”Melimpahnya sumber daya manusia, alih-alih membawa berkah, yang terjadi justru malapetaka. Penduduknya tidak akan pernah sejahtera, sebab telah meninggalkan Islam sebagai aturan hidup bernegara dan bermasyarakat.”
Oleh. Haifa Eimaan
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-India siap melampaui Cina sebagai negara terpadat di dunia. Dilansir oleh Reuters.com (19-04-2023), ditaksir penduduk India akan mencapai 1,4286 miliar sedangkan penduduk Cina diperkirakan akan berjumlah 1,4257 miliar pada pertengahan tahun ini. Penduduk India diperkirakan 2,9 juta lebih banyak dari Cina. Demikian data yang dirilis oleh UNFPA, yaitu salah satu lembaga di PBB yang geraknya berfokus pada kesehatan reproduksi dan upaya mengendalikan laju pertambahan jumlah penduduk dunia.
Frank Swiaczny, seorang peneliti senior Federal Institute for Population Research mengatakan bahwa saat ini India mengalami momentum demografis, yakni naiknya jumlah populasi penduduk di tengah menurunnya tingkat kesuburan. Perlu diketahui bahwa sebenarnya tingkat kesuburan di India mengalami penurunan angka di sepanjang tahun 2019-2021. Angka kesuburannya hanya 2,0. Artinya, setiap wanita di India rata-rata melahirkan dua orang anak. Sebelumnya, pada tahun 1992-1993 tingkat kesuburan di India berada di angka 3,4.
Kecemasan Penduduk
Prediksi dari UNFPA tak urung membuat sebagian besar masyarakat India mengalami kecemasan. Demikian yang dikatakan oleh Andrea Wojnar, perwakilan UNFPA di India, melalui sebuah survei. Upaya-upaya yang dilakukan untuk meredam kecemasan ini tampak sia-sia sebab fakta di lapangan memang membuat masyarakat cemas. (Reuters, 19-04-2023)
Kecemasan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat ini dipicu oleh minimnya ketersediaan listrik, makanan, air bersih untuk MCK, pakaian, dan tempat tinggal yang layak huni. Saat ini saja, banyak daerah di India yang mengalami kesulitan air bersih dan udara yang sehat. Penduduknya pun banyak yang tinggal di permukiman kumuh. Lapangan pekerjaan juga tidak mudah didapatkan. Hasil survei CMIE menunjukkan bahwa tingkat pengangguran meningkat sebesar 7% selama dua tahun terakhir. Banyak warga yang menyerah mencari kerja dan tingkat partisipasi angkatan kerja menurun sejak pandemi. (economist.com, 09-04-2023)
Dengan kondisi seperti ini, mungkinkah India bisa mencapai kesejahteraannya? Dapatkah jumlah penduduk yang sangat besar itu membantu percepatan kesejahteraan di India?
Jerat Kemiskinan di India
India dikaruniai tanah yang subur dengan sumber daya alam melimpah. Lokasinya pun sangat strategis karena berada di jalur lalu lintas perdagangan dunia. Penduduknya pernah hidup sejahtera di bawah naungan Khilafah.
Sejarah panjang peradaban Islam di India diawali pada masa Khalifah Umar bin Khattab di abad ke-7. Pada tahun 644 M, ekspedisi utusan Umar bin Khattab ke India membuahkan hasil gemilang dengan dibebaskannya Makran di Baluchistan. Berikutnya Islam berkembang pesat di tanah Hindustan ini.
Pada tahun 711 M, Khalifah Al Walid I dari Bani Umayyah mengutus Muhammad bin Qasim untuk membebaskan wilayah Sindh yang berada di sekitar Sungai Indus. Panglima berusia 17 tahun itu memimpin 6.000 pasukan. Begitu pasukan Muhammad bin Qosim tiba di Nerun, kota di tepi Sungai Indus, mereka disambut sukacita oleh warga dan para biarawan Buddha. Kota Nerun dibebaskan tanpa adanya pertempuran. Masyarakat setempat terpaut hatinya dengan Islam.
Usai kepemimpinan Bani Umayyah, tongkat estafet dilanjutkan oleh Kekhilafahan Bani Abbasiyah. Daerah Afghanistan sebelah utara, Lembah Indus di Pegunungan Himalaya, Dataran Tinggi Assam, Kashmir, Bangladesh, bahkan Dataran Tinggi Dekan ada dalam riayah Khilafah. Masyarakat di tanah Hindustan ini tetap hidup aman, damai, dan sentosa hingga masa Kekhilafahan Utsmaniyah.
Akan tetapi, sejak Portugis berhasil merebut pelabuhan-pelabuhan di pantai barat India pada tahun 1948, wilayah ini memasuki masa-masa kegelapan. Kedatangan ekspedisi Vasco Da Gama menandai dimulainya era kolonialisme. Cengkeraman penjajahan menguat setelah kedatangan Inggris pada tahun 1608 M menggantikan dominasi Portugis. Semenjak hari itu, masyarakat India terus berkelindan dengan kemiskinan.
Ratusan tahun berlalu, penduduk India tetap terjebak dalam kemiskinan stuktural. Menurut PEW Research Center yang dikutip oleh inilah.com (27-08-2022), India menyumbang 60% kemiskinan global pada tahun 2020 atau seperempat kemiskinan global. Di masa pandemi, penduduk miskin India bertambah sebanyak 75 juta jiwa. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah India, tetapi kesejahteraan terasa jauh panggang dari api. Mustahil diraih.
Sistem kapitalisme yang datang bersama penjajah telah menggantikan sistem pemerintahan Islam, sistem peradilan, pendidikan, pertahanan, keamanan, dan sistem perekonomian Islam. Para imperialis berusaha keras mencabut Islam dari tanah Hindustan seolah Islam adalah benalu yang harus dibasmi. Padahal sejatinya bukan Islam yang menyengsarakan, tetapi tata kelola hidup ala penjajah biang keroknya.
Sistem ekonomi kapitalisme telah membuat sumber daya alam India yang sangat kaya dikelola oleh swasta, sedangkan negara hanya menerima pendapatan utama dari pajak. Sebagai akibatnya, negara tidak mampu memenuhi hajat hidup seluruh rakyatnya. Negara mengandalkan dana pinjaman dari berbagai lembaga penyandang dana dan CSR (Corporate Social Responsibility) dari perusahaan-perusahaan swasta. Dampaknya bisa ditebak, jurang antara si miskin dan si kaya semakin lebar dan dalam. Segelintir penduduk kaya menjadi semakin kaya, sedangkan si miskin akan tetap menderita selamanya.
Kapitalisme menganggap kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa. Karena kebutuhan berkembang seiring dengan perkembangan dan kemajuan produk-produk barang dan jasa, maka usaha pemenuhannya juga mengalami perkembangan dan selalu berubah. Akibatnya standar kemiskinannya tidak memiliki batasan-batasan yang baku. Sampai di sini bisa dibayangkan, bagaimana kerumitan India yang memiliki penduduk miskin lebih dari 75 juta jiwa. Tentu tidak mudah mengidentifikasi secara akurat seluruh penduduk terkategori miskin. Pelik pula menentukan kriteria dan skema bantuan jaring pengaman sosial baik berupa uang tunai maupun bahan makanan pokok. Pemberian bantuan jaring pengaman sosial ini merupakan salah satu mekanisme kapitalisme mengentaskan kemiskinan.
Dari paparan di atas, tampak nyata kekacauan seluruh tata kelola sistem kehidupan di India disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme. Melimpahnya sumber daya manusia, alih-alih membawa berkah, yang terjadi justru malapetaka. Penduduknya tidak akan pernah sejahtera, sebab telah meninggalkan Islam sebagai aturan hidup bernegara dan bermasyarakat. Sebagaimana firman Allah Swt. di dalam surah Al-A’raf ayat ke-96:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ
Artinya, “Kalau saja penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Allah), maka Kami siksa mereka dikarenakan oleh perbuatannya.”
Kembali Sejahtera dengan Islam
Sejarah panjang India telah mengajarkan bagaimana perjalanan masyarakatnya sebelum dipimpin oleh Islam, sejahtera dengan Islam, kemudian hancur karena meninggalkan Islam. Dari sejarah itu pula harapan akan kehidupan yang lebih baik dan penuh berkah bisa didapatkan. Karena kehidupan adalah pola, maka sejarah adalah kuncinya.
Di dunia ini tidak ada satu pun sistem kehidupan yang sempurna selain Islam. Islam terbukti mumpuni selama tiga belas abad memimpin dua pertiga dunia dengan sejahtera. Sistem kehidupan Islam memastikan setiap individu diayomi dengan sempurna. Khilafah akan memastikan si fulan di Maroko dan si fulan di Papua sejahtera tanpa kekurangan sesuatu apapun.
Sebagai negara adidaya dengan jumlah penduduk yang besar, Khilafah tidak khawatir dengan kecukupan sandang, pangan, dan perumahan bagi rakyatnya. Begitu juga dengan kemudahan mengakses layanan pendidikan, kesehatan, dan transportasi dengan kualitas yang sangat baik. Sebuah keistimewaan yang tidak akan pernah didapat secara gratis atau murah dalam sistem kapitalisme.
Sebagai upaya untuk menjamin seluruh penduduk sejahtera, Khilafah memiliki mekanisme dan sistem ekonomi baku yang digali dari syariat Islam. Keberadaan sistem dan mekanisme ini dilaksanakan secara konsisten oleh seluruh elemen baik individu, masyarakat, maupun negara. Sistem ekonomi Islam tercermin pada tiga aspek, yaitu aspek pengaturan kepemilikan melalui kepemilikan pribadi, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara, aspek pemanfaatan kepemilikan, dan aspek distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Sistem ini disangga dengan kebijakan ekonomi meliputi produksi barang dan distribusinya ke seluruh pelosok Khilafah.
Akan halnya mekanisme Khilafah dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar rakyatnya adalah dengan menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Khilafah juga mewajibkan setiap laki-laki yang balig dan berakal untuk bekerja. Namun, bila mereka enggan bekerja atau bermalas-malasan, Khilafah telah menyiapkan mekanismenya. Bagi mereka Khilafah akan memberikan sanksi berupa takzir.
Adapun bagi orang tua renta, perempuan yang tidak memiliki keluarga, penyandang disabilitas, dan anak-anak terlantar akan diberi santunan setiap bulan oleh negara. Besaran santunan yang diberikan menyesuaikan kebutuhan setiap individu, bukan disamaratakan seperti pemberian jaring pengaman sosial. Standar yang digunakan Khilafah adalah tercukupinya seluruh kebutuhan sandang, pangan, dan rumah layak huni. Demikianlah sistem dan mekanisme ekonomi yang digali dari syariat Islam ini telah terbukti mampu menyejahterakan seluruh rakyat.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab.[]