Sri Lanka, Membawa Pesan Bahaya

"Sri Lanka yang berpenduduk 22 juta orang itu gagal membayar utangnya yang mencapai US$ 51 miliar atau Rp754,8 triliun (kurs Rp14.800). Walhasil, negara itu pun runtuh dan dicap bangkrut di mata dunia. Demikianlah yang menimpa Sri Lanka. Lantas bagaimana dengan negeri kita, Indonesia? Akankah bernasib sama?"

Oleh. Dewi Fitratul Hasanah
(Pegiat Literasi dan Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Jagat media riuh memberitakan Sri Lanka. Hari itu rakyat Sri Lanka berbondong-bondong mendatangi istana. Mereka membentuk kerumunan, meneriakkan slogan-slogan dan mengibarkan bendera nasional kemudian menerobos barikade dan memasuki kompleks istana. Mereka mendesak agar Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa, mengundurkan diri.

Unjuk rasa yang luar biasa itu merupakan puncak atas protes damai di Sri Lanka selama berbulan-bulan ini. Beredar pula rekaman yang menampilkan aksi demonstran ketika memasuki istana. Ada yang menguasai kolam pribadi presiden, ada yang tengah membuka laci dan mengambil barang-barang milik presiden serta ada yang menggunakan kamar mandi mewah presiden.

Apa yang ada di istana benar-benar merupakan gambaran
yang kontras. Fasilitas dan kemewahan tersaji di dalamnya. Sementara, di luarnya terdapat kesengsaraan dan kepayahan hidup yang menyelimuti rakyat Sri Lanka.

Sebab itulah rakyat makin geram dan tak kuasa menahan amarah. Terlebih dengan kondisi Sri Lanka saat ini didera inflasi. Dalam keterpurukan ekonomi selama 70 tahun terakhir, Sri Lanka bahkan harus mengimpor makanan, bahan bakar dan obat-obatan. Selain itu, Sri Lanka juga kehabisan mata uang asing dan harus memberlakukan larangan penjualan bensin dan solar untuk kendaraan yang menyebabkan antrean bahan bakar berhari-hari. Semua problematika tersebut adalah akibat kinerja dan kezaliman sang penguasa dalam mengurusi negara.

Dikutip dari Kompas.com (27/6/2022), Sri Lanka bangkrut karena beberapa hal di antaranya :

  1. Besar pasak daripada tiang. Ekspor sedikit sedangkan impor lebih banyak.
  2. Utang riba. Bermula dari Iming-iming pembangunan infrastruktur yang mewah Sri Lanka pun tergiur pinjam uang/utang riba ke Cina.
  3. Kekurangan sumber pemasukan. Pemasukan dari sektor pariwisata anjlok drastis akibat pandemi Covid-19.
  4. Tidak mampu memproduksi pangan. Larangan impor pupuk membuat produksi pangan di Sri Lanka terhenti total.

Sri Lanka yang berpenduduk 22 juta orang itu gagal membayar utangnya yang mencapai US$ 51 miliar atau Rp754,8 triliun (kurs Rp14.800). Walhasil, negara itu pun runtuh dan dicap bangkrut di mata dunia. Demikianlah yang menimpa Sri Lanka. Lantas bagaimana dengan negeri kita, Indonesia? Akankah bernasib sama?

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan kebangkrutan Sri Lanka harus menjadi peringatan serius bagi negara lain, termasuk Indonesia. Pasalnya, tercatat utang Indonesia per April 2022 saja sebesar US$ 409,5 miliar.

Dikutip dari CNBCIndonesia.com (27/6/2022), Meskipun rasio utang Indonesia, saat ini dikatakan masih dalam posisi aman dan terkendali yakni pada level 39,09 persen pada akhir April dan posisi utang mencapai Rp7.040,32 triliun, namun tetap saja tidak ada yang aman bila berurusan dengan utang riba.

Sebab utang riba adalah sumber petaka yang nyata. Apalagi utang ini dilakukan oleh negara kepada negara kapitalis penjajah, tentu pintu penjajahan dan penjarahan sangat mudah terbuka. Bila diperparah dengan pengelolaan ekonomi yang buruk, bukan tak mungkin cepat atau lambat Indonesia ke depannya bisa saja menghadapi kebangkrutan nyata seperti Sri Lanka.

Sejatinya para pelaku riba sedang menabuh genderang perang terhadap Allah Swt.
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba,” (QS Al-Baqarah: 275). Tak hanya hartanya yang akan menjadi haram, tetapi tindakan pemberi riba maupun penerima riba akan menerima status keharaman dari riba.

Dari Jabir, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikan, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikannya.” Ia berkata: “Mereka berstatus hukum sama.” (HR. Muslim, nomor 2994)

Begitupun tentang penjajahan dan penindasan yang diakibatkan oleh riba telah Allah jelaskan dalam surah An-Nisa ayat 16 yakni,
“Maka sebab penindasan yang dilakukan oleh orang Yahudi, maka kami haramkan kepada mereka harta yang baik-baik yang (sebelumnya) pernah diperbolehkan bagi mereka disebabkan tindakan mereka yang keluar dari jalan Allah, tindakan mereka dalam memungut riba padahal telah dinyatakan larangannya, dan tindakan mereka dalam memakan harta orang lain dengan jalan bathil. Untuk itu telah kami siapkan bagi orang-orang yang membantah perintah Allah ini (kafir) suatu azab yang pedih,”

Jelas sudah, jika Indonesia tidak waspada bahkan merasa aman- aman saja terhadap utang riba, maka cepat atau lambat musibah akan menyapa. Dan lagi-lagi rakyat jua lah yang harus merasakan imbasnya. Padahal rakyat seharusnya di- ria'yah (diurusi) dengan benar. Bukan malah mereka (para pejabat) diberi fasilitas 'wah' sementara rakyat hidup susah karena korban kerakusan segelintir kelompok dan penguasa. Lihat saja, betapa lonjakan harga pangan, pajak yang terus naik dan bertambah jenisnya (semua objek dikenai pajak). Apakah Indonesia mau sampai seperti Sri Lanka?

Tak ada solusi hakiki selain kembali pada sistem Islam, dimana sistem Islam mampu menyejahterakan rakyat dengan mengelola SDA yang ada tanpa mudah menyerahkannya pada pihak asing atau swasta. Hasil pengelolaan tersebut akan sangat mampu mencukupi kebutuhan negara, termasuk menyejahterakan hajat hidup seluruh individu rakyat.

Sistem Islam juga memiliki mekanisme Baitulmal yang berfungsi sebagai lembaga pendanaan independen/kas negara yang hartanya berasal dari pemasukan khusus yang diperoleh melalui beberapa pos-pos pemasukan seperti dari ghanimah, jizyah, khumus, fai, kharaj dsb. Sehingga negara tidak kekurangan dana apalagi sampai utang ke luar di mana semua utang dari luar adalah uang riba yang sifatnya berbunga. Semakin banyak utang tentu semakin banyak suku bunga yang harus diberikan pula.

Ya, membahas perkara utang memang tegang dan menyeramkan, namun jika negara ini tak mau menjadi seperti Sri Lanka . Maka, harus berani mengambil langkah mendasar dan strategis. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar sedunia, maka solusinya adalah hanya dengan kembali pada sistem Islam.

Dalam Islam, utang tetaplah utang, dimana yang dibayarkan hanya pokoknya saja, haram sebuah negara Islam ikut membayar ribanya. Di sini sebuah negara perlu keberanian untuk berdikari di bawah kaki sendiri, teguh menerapkan sistem Islam dalam bingkai Khilafah Islamiah.

Khilafah Islamiyah adalah satu-satunya sistem pemerintahan Islam yang mampu bahkan pernah memimpin dunia selama lebih dari 13 abad lamanya. Dalam sistem ini tak kan dijumpai penguasa yang zalim terhadap rakyat. Sebaliknya hubungan antara rakyat dan penguasa didapati begitu adil dan harmonis.

Perpaduan antara kuatnya iman dan taqwa telah menjadi motor penggerak para penguasa dalam hal mengurusi urusan umat. Sebab memahami Islam dengan benar dan hanya menjadikan Alquran sebagai standar dalam bersikap dan membuat kebijakan.

Khilafah adalah syariat Allah SWT. dimana sumber hukumnya memang berdasarkan Allah yang maha tahu dan sesuai dengan fitrah mahluk-Nya, manusia. Berbeda dengan sistem demokrasi yang hukum-hukum nya bersumber dari akal manusia yang lemah dan terbatas serta sering tumpang-tindih sebab berbeda-beda keinginan akal manusia yang satu dengan lainnya. Berdalih adil mengatur, namun yang terjadi justru amburadul dan hancur.

Sementara, Sistem Khilafah Islamiyah telah menjadikan rakyat sebagai tuan dan penguasa sebagai pelayannya. Sumber daya alam adalah milik rakyat untuk rakyat dan benar-benar dikembalikan kepada rakyat. Bukan kepada pengusaha atau asing.

Allah SWT berfirman;
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS al-A’raf: 96).

Sungguh hanya dengan Islam lah kita terhindar dari bahaya sebaliknya bahagia dan kemakmuran akan menyapa. Waalahua'alam bishowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Dewi Fitratul Hasanah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Sultan Fattah, Raja Islam Pertama Penakluk Tanah Jawa
Next
ACT ‘Digebuk’, Lembaga Amal di Ujung Tanduk
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram