"Kini giliran perempuan di Saudi Arabia yang diberikan "kebebasan bergerak" di ranah publik. Tidak dapat dimungkiri walaupun Saudi Arabia bukan negara yang berasaskan syariat Islam, namun tidak sedikit umat muslim yang menjadikan kehidupan masyarakat Saudi Arabia sebagai percontohan."
Oleh. drh. Lailatus Sa'diyah
(Tim Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kini Muslimah Saudi Arabia semakin bebas mengekspresikan dirinya. Setelah tak ada lagi kewajiban berhijab untuk beraktivitas di area publik, kini tren rambut cepak oleh muslimah menjadi pilihan. Dengan dalih menambah kekuatan dan mendorong profesionalisme seorang muslimah dalam bekerja, benarkah demikian?
Dampak Kebijakan Menyesatkan
Sejak naiknya kekuasaan Putra Mahkota Pangeran Mohammed, publik telah menyaksikan perluasan hak-hak perempuan terutama muslimah. Seperti kebijakan Saudi Arabia yang telah mengizinkan perempuan menghadiri acara olahraga publik dan bercampur dengan pria. Selain itu, para perempuan juga diperbolehkan mengemudikan mobil di jalan raya. Dan yang lebih kontroversial lagi adalah adanya kebijakan bahwa muslimah tak lagi wajib berhijab untuk beraktivitas di ruang publik. Faktanya, reformasi tersebut dielu-elukan berbagai pihak sebagai bukti tren progresif baru menuju modernisasi di negara yang selama ini dikenal sangat konservatif (sindonews.com, 21/06/2022).
Nahasnya, buntut dari kebijakan Putra Mahkota, kini tren rambut cepak menjadi primadona di kalangan muslimah Saudi Arabia. Bahkan di salah satu salon pusat kota Riyadh, permintaan untuk potongan rambut model "boyish" kini semakin melonjak. Di mana sekitar 7 hingga 8 dari 30 pelanggan wanita meminta rambutnya dipotong pendek atau cepak.
Sebagaimana kebijakan sebelumnya, Kerajaan Saudi Arabia juga telah melonggarkan aturan perwalian, di mana perempuan sekarang diperbolehkan memperoleh paspor dan bepergian ke luar negeri tanpa izin kerabat laki-laki. Ini merupakan realisasi dari rencana reformasi visi 2030 Pangeran Mohammed untuk membuat Saudi Arabia yang tidak terlalu bergantung pada minyak. Rencana tersebut salah satunya dimulai dari menyerukan agar perempuan berkontribusi 30 persen dari angkatan kerja pada akhir dekade ini. Namun menurut Asisten Menteri Pariwisata Putri Haifa Al-Saud, saat berbicara di Forum Ekonomi Dunia di Davos bulan lalu, kini telah melampaui target. Yaitu sudah mencapai 36 persen perempuan Saudi Arabia berkontribusi dalam dunia kerja (cnbcindonesia.com, 24/06/2022).
Kebijakan Putra Mahkota disambut bak angin segar oleh sebagian besar perempuan yang tinggal di Saudi Arabia. Faktanya mereka seakan diberi ruang untuk lebih bebas dalam berperilaku sebagai wujud aktualisasi diri. Sayangnya, seakan tak ada penolakan yang berarti, sekalipun kebijakan tersebut realitasnya justru menjauhkan dari kewajiban dan fitrahnya sebagai seorang muslimah.
Agenda Besar Merusak Muslimah
Tidak bisa dimungkiri, kondisi kehidupan muslimah dalam sistem kapitalisme saat ini tidak sedang baik-baik saja. Tingginya kekerasan dan pelecehan seksual, rendahnya tingkat pendidikan, serta tingginya kemiskinan menjadi momok yang sangat menakutkan. Gagalnya sistem kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan pada perempuan melalui berbagai kebijakan yang dilahirkan, menuntut perempuan harus mengambil peran sebagai pemain utama dalam ranah publik dengan dalih tuntutan ekonomi dan menjadi manusia yang independen.
Kini giliran perempuan di Saudi Arabia yang diberikan "kebebasan bergerak" di ranah publik. Tidak dapat dimungkiri walaupun Saudi Arabia bukan negara yang berasaskan syariat Islam, namun tidak sedikit umat muslim yang menjadikan kehidupan masyarakat Saudi Arabia sebagai percontohan. Dan lebih parahnya lagi, adanya kebijakan tidak wajibnya berhijab bagi muslimah pada ruang publik di Saudi Arabia secara tidak langsung akan memberikan gambaran tidak perlu adanya kewajiban berhijab di negeri-negeri muslim lainnya. Bila ini yang terjadi, maka akan menjadi bencana besar bagi negeri-negeri muslim lainnya. Begitulah arus sekularisme dalam merusak kehidupan umat muslim. Dan ini akan terus tumbuh subur dalam penerapan ideologi kapitalisme.
Belum lagi kuatnya ide feminisme yang terus diembuskan menjadi agenda besar yang dicanangkan Barat. Bila kita mau berpikir kritis, sejatinya ide feminisme ditanamkan pada benak kaum perempuan hanya sekadar untuk menggerakkan perekonomian kapitalisme yang sedang di ujung tanduk. Bagi Barat, perempuan harus berdaya, memiliki penghasilan agar bisa hidup konsumtif dan mampu membeli berbagai produk Barat. Alih-alih ingin mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan perempuan, buktinya hingga kini kehidupan kaum perempuan masih sangat jauh dari kondisi sejahtera.
Di sisi lain, jika kaum perempuan bebannya bertambah menjadi aktor penggerak perekonomian dan lebih banyak berkiprah di ranah publik, maka sudah dapat dipastikan akan lebih berat menjalankan amanahnya secara optimal yaitu peran dan kewajibannya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Alhasil, generasi masa depan yang nantinya akan menjadi korban.
Dari sini, sudah seharusnya muslimah harus cerdas dan kritis terhadap berbagai kebijakan yang sejatinya justru menjerumuskannya dalam kemaksiatan. Harus berani membongkar tipu daya kapitalisme dengan dalih memberikan kesejahteraan. Karena sampai kapan pun kebijakan kapitalisme hanya akan condong kepada pemilik modal dan oligarki. Sedangkan rakyat, hanya dipandang sebagai beban jika mereka tidak berdaya secara ekonomi.
Peran Khilafah Membendung Ide Sesat Intelijen Asing
Sebagaimana yang sudah kita bahas sebelumnya, bahwa sejatinya sekularisme, feminisme, liberalisme serta isme-isme lainnya sengaja diembuskan Barat secara masif untuk merusak pemikiran umat muslim. Hal ini terus dilakukan oleh barat semata-mata untuk mengukuhkan hegemoninya di seluruh dunia. Hingga saat ini belum ada satu negara pun yang mampu untuk membendung apa yang telah diagendakan oleh Barat.
Besarnya pengaruh Barat terutama dalam agenda merusak negeri-negeri muslim baik secara pemikiran maupun secara fisik harus dilawan oleh negara yang sama kuatnya atau lebih kuat dari Barat. Dan saat ini tidak ada pilihan lain bagi kita umat muslim untuk kembali mengambil sistem Islam sebagai satu-satunya sistem yang harus diterapkan di muka bumi ini. Karena penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah akan mampu menjadi perisai bagi umat Islam di seluruh dunia baik membendung serangan Barat secara pemikiran maupun fisik.
Dalam penerapannya Khilafah tidak akan membiarkan ide-ide asing yang notabene akan merusak akidah umat masuk dalam negara Khilafah. Bila saat ini ide-ide Barat yang menyesatkan menjadi konsumsi publik melalui sosial media atau tontonan lainnya, maka khalifah akan menutup segala akses tersebut.
Di sisi lain, pemerintah juga akan memberikan benteng akidah yang kuat yaitu dengan memberikan pemahaman Islam sedini mungkin agar secara individu tahu mana pemahaman yang sesuai syariat Islam atau justru bertentangan dengan syariat Islam. Masyarakat pun akan menjadi kontrol atas pelanggaran syariat yang dilakukan individu lainnya. Sehingga jika ada penyimpangan, masyarakat akan melakukan amar makruf. Ini semua dilakukan semata-mata dengan semangat untuk meraih rida Allah ta'ala.
Dari segi tanggung jawab negara, kebijakan Khilafah dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah, meniscayakan perwujudan kesejahteraan seluruh warga Khilafah baik muslim maupun nonmuslim. Maka warga Khilafah tidak perlu bersusah payah mewujudkan kesejahteraan masing-masing apalagi sampai menjadi tumbal bobroknya sistem yang diterapkan.
Penerapan Islam akan mengembalikan perempuan dan laki-laki pada peran dan fitrahnya masing-masing. Khilafah akan memudahkan masing-masing individu agar mampu menjalankan kewajibannya. Konsep penafkahan dalam syariat meniscayakan perempuan mampu berperan optimal sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Maka dari sinilah potret generasi idaman pemimpin peradaban akan dilahirkan bukan hanya angan-angan semu.
Sejatinya negara memiliki peran yang sangat besar dalam upaya menjaga akidah umat dan mewujudkan kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat. Bukan malah bersandar pada ide-ide sesat dari Barat.
Peran Strategis Muslimah dalam Membumikan Dakwah Islam
Merupakan beban berat muslimah hidup dalam sistem kapitalisme. Namun di tengah derasnya arus penyesatan berbagai ide-ide asing, tanpa adanya Khilafah, kita harus mampu membentengi diri sendiri dan terus menyebarkan pemahaman Islam sahih di tengah-tengah umat. Senantiasa mengkaji Islam ideologis dan berada di antara orang-orang saleh adalah salah satu upaya yang bisa kita lakukan saat ini untuk membentengi diri kita dari berbagai gempuran ide sesat ala kapitalisme.
Selain itu, kita sebagai muslimah juga memiliki kewajiban untuk menyampaikan kebenaran Islam di tengah-tengah umat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. : “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat..” (HR. Bukhari)
Merupakan kewajiban bagi kita semua untuk menyampaikan di tengah-tengah umat saat ini bahwa sejatinya berbagai masalah kehidupan yang dihadapi adalah karena tiadanya institusi Khilafah di muka bumi ini. Maka sebagai konsekuensi keimanan kita, perjuangan mewujudkan kembali institusi Khilafah harus menjadi perjuangan bersama.
Berbagai ide-ide sesat kapitalisme yang menghalangi kebangkitan Islam harus dibongkar dan dijauhkan dari kehidupan umat muslim. Semoga setiap jerih payah pemikiran serta usaha mengembalikan institusi Khilafah dicatat sebagai amal saleh yang bisa menjadi hujah di akhirat nanti.
Wallahu'alam bishowab.[]
Photo : Pinterest