“Memberikan utang kepada negara yang mengalami krisis ekonomi dianggap sebagai penyelamat, padahal jeratan utang yang diberikan akan makin mengokohkan penjajahan atas nama tolong-menolong. Walhasil, yang terjadi utang negara pengutang semakin menumpuk dan kolaps.”
Oleh. Siti Amelia Q.A
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sri Lanka sedang diambang kehancuran, krisis ekonomi yang melanda negeri ini mengundang reaksi dari rakyat Sri Lanka. Ribuan demonstran menyerbu kediaman resmi Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa. Menurut kabar yang dikutip dari VIVA (10/7/2022), Presiden Sri Lanka terpaksa dipindahkan dari kediaman resminya demi keselamatannya pada saat menjelang rapat umum yang akan direncanakan selama akhir pekan.
Kemarahan rakyat Sri Lanka terkait inflasi yang melonjak, setelah negara itu secara tajam mendevaluasi mata uangnya. Pemerintah Rajapaksa tidak mampu membayar impor penting, termasuk bahan bakar.
Perjalanan Krisis Sri Lanka
Menurut catatan '2019 Asian Development Bank'. Sri Lanka mengalami ekonomi defisit kembar klasik, yakni defisit yang menandakan bahwa pengeluaran nasional suatu negara melebihi pendapatan nasionalnya, dan bahwa produksi barang dan jasa yang dapat diperdagangkan tidak memadai.
Krisis tersebut juga dipercepat oleh pemotongan pajak yang dijanjikan oleh Rajapaksa selama kampanye pemilihan 2019 yang diberlakukan beberapa bulan sebelum pandemi covid-19. Sri Lanka saat ini memiliki utang senilai USD51 milyar atau setara Rp757,1 triliun dan tidak dapat melakukan pembayaran bunga atas pinjamannya di IMF.
Nilai tukar yang lemah membuat biaya impor jadi mahal dan biaya makanan menjadi naik sekitar 57%. Untuk kebijakan di dalam negerinya, Sri Lanka menerapkan pajak terbesar dalam sejarah, belum lagi korupsi yang dilakukan para pejabat, membuat rakyat makin menderita.
Hilangnya Kedaulatan Negara dalam Sistem Kapitalisme
Berkaca dari kasus negara-negara yang hancur karena sistem kapitalisme, seperti negara Zimbabwe, Nigeria, Pakistan yang gagal bayar utang kepada negara pengutang. Seperti yang telah kita ketahui, dalam sistem kapitalisme, ekonomi pasar atau pemilik modal menjadi asas di dalamnya. Pasar saham yang menjadi komponen dalam sistem kapitalisme, lembaga keuangan jelas akan menjadi kacau jika terjadi inflasi.
Kondisi dalam negeri akan bergantung dengan impor karena banyak pelaku usaha atau pabrik-pabrik gulung tikar, PHK besar-besaran pun akan terjadi. Kondisi negara akan benar-benar chaos, sehingga tindak kriminalitas akan mudah terjadi, penjarahan, perampokan, pembunuhan, demonstrasi bahkan kerusuhan tidak akan dapat dihindari, itulah akibat terjadinya utang luar negeri, yang merupakan senjata ampuh bagi negara-negara kapitalis dalam menguasai negara-negara berkembang, sehingga negara tersebut tidak memiliki kedaulatan penuh, itulah juga gambaran bagi negara yang menerapkan sistem kapitalisme, semisal yang juga terjadi di Sri Lanka.
Memberikan utang kepada negara yang mengalami krisis ekonomi dianggap sebagai penyelamat, padahal jeratan utang yang diberikan akan makin mengokohkan penjajahan atas nama tolong-menolong. Walhasil, yang terjadi utang negara pengutang semakin menumpuk dan kolaps. Negara yang sudah terjebak dalam pinjaman utang hanya memiliki dua pilihan, yakni tunduk kepada aturan negara pemberi utang atau menyerahkan kedaulatan mereka kepada negara-negara atau lembaga-lembaga internasional, dan hal ini sudah terbukti dari kasus banyaknya negara yang gagal bayar utang.
Sistem Islam Mengubah Dunia
Dalam sistem Islam, negara dianggap berdaulat ketika kedaulatan negara ada pada hukum-hukum Allah yakni syariat Islam. Haram hukumnya kedaulatan negara diinjak-injak oleh negara kafir, apalagi jika hanya persoalan utang luar negeri. Membangun negara dengan fondasi sistem Islam yang kokoh dan membuat kebijakan-kebijakan negara yang stabil serta tangguh agar negara tidak terlibat dalam jeratan utang yang berbahaya, yang dapat membuat negara berada di ambang kehancuran.
Hal utama yang harus dilakukan dalam sistem Islam agar negara tidak terjebak dalam krisis adalah memastikan negara tidak terlibat dalam sistem riba baik dalam bentuk apa pun, tidak terlibat dalam pasar uang yang merusak, negara harus berdaulat penuh tidak dipengaruhi oleh negara lain, harus ada kejelasan antara kepemilikan umum dengan pribadi, memastikan negara bertujuan untuk menyejahterakan rakyatnya, negara berlepas diri dari lembaga-lembaga internasional seperti IMF, World Bank, PBB dan semacamnya, menjaga kebutuhan primer rakyat agar terpenuhi dan tidak membuang anggaran negara ke hal yang sia-sia. Poin-poin tersebut dapat terwujud jika negara berdaulat mutlak dan menerapkan sistem Islam.
Seperti itulah Islam menjadi sebuah sistem kehidupan, yang mengatur negara sedemikian rupa, aturannya berasal dari Sang Pencipta kehidupan. Jika tolok ukur kita adalah keimanan dan ketakwaan, tentunya kita tidak akan menolak Islam sebagai sebuah solusi bernegara.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]