"Permasalahan krisis energi di Australia adalah masalah yang tersistem. Selama sistem Kapitalisme masih bercokol dan dijadikan kiblat sistem pemerintahannya, permasalahan krisis energi tersebut tidak akan mampu diatasi dengan baik. Karena nantinya kebijakan apa pun yang dikeluarkan pemerintah baru, tetap akan melahirkan kebijakan yang hanya berorientasi pada kepentingan oligarki."
Oleh. drh. Lailatus Sa'diyah
(Tim Kontributor Tetap Narasipost.Com)
NarasiPost.Com-Sebagai negara pengekspor batu bara dan gas alam cair terbesar nomor dua di dunia, beberapa negara bagian Australia justru mengalami krisis energi. Kebijakan pemadaman listrik pun tak dapat dielakkan. Lalu bagaimana hal ini bisa terjadi? Bukankah sebagai salah satu negara pengekspor batu bara dan gas alam cair terbesar di dunia, harusnya Australia mampu memenuhi kebutuhan pasokan energinya?
Masalah Serius
Kini Australia diterpa krisis energi, bahkan ini merupakan kondisi terburuk dalam 50 tahun terakhir. Ternyata status sebagai salah satu produsen utama batu bara dunia, tidak bisa menjamin Negeri Kanguru terhindar dari kelangkaan energi. Menteri Energi, Chris Bowen, dan Pasar Energi Australia (AEMO) memperingatkan bahwa Australia sedang menghadapi 'badai sempurna' dari pasokan energi yang terbatas dan kenaikan harga listrik? (cnbcindonesia.com, 16/06/2022)
Kondisi ini mendorong pemerintah Australia untuk meminta orang-orang yang tinggal di New South Wales melakukan penghematan energi sebanyak mungkin. Termasuk melakukan pemadaman listrik selama 2 jam pada malam hari. Beberapa hal yang bisa menjadi gambaran kondisi Australia dalam menghadapi krisis energi saat ini adalah : Pertama, harga grosir listrik melonjak lima kali lipat lebih tinggi dari tahun 2021. Sebagian besar dikarenakan oleh kenaikan harga batu bara dan gas secara global. Harga grosir sendiri memberikan kontribusi sebesar 35% dari tagihan rumah tangga di Australia. Di area lain, Regulator Energi Australia pun menaikkan harga listrik sebanyak 18% di South Australia, Queensland, dan New South Wales. Harga listrik di Victoria juga mengalami kenaikan sebesar 5%. Sedangkan beberapa pengecer energi yang lebih kecil seperti ReAmped bahkan akan menaikkan tarif listrik hingga 2 kali lipat.
Kedua, adanya kekurangan gas di pantai timur Australia karena tingginya permintaan untuk penggunaan pemanas saat musim dingin. Padahal pada waktu yang sama, PLTU tidak dapat beroperasi secara optimal dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini mendorong permintaan gas sebagai alternatif energi dari batu bara akan berpotensi meningkat.
Terus meningkatnya tarif listrik dan tidak optimalnya pemerintah Australia dalam memenuhi kebutuhan energi yang dibutuhkan masyarakat pastinya akan menjadi beban masyarakat terdampak. Nahas, bagaimana krsisis energi bisa terjadi di lumbung energi dunia?
Liberalisme Biang Keladi
Perdana Menteri Anthony Albanese, yang berasal dari Partai Buruh, menyatakan bahwa krisis energi yang dialami Australia saat ini adalah dampak dari kegagalan kinerja pemerintah sebelumnya, yaitu setelah sembilan tahun Australia dikuasai oleh Partai Liberal. Pemerintah sebelumnya begitu berambisi untuk mengekspor batu bara dan gas cair ke beberapa negara. Tingginya harga batu bara dianggap menjadi peluang untuk meraih keuntungan yang besar dalam aktivitas ekspor. Sayangnya, kini kebijakan tersebut justru menjadikan Australia tidak mampu mencukupi kebutuhan pasokan energinya sendiri.
Australia termasuk salah satu dari tiga produsen batu bara dan gas terbesar di dunia. Di mana bahan bakar fosil menyediakan sekitar 71% sebagai sumber energi penghasil listrik dan proporsi batu bara mencapai 51% dari total kebutuhan energi penghasil listrik. Jika dari awal kebijakan negara pro terhadap kebutuhan internal, dengan potensi tambang batu bara dan gas cair yang begitu melimpah, Australia tidak akan mengalami krisis energi.
Memang menjadi suatu perkara yang lumrah dalam sistem kapitalisme yang notabene berorientasi pada materi, demi meraih keuntungan maka tidak menjadikan kepentingan rakyat adalah suatu hal penting untuk dilindungi.
Terlebih lagi, kondisi perpolitikan global yang saat ini sedang terguncang akibat pemboikotan perekonomian atas Rusia akibat invasinya ke Ukraina. Hal itu mengakibatkan Rusia tidak diperbolehkan untuk mengekspor batu bara. Imbasnya permintaan untuk memenuhi permintaan batu bara salah satunya beralih ke Australia.
Krisis energi di Australia juga diperparah karena adanya gangguan pasokan domestik disebabkan banjir pada awal tahun ini yaitu melanda beberapa tambang batu bara di New South Wales dan Queensland. Akibat adanya gangguan masalah teknis ini, juga menurunkan produksi di dua tambang sebagai pemasok stasiun berbahan bakar batu bara terbesar di New South Wales.
Permasalahan krisis energi di Australia adalah masalah yang tersistem. Selama sistem Kapitalisme masih bercokol dan dijadikan kiblat sistem pemerintahannya, permasalahan krisis energi tersebut tidak akan mampu diatasi dengan baik. Karena nantinya kebijakan apa pun yang dikeluarkan pemerintah baru, tetap akan melahirkan kebijakan yang hanya berorientasi pada kepentingan oligarki.
Potensi Krisis Energi di Negeri-Negeri Muslim
Krisis energi sejatinya bukan hanya sekadar masalah Negeri Kanguru. Negeri-negeri muslim pun, termasuk Indonesia, berpotensi mengalami hal yang sama. Terbukti saat ini dengan berbagai alasan pemerintah cenderung terus menaikan tarif listrik yang ada. Belum lagi perkara sumber daya alam negeri-negeri muslim yang kini terus menjadi incaran negara adidaya, menjadikan persediaan sumber daya alam sumber energi fosil kian menipis.
Penerapan sistem kapitalisme di negeri-negeri muslim menjadikannya lemah dalam berbagai aspek penyelenggaraan kehidupan bernegara. Sekat-sekat nasionalisme menjadikan negeri-negeri muslim hanya berfokus pada negaranya masing-masing, tanpa memikirkan bagaimana kondisi negeri muslim lainnya. Padahal penyatuan negeri-negeri muslim dengan berbagai potensinya akan mampu mewujudkan kemaslahatan umat. Pastinya jika diatur dengan aturan yang benar.
Dalam penerapan sistem kapitalisme yang materialistis dan menghegemoni politik, ekonomi, dan sosial, semua negara terobsesi untuk mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya. Akibatnya, pola konsumsi dan eksploitasi energi justru merugikan masyarakat secara umum demi mendapatkan keuntungan ekonomi para pengusaha pemilik modal. Eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam energi hingga menyasar negara negara dunia ketiga akan menyebabkan resource depletion, yaitu kondisinya adalah mereka menghabiskan sumber daya alam energi yang ada saat ini, atau bahkan hanya menyisakan sedikit sekali untuk generasi masa depan.
Demi keuntungan, umumnya pemerintah dalam kapitalisme saat ini hanya berfokus mengambil langkah mudah yaitu memanfaatkan sumber energi dari alam tanpa berpikir mencari alternatif lain. Jika hal ini terus berlanjut, maka kiamat energi tidak akan bisa untuk dihindari. Dan generasi masa depan akan menanggung kehancuran ini.
Islam Mengatasi Krisis Energi
Pada dasarnya potensi sumber daya energi yang telah Allah berikan di muka bumi ini adalah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Adapun jika terjadi krisis sumber energi, ini dikarenakan sifat boros dalam penggunaanya. Dan diperparah dengan kurang baiknya tata kelola sumber energi yang ada. Maka, Islam hadir memberi solusi di tengah karut-marut kegagalan sistem kapitalisme.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw. : “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: air, api, dan padang gembalaan.” (HR Abu Dawud dan Ibn Majah)
Sesuai syariat Islam, maka Khilafah akan memosisikan sumber daya energi adalah harta kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara dan manfaatnya dikembalikan sebesar-besarnya kepada masyarakat daulah. Jadi, ekplorasi dan ekploitasi hanya berdasarkan keperluan masyarakat semata. Selain itu, Khalifah juga berkewajiban menjamin distribusi energi agar bisa diterima oleh masyarakat daulah secara merata dan terjangkau.
Adapun jika nantinya dampak dari penerapan kapitalisme menjadikan Khilafah mengalami kekurangan sumber energi, maka sudah menjadi kewajiban Khilafah untuk mendorong ahli untuk melakukan inovasi guna menemukan solusi alternatif. Yang pastinya semua itu akan berada di bawah kendali negara. Pembiayaan pun akan menjadi tanggung jawab Daulah Islam. Demikian gambaran Islam dalam mengatasi krisis energi.
Wallahu'alam bishowab.[]