"Sungguh mencengangkan, tanah kelahiran Nabi saw. yang menjadi kiblat umat Islam di seluruh dunia telah berubah drastis. Tempat turunnya wahyu pertama itu, saat ini menjadi sangat sekuler. Sejak MBS berkuasa, banyak reformasi hukum sosial yang terjadi. Bahkan jika sesuatu dulu dianggap tabu, kini menjadi tren baru."
Oleh. Heni Rohmawati, S.E.I
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com- Miris. Satu kata yang mewakili kesedihan dan keprihatinan yang sangat mendalam saat melihat tren muslimah Riyadh dan muslimin lainnya yang terjadi di Arab Saudi akhir-akhir ini. Negara yang menjadi Khodimul Haramain atau pelayan dua tanah suci itu kini muslimahnya telah tercemar dengan liberalisasi berpikir yang menyesatkan.
Muslimah Riyadh dulu dipandang sebagai muslimah yang taat syariat dan menjadi cerminan bagi muslimah di belahan bumi yang lain. Bahkan sudah jamak diketahui, bahwa Arab Saudi sangat menjaga muslimahnya dengan segenap syariat Islam yang mulia, tapi kini sirna. Jika dulu terkenal abaya hitamnya yang menjuntai, saat ini sudah jarang terlihat. Penampilan itu sudah berbalik arah 180 derajat. Mereka tak sekadar buka aurat, tetapi menjadikan tren rambut cepak sebagai penampilannya. Astaghfirullah.
Mengutip CNBC Indonesia (24/6/2022), tren terbaru di kalangan perempuan Arab Saudi setelah penguasa tidak mewajibkan pemakaian hijab adalah memotong pendek rambut mereka. Gaya rambut pendek alias cepak yang disebut gaya rambut boy ini terlihat mencolok di jalanan Riyadh. Hal ini sebagai dampak dari reformasi sosial yang diprakarsai oleh Mohammed bin Salman (MBS), putra mahkota yang menjadi penguasa Arab Saudi. Kebijakan ini tentu memporak-porandakan syariat Islam yang berkaitan dengan pakain muslimah di Arab Saudi.
Menilik Akar Sejarah Sekularisasi di Tanah Kelahiran Nabi saw
Sungguh mencengangkan, tanah kelahiran Nabi saw. yang menjadi kiblat umat Islam di seluruh dunia telah berubah drastis. Tempat turunnya wahyu pertama itu, saat ini menjadi sangat sekuler. Sejak MBS berkuasa, banyak reformasi hukum sosial yang terjadi. Bahkan jika sesuatu dulu dianggap tabu, kini menjadi tren baru.
Hal ini bermula saat MBS yang memiliki visi pada tahun 2030 untuk mengurangi ketergantungan Arab Saudi pada penghasilan minyak dan beralih mencari pendapatan dari sektor lain, seperti pariwisata dan hiburan. Hal ini menyebabkan berubahnya banyak aturan di Saudi Arabia. Ia pun mendefinisakan ulang identitas Arab Saudi bahwa mereka akan menjadi ‘Eropa baru.’
Dengan visi tersebut, langkah-langkah konkret untuk merealisasikan tujuannya tersebut adalah dengan melonggarkan aturan-aturan yang ada. Seperti tidak mewajibkan hijab, mengizinkan muslimah berusia 21 tahun keluar tanpa mahram, perempuan boleh mengemudi maupun menjadi pilot. Bahkan berbikini saja sudah tidak dilarang lagi. Mencabut larangan biokop yang pada gilirannya perempuan boleh bersama lelaki nonmahram untuk menonton bersama. Sungguh pemandangan yang sangat memprihatinkan.
Semua hal ini dilakukan sebagai upaya memuluskan pendapatan di sektor pariwisata dan hiburan agar wisatawan asing tertarik untuk berkunjung ke Arab Saudi. Sungguh apa yang telah dilakukan oleh Raja MBS ini sangat membahayakan umat Islam, terutama muslimahnya karena melanggar syariat Allah yang akan menyelamatkan mereka.
Wahai Muslimah Riyadh, Kembalilah Kepada Islam
Perjuangan kaum feminis terus mendapatkan dukungan dari penguasa. Hal ini sebenarnya menjadi penyebab kerusakan yang sangat besar. Penguasa Arab Saudi terlalu berani dalam menentang aturan-aturan Ilahi. Kapitalisme dan sekularisme yang telah menciptakan kerusakan dan kesengsaraan di negara-negara maju yang semu. Bahkan di belahan dunia yang lain, menciptakan kesenjangan nyata dan masalah yang tak bisa diatasi oleh sistem itu sendiri. Tidakkah hal ini terindera oleh penguasa Arab Saudi? Akankah Arab Saudi juga akan mengimpor kerusakan buah dari penerapan sekularisme dan kapitalisme, yang tampak elegan dan glamor, namun di baliknya banyak racun dan kebusukan bagi kaum muslimin?
Aroma anyir penerapan kapitalisme di berbagai belahan dunia seharusnya mampu membuka akal sehat penguasa Arab Saudi agar mereka menghindar dari serangan pemikiran liberalisme yang bersumber dari sekularisasi negara. Bukan malah diambil, diterima, diterapkan dan dibanggkan oleh kaum muslimin. Apalagi penguasa dan kaum muslimin di tanah suci ini.
Sungguh muslimah Riyadh, kembalilah kalian kepada pangkuan syariat, yang dengannya akan memuliakan kalian. Dan akan menjaga kalian. Kemuliaan dalam Islam tidak dilihat dari sebanyak aktivitasmu dalam bekerja di luar rumah, bagaimana penampilanmu seperti orang-orang Barat, tetapi saat engkau menetapi jalan Allah yang telah mengangkatmu dari kehinaan menuju kedudukan yang tinggi karena menjalankan syariat-Nya.
Peran muslimah dalam Melawan Feminisme
Sesungguhnya Islam sejak awal dilahirkan adalah untuk memuliakan manusia, termasuk wanita di dalamnya. Jika sebelumnya peradaban-peradaban kuno merendahkan, melecehkan dan menghinakan kedudukan perempuan, maka Islam yang mengangkat mereka dari lembah yang hina itu menuju ketinggian derajat di sisi Rabbnya.
Tidak ada satu pun syariat yang akan merugikan manusia, termasuk kaum muslimah. Dimana ada syariat, di situ ada kebaikan. Maka, muslimah memiliki kewajiban ‘ain untuk menuntut ilmu. Agar memahami hikmah dan syariat yang dikhususukan untuknya. Tidak perlu mengikuti pemikiran sumbang dan berbahaya, yaitu pemikirian feminisme.
Gencarnya pemikiran feminisme yang diarusderaskan, telah membawa muslimah menjadi korban pemikiran kaum feminis. Mereka terjerembab dan membenarkan feminisme itu sendiri. Hal ini haruslah dihindari selain dengan mengkaji Islam secara komprehensif juga dengan aktivitas kontra-opini. Dengan berbagai media yang ada saat ini, dakwah lisan dan juga tulisan. Semoga dengan hal ini muslimah terutama muslimah Riyadh tercerahkan. Dan mereka kembali ke jalan yang benar.
Cara Khilafah Mencegah Pemikiran Asing yang Berbahaya
Buruknya perilaku masyarakat yang terpengaruh pemikiran asing menunjukkan lemahnya penjagaan pemikiran rakyat oleh negaranya. Apalagi jika pihak negaralah yang melegalkan pemikiran rusak tersebut berkembang di masyarakat.
Oleh karena itu, Khilafah yang notabene negara ideologis yang dibangun berdasarkan akidah Islam akan menerapkan hukum syariat terhadap semua lini kehidupan. Seluruh pilar-pilar negara termasuk masyarakat dan keluarga dibangun berdasarkan akidah Islam dan hukum Islam. Sehingga jelas bagi mereka orientasi kehidupan. Kesempurnaan ideologi Islam yang detail meniadakan celah kosong pemahaman di sisi umat. Umat paham bagaimana aturan yang berkaitan dengan pemerintahan, sosial, ekonomi, dan lain sebagainya. Semuanya menjadi pemahaman, standardisasi, dan keyakinan umat yang hidup di dalamnya. Sehingga negara Khilafah memiliki ketahanan ideologi yang sangat kuat. Pemikiran asing mudah terdeteksi dan disingkirkan dari masyarakat.
Sementara itu, fungsi penguasa dalam Khilafah adalah menjalankan syariat Islam secara kaffah. Ia adalah mukmin yang amanah, kapabel, dan kredibel. Memiliki kesadaran politik yang tinggi dan memiliki kemampuan intelektual dan pemahaman Islam di atas rata-rata. Ketakwaannya kepada Allah menjadi fondasi penting dalam menjalankan pemerintahannya.
Dua hal ini, yakni sistem yang sahih yaitu sistem Islam dan penguasa yang bertakwa, akan mewujudkan ketahanan ideologi yang pada akhirnya akan membuat negara menjadi kuat. Sehingga tidak hanya ketahanan ideologi, tetapi juga ketahanan ekonomi, pertahanan keamanan akan diperoleh. Bukankah hal itu yang kita butuhkan?
Wallahu a’lam bishowab.[]