"Siapa pun yang berkuasa tak akan mampu memisahkan Turki dari sosok Ataturk. Turki hanya berganti nama menjadi negara sekuler modern. Turki tetap menerapkan konstitusi dan hukum sekuler yang mendominasi kehidupan masyarakat Turki saat ini."
Oleh. Miladiah al-Qibthiyah
(Wakil RedPel NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Tok! Akhirnya Turki resmi berganti nama dan dikenal dengan nama "Turkiye" di markas besar badan dunia PBB di New York. Menurut wartawan BBC News, Tiffany Wertheimer, PBB menyetujui perubahan nama yang diajukan pihak Ankara dalam pekan ini.
Kampanye yang diluncurkan presiden Recep Tayyip Erdogan pada 2021 akhirnya membuat sejumlah badan internasional diminta untuk mengubah nama negara itu. Ada dua alasan perubahan nama itu dilakukan. Pertama, karena nama itu diasosiasikan dengan burung turkey, kalkun, yang biasanya disajikan dalam hari-hari besar seperti Natal, Tahun Baru atau Thanksgiving.
Kedua, adalah merujuk pada definisi kamus bahasa Inggris Cambridge, bahwa kata itu memiliki arti "sesuatu yang sangat gagal" atau "orang bodoh atau konyol". Erdogan berpandangan bahwa perubahan nama menjadi Turkiye dapat menjadi perwakilan peradaban, budaya, ekspresi, dan nilai-nilai Negeri Anatolia itu.
Turki yang merupakan negara jejak peninggalan Kekaisaran Ottoman mengalami puncak kejayaan di masanya pada belasan abad silam. Bahkan para raja yang telah berjaya di tangan Ottoman menjadikan Istanbul sebagai kota idaman. Akankah perubahan nama Turki saat ini mampu mengembalikan kejayaan peradaban Islam sebagaimana moyangnya dahulu ataukah tetap kokoh dengan predikatnya sebagai "satu-satunya negara mayoritas muslim berbasis sekuler modern"?
Sejarah Singkat
Ditinjau dari aspek historis, peradaban Romawi di Anatolia, peradaban Islam di Arab dan Persia, serta pengaruh negara-negara Barat modern telah diwariskan bangsa Turki. Warisan-warisan tersebut hingga saat ini dapat ditemukan di Istanbul dan kota-kota lainnya di Turki. Yang paling terkenal adalah Hagia Sophia, sebuah gereja di masa Byzantium yang berubah fungsinya menjadi masjid pada masa Turki Utsmani dan sejak rezim Ataturk berkuasa dijadikan museum. Namun, per 24 Juli tahun lalu, Hagia Sophia resmi dibuka kembali menjadi masjid untuk penduduk muslim menjalankan salat. Sekitar 2.000 muslim, termasuk Presiden Erdogan hadir saat salat Jumat pertama yang dilakukan kala itu.
Flashback pada sejarah, Romawi rupanya bukanlah pewaris utama negara Turki, melainkan pengaruh Arab dan Persia yang menjadi warisan paling mendalam bagi masyarakat Turki. Islam telah mulai menjalar di wilayah kekuasaan kekhilafahan Turki Utsmani dengan membawa peradaban dua bangsa tersebut hingga kemudian berkembang lama di wilayah Persia.
Bisa dibilang Turki Utsmani telah bangkit dan berdiri mengangkang di Bosporus. Ibarat kata satu kakinya berada di Asia, sedang kaki lainnya di Eropa. Perluasan wilayah yang dilakukan tidak hanya menjadi pewaris kekaisaran Byzantium, tetapi juga mewarisi peradaban Islam bangsa Arab.
Namun, kejayaan Turki Utsmani lambat laun mulai meredup tak lama setelah wafatnya Khalifah Sulaiman. Sehingga kekuatan internal semakin lemah, disertai dengan keterbelakangan Turki di bidang militer,teknologi, dan administrasi karena memang saat itu kekhilafahan Turki Utsmani fokus pada ekspansi wilayah hingga lupa pada bagian integral dan krusial yang menunjang keberlangsungan peradabannya. Sejalan dengan itu, berbagai gangguan muncul dari luar, yaitu ketika Prancis, Inggris, Austria dan Rusia mulai melebarkan pengaruh mereka hingga menjadi tanda-tanda awal berakhirnya kejayaan peradaban ini.
Singkat cerita, lahir seorang tokoh pembaru yang hingga saat ini dikenal sebagai "Bapak Turki" di mata dunia karena keberhasilannya menyingkirkan kekhilafahan Turki Utsmani. Dia adalah Mustafa Kemal Ataturk. Ataturk dikenal sebagai sosok berpengaruh dan menjadi peletak dasar sekularisme di Turki, hingga kebijakan politik Ataturk ingin memutuskan hubungan Turki dengan sejarahnya yang lalu agar Turki dapat masuk ke dalam peradaban Barat.
Realita Sekularisme
Ketika rezim Kemal Ataturk memimpin, sekularisasi dan modernisasi berkembang di Turki. Ataturk begitu mendukung budaya westernisasi dan modernisasi bagi bangsa Turki. Ataturk adalah sosok pendukung sejati sekularisme yang sangat membenci bilamana ada pengaruh agama (Islam) dalam politik dan kehidupan sehari-hari. Sejumlah perubahan hukum dan konstitusi dibuat di masa awal jabatannya.
Pada 2 Maret 1924 silam, Ataturk mendorong beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU) melalui parlemen baru. Dia mengakhiri kode hukum berdasarkan agama, membentuk satu sistem pendidikan umum, mengakhiri sekolah-sekolah agama, dan menghapuskan sistem kekhilafahan. Pergolakan perubahan yang terjadi ditantang oleh ulama Islam. Namun nahas, beberapa di antaranya dapat disahkan dengan mudah.
Parlemen kembali mengesahkan lebih banyak undang-undang yang terkait dengan agama, seperti mencabut larangan mengonsumsi alkohol dan mengurangi undang-undang tentang perceraian dan warisan. Ataturk membangun pemerintahan negara Turki dengan mengolaborasi kekuasaan kepresidenan yang berkiblat pada Amerika dengan sistem parlementer bergaya Eropa.
Ini adalah awal dari realita sekularisme yang mengaruskan hukum sekularisasi yang begitu luas dan mengubah Turki menjadi negara Eropa. Ataturk melarang pemakaian jilbab bagi wanita, mengakhiri poligami, dan mewajibkan pernikahan sipil. Ini adalah serangkaian perubahan politik yang mengarah pada perubahan sosial dan mengubah cara berkehidupan orang Turki.
Tak bisa dimungkiri, realita sekularisme tersebut merupakan suatu bentuk pemaksaan dari rezim Ataturk. Sadar atau tidak, arus sekularisasi ditandai dengan peniruan pola perilaku masyarakat Eropa yang dianggap modern dan lebih maju menurutnya. Doktrin sekularisme diterapkan sebagai satu kebijakan politik, konstitusi, pendidikan, agama dan budaya. Meskipun saat itu tidak sepenuhnya mendapat persetujuan dari semua masyarakat muslim sebab dinilai sebagai upaya berbahaya untuk memisahkan berbagai bidang dari agama, namun kuatnya pemikiran fundamental Ataturk memaksa agar Turki saat itu berganti ideologi.
Hingga saat ini, baik budaya maupun peradaban Turki meniru gaya Eropa. Tata cara berperilaku dan berpakaian pun tak luput dari budaya Eropa. Rezim Turki tidak lagi menganggap Islam sebagai peradaban. Padahal Islam diturunkan sebagai din, yang sejatinya telah memiliki konsep menyeluruh sebagai sebuah peradaban.
Tak Ada Perubahan Signifikan
Perubahan nama Turki di markas besar PBB sejatinya tidak akan mampu mengembalikannya menjadi negara yang berbasis pada struktur hukum/pemerintahan Islam. Melihat sepak terjang Ataturk mereformasi nagara Turki menjadi negara sekuler, pun Erdogan menyampaikan pidato yang sama saat berkunjung ke Mesir ketika Ikhwanul Muslimin berkuasa setelah tumbangnya rezim Husni Mubarak. Dalam pidatonya disampaikan, "Jika Mesir mau maju hendaknya memilih jalan sekularisme."
Siapa pun yang berkuasa tak akan mampu memisahkan Turki dari sosok Ataturk. Turki hanya berganti nama menjadi negara sekuler modern. Turki tetap menerapkan konstitusi dan hukum sekuler yang mendominasi kehidupan masyarakat Turki yang ada saat ini.
Instrumen politik Turki tetap menginginkan Turki ramah terhadap semua agama dan kelompok dan tidak menjadikan agama sebagai alat justifikasi politik. Meski rezim Erdogan tetap mendapatkan dukungan kuat dari basis muslim konservatif, akan tetapi di lain sisi Erdogan juga menunjukkan loyalitasnya pada sekularisme. Hal ini terbukti dari kebijakan rezim Erdogan tidak pernah mengotak-atik konstitusi Turki yang masih berpedoman pada rezim Ataturk.
Turki diharapkan mampu menjadi contoh bagi negara mayoritas muslim yang lain dalam menampakkan keserasian antara Islam, demokrasi, dan negara sekuler. Sampai hari ini konstitusi dan perundang-undangannya pun masih sekuler. Bahkan untuk melakukan demokratisasi, reformasi di Turki perlu melembagakan pemisahan yang jelas antara Islam dan negara.
Begitu kuatnya pengaruh sekularisme hingga memberi kebebasan pada muslim, bahkan memperkuat kebebasan beragama di Turki. Turki masih berupaya merelasi Islam, sekularisme, dan demokrasi. Sekularisme ala Turki adalah yang berjalan dengan modernisasi agama yang diartikan sebagai paham di mana negara memosisiskan secara adil agama yang ada. Negara tetap akan menjaga netralitas terhadap agama dan memberi kesempatan yang sama kepada agama-agama yang ada untuk berpartisipasi dalam urusan publik.
Upaya Menghapus Bayang Sekularisme
Akar persoalan yang menyerang sendi-sendi kehidupan umat Islam adalah terkaman paham sekularisme yang begitu kuat menancap dalam sistem demokrasi. Menghapus paham sekularisme hanya bisa dilakukan ketika umat Islam menumbuhkan kepekaan terhadap problematika kehidupan. Umat Islam tidak boleh diam. Mereka harus mengambil peran untuk mengajari umat agar selalu melakukan amar makruf nahi mungkar dalam kondisi apa pun. Rasulullah Muhammad saw., berkata dalam hadisnya,
"Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu, dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman." (HR Muslim).
Salah satu aktivitas amar makruf adalah menanamkan pemahaman Islam kaffah kepada umat manusia, khususnya umat Islam. Dari sini umat Islam tidak terjebak hanya sekadar mengamalkan sebagian ajaran Islam saja, namun mengamalkan seluruh ajaran Islam di setiap aspek kehidupan. Termasuk menjadikan Islam sebagai konsep dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta menjadikan Islam sebagai landasan dalam merumuskan berbagai kebijakan dan kemaslahatan bagi masyarakat.
Umat harus mulai membangun kesadaran politik dengan menanamkan akidah Islam yang kokoh di benaknya. Mereka harus paham ke mana arah perjuangan politik Islam, mengkaji dan menelaah setiap peristiwa politik yang terjadi baik dalam negeri maupun luar negeri, tentunya berangkat dari analisis mendalam dengan sudut pandang Islam. Dari sini umat secara sadar mampu mengindra pergolakan politik yang terjadi, hingga memahami adanya campur tangan Barat yang sedang bermain di tubuh umat Islam.
Tidak ada lagi cara yang patut dilakukan untuk menghapus paham sekularisme dalam sistem demokrasi selain menerapkan sistem Islam yang datangnya dari Sang Pemilik Kehidupan. Penerapan syariat Islam adalah satu-satunya jalan untuk menghentikan berbagai bentuk serangan pemikiran sekuler Barat terhadap Islam. Syariat Islam akan menindak tegas apa pun bentuk serangan terhadap Islam. Dengan ini, bayang-bayang sekularisme yang mencengkeram di sebagian wilayah negeri mayoritas muslim di dunia akan lenyap.
Masa Depan Dunia Islam
Sesungguhnya masa depan dunia Islam akan terwujud jika ada kesadaran di dalam diri umat bahwa di tengah-tengah mereka telah terjadi kerusakan. Kesadaran yang dimaksud di sini adalah kesadaran ideologis. Bahwa ketika terjadi kesalahan berulang maka tidak lain yang dibutuhkan adalah solusi mendasar yang bersifat fundamental. Solusi mendasar ini bukan hanya sekadar pergantian rezim, akan tetapi mesti ada perubahan sistem yang akarnya berasal dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw.
Keruntuhan Khilafah Utsmani oleh Mustafa Kemal Atarturk pada 3 Maret 1924 silam, membuat umat Islam di berbagai belahan dunia mengalami penindasan demi penindasan. Hal ini terjadi lantaran lemahnya kekuatan umat Islam saat itu. Maka tugas kaum muslimin di seluruh dunia hari ini adalah membangkitkan kembali ghirah perjuangan umat Islam. Ghirah perjuangan umat Islam ini harus sampai pada keberhasilannya membangun peradaban dunia yang tegak di atas ideologi Islam.
Ketika itu terwujud, maka tak ada lagi sikap umat Islam yang bergantung pada Barat. Produk-produk pemikiran Barat sepert HAM (Hak Asasi Manusia), sekularisme, demokrasi, dan lainnya tidak akan lagi mampu merasuki pemikiran umat Islam. Umat Islam kaya akan tsaqafah Islam. Kekayaan ini tidak pernah dimiliki oleh agama dan ideologi mana pun selain Islam. Kekayaan tsaqafah inilah yang akan menjadikan Islam kembali menjadi mercusuar peradaban di dunia. Wallaahu a'lam bi ash-shawab.[]