“Sistem ekonomi riba yang diterapkan di Sri Lanka menjadi biang krisis finansial yang sulit dihentikan. Sistem Kapitalisme yang berbasis pada riba dengan perkembangan sektor nonriilnya telah membuat siklus krisis yang terus berulang. Hal ini tidak bisa dihindari karena riba memang menjadi inti dari ekonomi kapitalisme.”
Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Amarah rakyat Sri Lanka sudah tak terbendung. Ramai-ramai mereka menyerbu Istana negara tempat sang penguasa bercokol. Tuntutan mereka adalah agar sang presiden mundur karena telah gagal mengurus negara.
Rakyat juga mendesak pemerintah untuk segera mengakhiri krisis yang berkepanjangan di Sri Lanka. Impitan ekonomi telah menyulitkan kehidupan mereka hingga ke titik nadir. Situasi kian tak terkendalikan. Rakyat pun bergerak menuntut perubahan. Mereka melakukan dengan caranya sendiri.
Bagaimana bisa Sri Lanka mengalami kondisi yang amat terpuruk ini? Cukupkah dengan mengganti pemimpin sebagai solusi keluar dari krisis? Lalu, apa solusi Islam terkait ini?
Runtuh
Krisis ekonomi benar-benar meruntuhkan Sri Lanka. Negara yang berada di Kawasan Asia Selatan itu dalam kondisi default atau gagal membayar utang sebesar 51 miliar dolar AS atau Rp700 triliun lebih. Utang ini tidak hanya dari pinjaman pokok saja, namun juga beserta bunganya. Mata uang Sri Lanka jatuh sampai 80% hingga impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri menjadi berat. Pariwisata yang menjadi mesin penting pertumbuhan ekonomi telah merosot tajam sejak pandemi. Di sisi lain, inflasi melonjak tak terkendali hingga 54,6% dan harga makanan naik 57%. Kementerian Keuangan Sri Lanka menyatakan bahwa cadangan devisa hanya tersisa US$25 juta (Rp375 miliar). Ini tak cukup mampu menopang Sri Lanka untuk bertahan hingga enam bulan ke depan. Hampir tak ada uang untuk mengimpor bensin, susu, gas memasak, dan obat-obatan. (kompas.com, 13/7/2022)
Inflasi yang membumbung ke level tertinggi sejak negara itu merdeka telah membawa penderitaan bagi rakyat jelata. Bahan pangan sulit didapatkan dan mahal harganya, BBM langka, listrik dipadamkan, rakyat diminta bertani karena pekerjaan dibatasi, ujian sekolah urung dilaksanakan, bahkan untuk mendapatkan kertas toilet pun tak mudah. Sistem kesehatan Sri Lanka berada di ambang kehancuran akibat kekurangan obat-obatan dan peralatan medis. Kemiskinan kian meluas. Sri Lanka benar-benar kolaps.
Jeratan Sistem Riba
Sistem ekonomi riba yang diterapkan di Sri Lanka menjadi biang krisis finansial yang sulit dihentikan. Sistem Kapitalisme yang berbasis pada riba dengan perkembangan sektor nonriilnya telah membuat siklus krisis yang terus berulang. Hal ini tidak bisa dihindari karena riba memang menjadi inti dari ekonomi kapitalisme. Negara mana pun yang menjadikan kapitalisme sebagai sistem, harus berurusan dengan bunga bank dalam setiap kegiatannya.
Menurut peneliti Forum Kajian dan Kebijakan Transparansi Anggaran (FAKKTA), Muhammad Ishak seperti yang dituturkan kepada mediaumat.id, Senin (11/7/2022) setidaknya ada empat faktor penyebab krisis Sri Lanka. Faktor-faktor tersebut adalah:
Pertama, inflasi yang melonjak akibat harga bahan bakar dan pangan. Negara terlalu bergantung pada impor kedua komoditas tersebut.
Kedua, membengkaknya utang luar negeri Sri Lanka dalam beberapa tahun terakhir.
Ketiga, biaya impor yang tinggi, naiknya pembayaran utang, dan rendahnya penerimaan devisa.
Keempat, langkah Pemerintah Sri Lanka yang meminta pinjaman kepada IMF. Langkah ini justru memperparah krisis karena syarat yang ditetapkan IMF malah semakin memberatkan negara dan rakyat, seperti menaikkan suku bunga.
Salah satu penyebab terbesar krisis Sri Lanka adalah jumlah utang yang tinggi kepada Cina, yakni mencapai US$8 miliar atau Rp118,4 triliun (asumsi kurs Rp14.800 per dolar AS). Jumlah ini seperenam dari total utang luar negeri Sri Lanka sebesar US$ 45 miliar pada April 2022. Pemerintah Sri Lanka banyak berutang pada Beijing sejak tahun 2015 untuk proyek infrastruktur. Pelabuhan Hambantota merupakan salah satu proyek infrastruktur yang dibangun dari utang Cina. Namun sayangnya, ini tak memberi manfaat dan menjadi beban hingga akhirnya dikuasai Cina selama 99 tahun sejak 2017. (cnnindonesia.com, 24/6/2022)
Utang yang besar tersebut tak sanggup dilunasi Sri Lanka hingga pemerintahnya mengambil langkah meminjam kepada IMF. Laksana keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya, begitulah kondisi Sri Lanka. Cina dan IMF, keduanya sama-sama bukan lembaga amal yang dengan sukarela membantu. Cina mencekik dengan bunganya yang tinggi, sedangkan IMF dengan beragam persyaratannya yang menekan. Tak ada yang gratis di alam kapitalisme.
Dalam kapitalisme, utang memang menjadi denyut ekonomi negara. Pembangunan infrastruktur dibiayai dari utang luar negeri. Hal yang amat rapuh. Negara akan tergantung kepada pemberi utang dan tidak memiliki kemandirian. Kebijakan negara akan disetir oleh asing. Tidak ada pembangunan kecuali harus mengikuti arahan dari negara yang memberikan pinjaman atau bantuan. Dengan kata lain, utang menjadi alat penjajahan suatu negara terhadap negara lain.
Kemewahan di Tengah Kelaparan
Ketika rakyat Sri Lanka menduduki istana negara, mereka mendapati kenyataan yang membuat mereka semakin marah. Betapa jauhnya perbedaan antara yang dinikmati penguasa dengan realitas yang dialami rakyat jelata. Kompleks istana presiden yang luas bergaya arsitektur kolonial dengan sejumlah beranda, kolam renang, dan halaman rumput hijaunya sangat timpang dengan rumah-rumah kecil dan sederhana milik rakyat kebanyakan.
Ironisnya, kemewahan dan kenyamanan yang dinikmati penguasa itu dibangun dari kerja keras dan uang rakyat. Di saat rakyat antre panjang untuk membeli bensin, gas, dan makanan, sang presiden justru hidup dalam kemewahan. Ketika rakyat berpanas-panasan, kelaparan, dan dalam pemadaman listrik yang membuat aktivitas terbatas, sang presiden seolah tak merasakan apa-apa.
Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa, telah kabur sebelum puluhan ribu orang menyerbu istana presiden pada Sabtu (9/7/2022). Ia dikabarkan sempat dilindungi oleh pihak militer hingga kabur ke Maladewa dan kini ia berada di Singapura. Ia tinggalkan begitu saja negara dan rakyatnya yang tengah dililit permasalahan pelik.
Gotabaya Rajapaksa adalah presiden ke-8 Sri Lanka sejak tahun 2019 setelah memenangi pemilu dengan suara 52,25%. Ia pernah dianggap berjasa karena berhasil memerangi Liberation of Tiger Tamil Eelam (LTTE) atau Kelompok Macan Pembebasan Tamil pada 2009. Gotabaya pun mendapat gelar doktor kehormatan dari University of Colombo.
Dinasti Rajapaksa sendiri merupakan keluarga berpengaruh di Sri Lanka. Banyak anggota keluarganya yang menempati posisi penting di pemerintahan. Laporan Vice menyebutkan bahwa dinasti ini memiliki banyak kekayaan di luar negeri. Disebutkan juga bahwa dua pertiga APBN Sri Lanka dikuasai penuh oleh dinasti Rajapaksa. Diperkirakan kekayaan Gotabaya mencapai US$10 juta atau setara dengan Rp149,6 miliar (asumsi kurs Rp14.966 per dolar AS). (cnnindonesia.com, 14/7/2022)
Inilah potret pemimpin hasil pemilihan demokrasi liberal. Berkuasa untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Kebijakan yang dikeluarkan tunduk pada kepentingan kapital. Ketika terjadi masalah berat akibat kesalahannya dalam membuat kebijakan, ia justru kabur menyelamatkan diri tanpa rasa tanggung jawab. Ia abaikan nasib rakyat yang berkalang penderitaan berkepanjangan.
Pilihan Terbaik
Sri Lanka menjadi contoh terkini bagaimana kapitalisme bukanlah sistem yang tepat dalam mengatur sebuah negara. Alih-alih mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, kapitalisme justru menjadi biang permasalahan, termasuk krisis berulang dan tak berkesudahan. Sistem yang buruk ini juga melahirkan pemimpin yang tidak amanah, lemah dan hanya memikirkan kepentingan sendiri.
Sangat berbeda halnya dalam Islam, di mana pengaturan negara dijalankan dengan aturan yang bersumber dari Sang Pencipta. Sebuah sistem yang selama berabad-abad lamanya berhasil mewujudkan kemakmuran dan kemajuan bagi umat manusia. Dialah syariat Islam yang di masa lalu menjadi satu-satunya aturan yang diterapkan dalam kehidupan umat Islam selama 13 abad lamanya.
Menurut aturan syariat, tidak diperbolehkan bagi negara untuk mengambil utang berbasis riba sebagai biaya pembangunan. Haram hukumnya dan jelas membawa mudarat. Pembiayaan negara seluruhnya berasal dari kas negara, Baitulmal yang pemasukannya dari pos fai, kharaj, dan kepemilikan umum. Keuangan negara sama sekali tidak bertumpu pada pajak, apalagi utang riba.
Kekayaan alam yang menjadi milik rakyat harus dikelola negara dan tidak boleh diserahkan kepada swasta atau asing. Hasil pengelolaan tersebut diperuntukkan memenuhi kebutuhan seluruh rakyat tanpa terkecuali. Negeri-negeri muslim dianugerahi sumber daya alam yang melimpah ruah sehingga mampu mengisi kas negara yang nantinya untuk kemaslahatan bersama.
Pengelolaan harta sesuai syariat Islam ini akan menjamin ketersediaan dana untuk setiap kebutuhan yang diperlukan. Negara memastikan bahwa setiap individu tercukupi kebutuhan pokoknya, bahkan kebutuhan sekundernya juga.
Sistem mata uang negara Islam berbasis dinar/emas dan dirham/perak dengan nilainya yang relatif stabil sehingga mampu menciptakan kestabilan moneter. Dengan sistem mata uang yang kuat ini, negara akan menolak intervensi negara lain, termasuk dolar. Inflasi akan terhindarkan dan krisis pun tak akan terjadi.
Pemimpin Amanah
Pemimpin yang lahir dari sistem Islam merupakan sosok yang menjalankan kekuasaannya dengan amanah dan fokus pada pengurusan umat. Pemimpin atau khalifah memastikan penerapan syariat Islam berjalan secara kaffah. Ia bekerja untuk kepentingan akhirat dan mencari rida Allah. Kekuasaan tidak menjadikannya silau atau tunduk pada harta dunia.
Sejarah khilafah di masa lampau pernah mencatat tentang teladan seorang pemimpin dalam Islam. Kisah Khalifah Ali bin Abi Thalib, r.a. yang terkenal dengan kezuhudannya. Meskipun sebagai seorang pemimpin, beliau tak memanfaatkannya untuk menumpuk harta. Beliau hidup dengan sederhana. Beliau mendapatkan santunan dari Baitulmal dan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separuh kaki. Baju itu beliau pakai terus sehingga penuh dengan tambalan.
Jubah yang beliau pakai sehari-harinya hanya seharga tiga dirham. Sarungnya pun juga penuh dengan tambalan akibat terlalu sering dipakai. Ketika ada yang menegur beliau karena menganggap pakaian tersebut tidak layak untuk seorang Khalifah, beliau menjawab: “Biar diteladani oleh orang mukmin dan ini membuat hati menjadi khusyuk.”
Sebagai seorang pemimpin, Khalifah Ali sangat zuhud terhadap dunia. Beliau begitu berhati-hati dengan harta yang ada di Baitulmal karena merupakan hak kaum muslimin. Harta itu hanya boleh digunakan untuk kemaslahatan umat.
Itu adalah salah satu contoh keteladanan pemimpin dalam Islam. Teladan terbaik tentulah Rasulullah, Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang tak diragukan lagi. Beliaulah mata air inspirasi kehidupan dengan keagungan akhlak yang bersinar. Maka, sudah seharusnya kaum muslimin menjadikan beliau sebagai tuntunan dalam bertindak. Bukan hanya untuk urusan pribadi saja, tetapi juga sebagai seorang pemimpin, sebagaimana sabda Rasulullah: “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Mengganti pemimpin tanpa sistemnya sekalian adalah kesia-siaan belaka. Seberapa pun bagusnya seorang pemimpin, jika sistemnya buruk, maka akan menjadi buruk pula. Berulang kali rakyat berganti pemimpin dalam sistem sekarang, namun ujungnya tetap sama. Rakyat tetap menderita. Kemiskinan dan pengangguran tak berkurang. Kesenjangan kian lebar. Kriminalitas pun tetap merajalela.
Jadi, jangan hanya kepalanya yang diganti, melainkan sistemnya juga diubah. Inilah yang harus segera dilakukan agar krisis yang terjadi di Sri Lanka dan beberapa negara lainnya bisa diakhiri selamanya.
Khatimah
Satu-satunya cara agar kehidupan berjalan dengan baik di segala bidang kehidupan adalah dengan kembali menerapkan aturan Islam secara kaffah. Tinggalkan semua yang tidak darinya, termasuk kapitalisme yang terbukti menimbulkan krisis dan penderitaan multidimensi. Saatnya, Islam kaffah mengambil alih sistem yang telah lapuk ini. Dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiah, umat muslim dan juga seluruh dunia akan hidup dalam kesejahteraan hakiki.
Wallahu a’lam bish-shawwab.[]