“Kondisi Sri Lanka yang mengalami jalan buntu harus bisa dijadikan bahan introspeksi bagi Indonesia. Krisis ekonomi seperti ini berpeluang besar terjadi di seluruh negara yang mengadopsi sistem kapitalisme termasuk Indonesia.”
Oleh. R. Raraswati
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
NarasiPost.Com-Aksi besar ribuan demonstran menyerbu kediaman resmi presiden dan sekretariatnya di ibu kota komersial Kolombo pada Sabtu (9/7/2022) waktu setempat, menjadi sorotan dunia. Krisis ekonomi yang melanda negeri tersebut membuat masyarakat protes keras terhadap Presiden Gotabaya Rajapaksa. Menurut kabar dari VIVA (10/7/2022), demi keselamatan sang Presiden, ia telah dipindahkan dari kediaman resminya sejak Jumat (8/7/2022).
Demonstrasi untuk menggulingkan presiden Sri Lanka ini sebagai luapan emosi rakyat yang telah memuncak. Polisi yang sempat melepaskan tembakan ke udara, tidak mampu menghentikan gerakan massa yang ada di sekitar kediaman presiden. Para demonstran berusaha memasuki kediaman presiden dan mencicipi fasilitasnya (News Internasional, 10/7/2022).
Tidak hanya kediaman presiden, rumah pribadi Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe pun tak luput dari amarah demonstran. Mereka membakar rumah mewah perdana menteri tersebut.
Sri Lanka dalam kondisi darurat nasional. Situasi mencekam dan jam malam pun diberlakukan aparat kepolisian. Selain gelombang demonstrasi yang merebak, juga muncul fenomena panic buying di tengah masyarakatnya. Jalan buntu atau kuldesak, itulah gambaran Sri Lanka saat ini.
Krisis Ekonomi Terparah
Sejak kemerdekaan Sri Lanka tahun 1948 silam, negara ini dilanda krisis ekonomi terparah di bawah kepemimpinan Rajapaksa. Harga-harga bahan pokok melonjak tinggi, mulai BBM, bahan makanan, obat-obatan, dan lainnya.
Pemerintah Sri Lanka gagal menyelamatkan ekonomi nasional. Rezim, dalam satu dekade terakhir terus menambah pinjaman negara kepada lembaga asing. Ketergantungan pada utang luar negeri memperburuk ekonomi nasional dan gagal memulihkan perekonomiannya. Bahkan pasca pandemi Covid-19, krisis ekonomi negara ini mencapai kulminasi, di mana defisit neraca membesar dan kredit mendekati level default.
Alih-alih keluar dari krisis, pemerintah justru memadamkan api dengan bensin. Pemerintah Sri Lanka dikabarkan justru minta bantuan Lembaga Moneter Internasional (IMF).
Bantuan Berbahaya
Sudah menjadi rahasia umum bantuan IMF bukanlah pemberian cuma-cuma. Sesungguhnya IMF memberikan utang yang justru akan menjerumuskan negara penerimanya semakin berada pada posisi berbahaya. Pasalnya, utang tersebut bisa menjadi jalan untuk menjajah suatu negara. Lewat utang tersebut, Barat akan memaksa negara penerima bantuan untuk tunduk kepada kepentingannya.
Selain itu, utang riba justru berbahaya karena bisa mengundang bencana yang membuat rakyatnya menderita. Hal ini sebagaimana telah Allah kabarkan dalam Al-Qur’an dalam surah Al-Baqarah ayat 179 bahwa pelaku riba berarti menantang perang Allah dan Rasul-Nya. Itu artinya, tidak akan ada yang terselamatkan apalagi menang melawan sang Allah, pemilik dan alam semesta beserta isinya.
Potensi Krisis
Kondisi Sri Lanka yang mengalami jalan buntu harus bisa dijadikan bahan introspeksi bagi Indonesia. Krisis ekonomi seperti ini berpeluang besar terjadi di seluruh negara yang mengadopsi sistem kapitalisme termasuk Indonesia. Masalah ekonomi di Indonesia saat ini, bisa dilihat dari utang pemerintah yang terus bertambah dan harga kebutuhan bahan pokok yang semakin mahal. Selain itu, biaya pendidikan dan kesehatan terus merangkak naik. Hal ini membuat tidak semua orang mampu mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. Belum lagi kenaikan TDL, harga BBM yang terus naik bahkan langka, mahalnya tarif jalan tol, makin memperparah kondisi ekonomi rakyat.
Lebih parah lagi masih tingginya tingkat korupsi, kolusi dan sebagainya yang turut menyumbang terpuruknya perekonomian negara. Rusaknya pengelolaan SDA (Sumber Daya Alam) dan energi oleh pihak asing maupun swasta merugikan negara.
Semua yang terjadi di atas merupakan akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang menonjolkan kepemilikan individu. Kepemilikan negara pun dapat diubah menjadi milik individu dengan jalan privatisasi. Hal inilah penyebab munculnya peraturan tentang SDA dan energi yang mengarah pada privatisasi. Akibatnya, terjadi penguasaan SDA dan energi oleh swasta, bahkan pihak asing.
Islam Punya Solusi
Privatisasi yang membuat kepemilikan negara dan umum berubah menjadi individu jelas tidak sesuai dengan syariat Islam. Hal itu membuat perputaran kekayaan hanya di antara orang-orang kaya. Sedangkan Islam melarang perputaran kekayaan semacam itu, namun mewajibkan perputaran terjadi di antara semua rakyat sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surah Al-Hasyr ayat 7 bahwa “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
Islam memiliki mekanisme ekonomi yaitu melalui aktivitas ekonomi yang bersifat produktif, berupa berbagai kegiatan pengembangan harta dalam akad-akad muamalah dan sebab-sebab kepemilikan. Mekanisme ekonomi tersebut, antara lain:
- Membuka kesempatan yang luas untuk berlangsungnya sebab-sebab kepemilikan dalam kepemilikan individu seperti bekerja di perdagangan, pertanian, dan industri.
- Memberi kesempatan bagi berlangsungnya pengembangan harta melalui kegiatan investasi seperti syirkah inan, mudharabah, dan sebagainya.
- Melarang menimbun harta benda semacam uang, emas, dan perak, walaupun telah dikeluarkan zakatnya. Hal ini karena harta yang ditimbun tidak akan berfungsi ekonomi, sehingga dapat menghambat distribusi karena tidak terjadi perputaran harta.
- Mengatasi peredaran dan pemusatan kekayaan pada satu daerah saja misalnya dengan memeratakan peredaran modal serta mendorong tersebarnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.
- Melarang monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat menimbulkan distorsi pasar.
- Larangan riba, judi, korupsi, suap dan hadiah kepada penguasa negeri. Hal ini akan mengakumulasikan kekayaan pada pihak yang tertentu saja seperti penguasa dan konglomerat.
- Memberikan rakyat hak untuk memanfaatkan SDA milik umum yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya untuk kesejahteraan rakyat.
Jika mekanisme ekonomi ini dijalankan oleh negara, insya Allah tidak akan terjadi penumpukan utang. Dengan demikian, tentu kuldesak tidak akan terjadi di suatu negara termasuk Sri Lanka maupun Indonesia.
Allahu a’lam bish showab.[]