” Tak dapat dimungkiri, diamnya PBB terhadap penindasan Palestina saja sudah cukup menjadi bukti nyata. Bahwa HAM hanya melirik sebelah mata.”
Oleh. Nurjanah Triani
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Antony Blinken sebagai Menteri Luar Negeri Amerika Serikat berkunjung ke Arab Saudi guna membahas persoalan kerja sama kedua negara, harga minyak hingga normalisasi berdirinya negara Israel. Kunjungan Antony Blinken ke Arab Saudi bertemu dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman yang juga menjabat sebagai Perdana Menteri.
Pembahasan yang dibawa dalam pertemuan tersebut antara lain membahas normalisasi Israel-Saudi. Hingga sebelum menginjakkan kaki di Saudi, Blinken bertemu dengan kelompok loki pro-Israel, Komite Urusan Publik Amerika, tepat sehari sebelum keberangkatan ke Arab Saudi. Blinken mengatakan AS memiliki "kepentingan keamanan nasional yang nyata" dalam mengadvokasi normalisasi hubungan Israel-Saudi. Namun, tak dapat dimungkiri oleh Blinken bahwa normalisasi tersebut akan memakan proses yang panjang dan waktu yang lama.
Amerika Serikat memang masif memberikan dukungan penuh kepada Israel untuk memiliki hubungan yang baik dengan sejumlah negara Arab dan negara mayoritas muslim. Sementara itu, Saudi menunjukkan tanda-tanda penerimaan normalisasi tersebut dengan rujuk bersama Israel jika mendapatkan keamanan dari Amerika Serikat.
Sudah sejak lama Saudi berjabat tangan membangun hubungan yang cukup erat dengan Amerika Serikat. Bahkan, Saudi juga dilaporkan meminta bantuan AS untuk mengembangkan program nuklir sipil dan mengurangi pembatasan penjualan senjata Washington ke Riyadh.
Namun, pengamat dari lembaga pemikir di Washington, Yayasan Pertahanan Demokrasi (FDD), yakni Richard Goldberg menilai bahwa kunjungan Amerika Serikat ke Negara Timur Tengah tersebut bukan hanya tentang pembahasan normalisasi Israel-Saudi, tetapi juga guna mencegah semakin mesranya hubungan antara Arab Saudi dengan Cina.
HAM, Kebengisan Tetap Dibungkam
Dukungan Amerika Serikat terhadap Israel selayaknya bukanlah hanya sekadar bahasan HAM semata. Karena jika hak kebebasan itu nyata, maka Palestinalah yang lebih berhak menerimanya. Keberpihakan Amerika Serikat kepada salah satu negara yang berkonflik bukanlah tanpa makna. Pun ketika meminta normalisasi oleh negara yang lebih memiliki kuasa di tengah umat beragama, maka ada maksud terselubung di dalamnya. Tak dapat dimungkiri, diamnya PBB terhadap penindasan Palestina saja sudah cukup menjadi bukti nyata. Bahwa HAM hanya melirik sebelah mata.
Konsep HAM yang diimingi Negeri Paman Sam tersebut seolah hanya menjadi penarik simpati. Suatu normalisasi penjajahan yang dibalut rapi atas nama hak asasi. Namun tak diperinci, bahwa penerima hak yang mereka berlakukan, hanya untuk kepentingan pribadi dan kepentingan yang tersembunyi. Hak asasi tak didapatkan begitu saja oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk penindasan di negeri yang tergabung PBB sekaligus.
Ketika Lawan menjadi Kawan
Saat Rasulullah saw. mendirikan negara di Madinah, salah satu hal pertama yang dilakukan adalah melepas diri dari lawan. Sebab tatkala sebuah negara masih dalam satu naungan dengan musuh, maka negara tak memiliki kendali penuh. Oleh karena itu, hal yang Nabi saw. tunjukkan kepada kita adalah sikap berani melawan. Bukan menjadikan lawan sebagai kawan, sebab kebencian mereka terhadap kaum muslim telah mendarah daging tak terelakkan.
Tatkala kita menjadikan lawan sebagai kawan, maka penyesuaian kesepakatan yang diambil adalah jalan tengah dari negosiasi yang dilakukan. Padahal, hukum Islam mutlak tak dapat diganggu gugat. Dengan jalan tengah yang terus diupayakan, seolah syariat pun perlu disesuaikan. Oleh karena itu, keberanian untuk menjadi negara yang berdiri sendiri adalah hal yang perlu diupayakan.
Dengan adanya jabatan tangan antara Amerika Serikat dengan Arab Saudi, menunjukkan seolah kaum Muslim mudah ditaklukkan hanya dengan kesepakatan. Meski Saudi mendapatkan keuntungan berupa keamanan, namun martabatnya sebagai negeri muslim seolah hancur diterkam lawan. Sebab dahulu, Nabi saw. memperjuangkan hak sesama muslim dengan nyawanya, namun sekarang justru berjabatan dengan musuhnya, tatkala saudara digempur tak ada habisnya.
Berani Berdiri Sendiri
Memang tak mudah tatkala Rasulullah mendirikan negara Islam di Madinah. Ada pertumpahan darah, ada pengorbanan dan usaha dengan keringat yang bercucuran. Peperangan di awal berdirinya suatu negara bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Namun Rasulullah saw. menunjukkan, bahwa yang bekerja bukan hanya upaya manusia, tetapi kehendak Allah taala. Ditambah para pejuangnya yang mampu menjadi garda pelindung terdepan dalam peperangan, tak takut oleh lawan, tak takut kematian, mengantarkan umat muslim meraih kemenangan. Hingga Islam dapat mencapai puncak kejayaan, 13 abad memimpin penuh kegemilangan. Allah Swt. berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْكٰفِرِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَ ۚ اَتُرِيْدُوْنَ اَنْ تَجْعَلُوْا لِلّٰهِ عَلَيْكُمْ سُلْطٰنًا مُّبِيْنًا (١٤٤)
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?" (QS. An-Nissa:144)
Sikap Arab Saudi sebagai salah satu negara mayoritas muslim seharusnya tegas menolak berbagai kesepakatan yang menjerumuskan umat muslim dalam kesengsaraan yang lebih dalam. Terlebih kesepakatan yang dibuat hanya menguntungkan negeri sendiri atau bahkan urusan pribadi.
Allahu'alam Bish Shawwab.[]
Di sistem sekularisme, banyak boneka boneka yang menyeramkan.. bagaimana tidak? mereka seolah menghalalkan dirinya sendiri untuk mulus terjun ke dalam api neraka yang bergejolak karena berani menentang hukum Allah SWT..
Miris sekali melihat kaum muslimin yang terlena akan hal yang bersifat panah demi keuntungan diri mereka, Astaghfirullah. Yups memang tak dapat dimungkiri, diamnya PBB terhadap penindasan Palestina saja sudah cukup menjadi bukti nyata. Bahwa HAM hanya melirik sebelah mata.
Miris sekali ketika saudara seiman yang seharusnya menjadi penolong justru menjalin hubungan kerja sama dengan musuh saudaranya.
Islam telah mengajarkan bagaimana memperlakukan orang. Kepada sesama muslim harus besikap lembut. Sedangkan kepada orang kafir harus bersikap keras. Apalagi kafir harbi. Maka tidak seharusnya pemerintah Arab mengikuti arahan AS untuk menjalain hubungan dengan Israel
Nation state sebagai racun telah memecah belah umat Islam, akhirnya negeri-negeri kaum muslim sibuk dengan urusan negara masing-masing.
Dengan konsep nation state, umat Islam mudah dipecah, dan diadu domba sesuai kepentingan Barat.
Di bawah naungan kapitalisme, tak ada satu pun negeri-negeri, termasuk negeri muslim, yang mampu mandiri dan berdaulat. Semua membangun hubungannya di atas simbiosis mutualisme dengan negara lain, meskipun itu adalah kafir harbi fi'lan. Miris!!
Di tengah kehidupan kaum muslimin terpuruk. Para pemimpin muslim malah asyik menjalin hubungan terlarang dg pemimpin Kafir. Dengan alasan kerja sama dan keuntungan. Mereka lupa kejahatan Barat pada saudara muslimnya sendiri justru berkhianat.
Betapa banyak pemimpin di negeri2 muslim yang menjalin kerjasama dengan negara kafir harbi,,
Bukan hanya itu,, mereka justru menjadi macan ompong di hadapan mereka,,
Miris melihat kaum muslim saat ini, akibat penjajahan Barat jadi tak dapat mengenali mana lawan mana kawan, bahkan lebih memperihatinkan lawan dirangkul, sesama muslim dipukul
Begini jadinya kalau tidak ada Kholifah, umat tercerai berai.