkepanjangan yang terjadi di Palestina. Puluhan bahkan ratusan kecaman pun disuarakan oleh para pemimpin dunia terhadap aneksasi Israel di Palestina, khususnya Tepi Barat. Tak hanya kecaman, puluhan resolusi pun dikeluarkan demi menciptakan perdamaian antara Palestina dan Israel. Sayangnya, Israel tetap bergeming dan terus menjajah Palestina.
Penjajahan itu pun semakin terang benderang dilakukan Israel atas Palestina sejak dahulu hingga kini. Hal ini dapat disaksikan dengan makin maraknya kekerasan yang terjadi di Tepi Barat, bentrokan mematikan di Jenin, serangan terhadap desa-desa di Palestina oleh pemukim Yahudi, hingga penggunaan kekuatan udara Israel terhadap militan Palestina. Tak cukup dengan memicu bentrokan, Israel pun telah menyetujui pembangunan lebih dari 5.700 unit rumah baru di Tepi Barat pada pekan ini. (Tempo.co, 01/07/2023)
Menuai Keprihatinan
Perluasan permukiman oleh Israel di wilayah pendudukannya di Tepi Barat, menuai keprihatinan dari beberapa negara, seperti Inggris, Kanada, dan Australia. Dalam pernyataan bersama yang dirilis pada 30 Juni lalu, ketiga negara menyatakan agar Israel membatalkan keputusan tersebut. Mereka mengutuk keras semua bentuk kekerasan terhadap warga sipil dan mendesak agar pihak berwenang meminta para pelaku bertanggung jawab. (Cnnindonesia.com, 02/07/2023)
Dalam pernyataan bersama tersebut, ketiga negara juga menyebut alasan penolakannya terhadap keputusan Israel. Mereka menyatakan bahwa perluasan lanjutan atas permukiman bertentangan dengan hukum internasional dan merupakan hambatan terhadap perdamaian. Hal tersebut akan berdampak negatif terhadap upaya negosiasi menuju solusi dua negara. Inggris, Kanada, dan Australia menyatakan jika mereka akan berdiri bersama rakyat Palestina dan Israel untuk memenuhi hak hidup kedua negara dengan aman dan damai tanpa rasa takut, serta memenuhi hak asasi kedua negara.
Mereka pun menyatakan akan mendukung perdamaian yang komprehensif dan adil di wilayah tersebut. Termasuk agar Palestina dan Israel bisa hidup berdampingan dalam kedamaian. Pernyataan bersama tersebut memantik sebuah tanya, benarkah negara-negara Barat utamanya Inggris, Kanada, dan Australia serius menginginkan kemerdekaan Palestina?
Hanya Kamuflase?
Jika diulik secara mendalam, perhatian negara-negara Barat tersebut terhadap kemerdekaan Palestina hanyalah kamuflase belaka. Mereka sejatinya tidak benar-benar menginginkan Palestina lepas dari jajahan Israel. Sekali lagi, jika ada kecaman terhadap Israel, hal itu hanyalah sikap pragmatis mereka, bukan benar-benar menginginkan kemerdekaan Palestina. Semua itu hanyalah taktik demi mewujudkan misi kolonial mereka di Timur Tengah.
Inggris misalnya, salah satu negara yang ikut mengecam perluasan permukiman Israel ternyata menjadi negara yang memiliki peranan penting dalam pembentukan Negara Israel di wilayah Palestina. Dapat dikatakan, Inggris memiliki “dosa besar” terhadap Palestina. Sebut saja melalui Deklarasi Balfour yang dikeluarkan Inggris pada tahun 1917, tepatnya semasa terjadinya Perang Dunia I. Dalam deklarasi tersebut, Inggris mengumumkan dukungan bagi pembentukan tempat tinggal bangsa Israel di wilayah Palestina.
Saat itu, warga Yahudi masih menjadi minoritas di Palestina dan wilayah Palestina masih menjadi bagian dari Kesultanan Utsmaniyyah. Secara historis, kebijakan kolonial Inggris menjadi cikal bakal berdirinya Negara Israel. Dari sini saja dapat dilihat bahwa Inggris sejak awal sudah memberikan dukungannya terhadap entitas Yahudi. Jadi, bagaimana mungkin pada saat yang sama juga memberikan dukungan atas kemerdekaan Palestina? Di sisi lain, Inggris adalah negara penjajah yang tidak mungkin memberikan kebaikan kepada kaum muslim dalam setiap kebijakannya.
Tak Sekadar Permukiman Ilegal
Israel ibarat “vampir” yang selalu haus darah. Tak puas mengambil tanah Palestina yang merupakan hak milik kaum muslim, kini pun terus memperluas wilayahnya dengan mendirikan permukiman di Tepi Barat. Bangsa Zionis tersebut seolah tak pernah puas dengan jumlah permukiman yang sudah dibangun hingga terus memperluas dan membuka permukiman baru. Hingga saat ini Israel telah membangun sekitar 140 permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem yang menampung sekitar 600 ribu orang Yahudi sejak tahun 1967.
Problematik yang terjadi di Palestina khususnya Tepi Barat, sesungguhnya bukanlah persoalan permukiman semata. Ada hal yang lebih besar yang ingin dikuasai oleh Israel, salah satunya adalah Lembah Yordan. Lembah Yordan sendiri terletak di selatan Danau Tiberias dan sebelah utara Laut Mati. Lembah Yordan merupakan kawasan yang membentuk hampir sepertiga Tepi Barat itu dinilai sangat esensial bagi pertahanan dan keamanan Israel.
Lebih dari itu, Lembah Yordan sangat vital untuk lahan pertanian dan menjadi sumber air bagi wilayah gersang yang ada di sekitarnya. Bagi Israel, wilayah ini sangat menggiurkan dan strategis karena akan menjadi zona penyangga yang potensial bagi pertahanan mereka, jika sewaktu-waktu terjadi serangan darat. Maka tak heran jika wilayah tersebut menjadi incaran proyek aneksasi Israel. Meski masyarakat internasional menganggap apa yang dilakukan Israel adalah ilegal, tetapi dengan dukungan AS, mereka tidak peduli.
Solusi Dua Negara, Bentuk Pengkhianatan!
Peliknya problem yang menjerat Palestina tidak mungkin dapat diselesaikan dengan solusi pragmatis, termasuk solusi dua negara. Menyetujui solusi dua negara sebagai ujung tombak perdamaian antara Israel dan Palestina, sebenarnya sama saja dengan bentuk pengakuan terhadap berdirinya Israel yang notabene merupakan negara penjajah. Artinya, solusi tersebut telah memosisikan Palestina sebagai negara yang dijajah.
Andaipun solusi tersebut berhasil diterapkan, tetapi tetap tidak ada jaminan bahwa konflik antara Palestina dan Israel tidak akan terulang lagi. Sebab, solusi dua negara sendiri sejatinya adalah pangkal permasalahan yang terjadi di Palestina. Di sisi lain, meski sebagian negara Barat tampak mendukung solusi dua negara dan sebagian lainnya tak mengakui Palestina, tetapi sejatinya kebijakan luar negeri para pendukung dan penentang adalah sama ketika berhadapan dengan umat Islam. Mereka tetap menjadikan umat Islam sebagai musuh yang harus diperangi. Jika solusi kemerdekaan diambil dari sudut pandang negara penjajah, maka Palestina akan tetap terjajah dan nestapa warganya tidak akan pernah berakhir.
Solusi Hakiki
Tepi Barat dan Palestina pada umumnya butuh kemerdekaan hakiki, bukan sekadar solusi dua negara. Sebab, jika menerapkan solusi dua negara, sesungguhnya Palestina belum merdeka. Kepongahan dan kejemawaan Israel yang didukung Amerika Serikat hanya akan hilang jika ada negara adidaya yang berhasil mengalahkannya. Kekuatan negara adidaya tersebut hanya mungkin didapatkan dalam institusi negara yang menerapkan syariat Islam yakni Khilafah.
Sejatinya suatu permasalahan tidak akan pernah tuntas tanpa mengungkap akar permasalahannya. Pun demikian dengan persoalan yang menjerat Palestina. Problem utama munculnya konflik berkepanjangan yang ada di Palestina adalah hadirnya Israel yang menyerobot tanah milik mereka. Karena itu, kemerdekaan hakiki baru dapat dirasakan jika Israel hengkang dari Palestina.
Masalah Palestina dan Tepi Barat khususnya adalah masalah Islam dan kaum muslim. Pasalnya, wilayah Palestina merupakan tanah kharajiyah yang menjadi milik seluruh kaum muslim di dunia. Status tersebut selamanya tidak akan berubah, bahkan sampai datangnya kiamat. Karenanya tidak ada seorang pun yang berhak menyerahkan tanah tersebut kepada pihak lain, apalagi kepada bangsa penjajah dan penjarah seperti Israel.
Penjagaan tanah kaum muslim dari rongrongan penjajah hanya dapat dilakukan oleh para penguasa yang lahir dari sistem Islam. Sikap kukuh dalam mempertahankan tanah Palestina pernah ditunjukkan oleh Sultan Abdul Hamid II kala itu. Sultan Abdul Hamid II bahkan tidak rela menyerahkan satu jengkal tanah pun kepada kaum kafir.
Sikap tegas seperti itulah yang seharusnya ditunjukkan kepada Israel, bukan lemah lembut apalagi sukarela menyerahkan tanah Palestina melalui solusi dua negara. Israel dan negara penjajah lainnya haruslah diperangi dan diusir, sebagaimana yang Allah Swt. Perintahkan dalam surah At-Taubah ayat 14, yang artinya:
“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tangan kalian, menghinakan mereka, serta akan membantu kalian atas mereka sekaligus melegakan hati kaum mukmin.”
Jika Allah memerintahkan untuk memerangi kaum kafir yang merampas wilayah Palestina, artinya kaum muslim harus melancarkan jihad fi sabilillah terhadap penjajah Israel. Sebab, hanya dengan jihad, Israel akan hengkang dari tanah kharajiyah kaum muslim. Tanpa jihad, meski seribu perjanjian maupun resolusi digagas sejatinya tidak akan mampu menjadikan Palestina merdeka.
Khatimah
Inggris dan sekutunya tetaplah negara penjajah. Lebih dari itu, yang mereka lakukan hanyalah mengecam. Padahal, siapa pun tahu bahwa Israel tidak akan terketuk dengan kecaman. Tanpa Khilafah, Israel tetap jemawa. Satu-satunya solusi mewujudkan negara digdaya yakni dengan menjadikan Islam sebagai asas dan standar dalam bernegara termasuk mengadopsi jihad fi sabilillah sebagai politik luar negeri.
Sebab, jihadlah satu-satunya cara untuk mengusir siapa pun yang mengusik dan menjarah tanah milik kaum muslim. Karena itu penyelesaian utama dalam masalah Palestina adalah dengan mewujudkan kekuasaan Islam yang berdasarkan pada akidah dan syariat Islam. Di bawah naungan Islam, tanah kaum muslim akan terjaga dari rongrongan para penjajah.
Wallahu a’lam bishawab[]
Pentingnya meningkatkan perjuangan Islam agar segera datang pertolongan Allah...
Saatnya umat Islam bersatu untuk kembali merebut tanah Palestina. Ini tentu butuh nyali, kekuatan, dan keyakinan besar bahwa Allah akan menolong hamba yang menolong agama-Nya.
Salah satu "dosa" masyarakat dunia kpd rakyat Palestina dan akan menjadi dosa sejarah kpd generasi berikutnya adalah dihapuskannya Palestina dr peta dunia.
Setidaknya, saat ini kita lbh mudah temukan "Israel", dibandingkan Palestina.
Palestina msh ada saja sdh dianggap nggak ada, seserius itu musuh Islam menyakiti saudara2 kita...
Problem di Palestina akan tuntas jika khilafah tegak. Karena kholifah, pemimpin umat Islam akan menyerukan jihad fi sabilillah. Menghadapi Yahudi Israel tidak cukup hanya dengan kecaman. Apalagi solusi dua negara. Karena sudah jamak diketahui watak yahudi selalu mengingkari perjanjian, mudah menumpahkan darah. Dan dalam dadanya tersembunyi kebencian yang sangat terhadap kaum muslim.
Kecaman demi kecaman tak akan menyelesaikan persoalan di bumi Palestina. Hanya dengan jihad fisabilillah di bawah kepemimpinan khalifah lah bumi Palestina bisa diselamatkan.
Solusi dua negara adalah solusi batil, karena ia berasal dari kepentingan negara penjajah. Maka, hanya dengan adanya Khilafahlah yang akan mengubur kekejaman negara Israel.
Hanya satu kata atas persoalan Tepi Barat dan Palestina tegakkan jihad. So, urgen kini tugas kaum muslimin sedunia mewujudkan Khilafah agar bisa membebaskan Palesina dan Tepi Barat dari kebiadaban Israel dan sekutunya.
Betul mbak Mimi, jihad yang seharusnya dilakukan oleh negara adidaya, yakni Khilafah. Penjajah harus diperlakukan sebagai penjajah, bukan seperti teman!
Iya benar,, beribu kecaman di bibir tidak akan mampu mengusir penjajah..justru mereka tambah berulah.
solusinya hanya jihad fisabilillah
Iyes mbak Mila. Tapi sepertinya belum ada kesadaran dari para pemimpin dunia untuk bangkit dan memerangi Israel sang penjajah.