Penguasa Anyar Uni Emirat Arab, Jangan Sampai Salah Akrab!

"Kehidupan yang secara sadar diatur agar tidak menjalankan hukum-hukum Allah dalam kancah kehidupan telah berhasil menyetir para penguasa negeri kaum muslimin untuk mengedepankan berbagai agenda yang tidak islami dan justru menjadi bumerang bagi kehidupan umat."

Oleh. Iranti Mantasari, BA.IR, M.Si
(Kontributor Tetap NarasiPost)

NarasiPost.Com-Siapa yang tak kenal Dubai? Sebuah kota yang namanya tersohor hingga ke tanah air, karena seakan menjadi indikator “sultan”nya seseorang bila melakukan pelesir ke tanah yang di atasnya berdiri sebuah gedung pencakar langit yang mendunia ini, yaitu Burj Khalifa. Nama gedung yang diresmikan pada tahun 2010 tersebut bukan tanpa alasan, karena yang tersemat di belakangnya adalah nama dari presiden yang di masa kepemimpinannya, gedung ini akhirnya menapaki awan dan dielu-elukan oleh banyak orang.

Syekh Khalifa yang merupakan presiden kedua dari Uni Emirat Arab (UEA) menjadi latar belakang nama gedung pencakar langit tersebut. Baru-baru ini, tepatnya 13 Mei 2022, nama Syekh Khalifa kembali disebut-sebut di seluruh penjuru UEA, bahkan hingga ke negara-negara jirannya. Wafatnya sang presiden yang telah berkuasa selama 18 tahun ini membuat UEA berkabung, yang juga dirasakan oleh mitra-mitra strategis UEA di luar negeri, termasuk Indonesia.

Sebagaimana sebuah kekuasaan pada umumnya, kembalinya Syekh Khalifa kepada Allah Swt. di usianya yang ke-73 tentu menjadi masa kepemimpinan baru bagi penggantinya. (Republika, 15/5/2022)

Rezim Pasca Syekh Khalifa

UEA adalah salah satu negara di Timur Tengah yang dahulu berada di bawah kendali Inggris. Setelah lepas dari kendali Inggris pada tahun 1971, UEA mengadopsi sistem pemerintahan yang mirip dengan Inggris, hanya berbeda dalam aspek tertentu saja. Meski tidak menganut sistem yang sama persis dengan Inggris, politik UEA membagi kekuasaan kepada perdana menteri untuk menjadi kepala pemerintahan dan seorang presiden sebagai kepala negara, sebagaimana Inggris yang dipimpin oleh raja atau ratu dan perdana menteri.

Konstitusi UEA yang terdiri dari tujuh emirat menempatkan penguasa dari Abu Dhabi sebagai presiden dan penguasa di Dubai menjadi perdana menterinya. Dengan sistem yang demikian, lantas Muhammad bin Zayed (MBZ) secara resmi menggantikan Syekh Khalifa sebagai presiden, mengingat posisinya yang merupakan penguasa dari Abu Dhabi, ibu kota UEA. Meski demikian, sebelum wafatnya Syekh Khalifa yang merupakan kakak dari MBZ, ia sudah “menjabat” sebagai penguasa de facto dari Abu Dhabi tersebab strok yang menyerang saudaranya tersebut. Dengan kondisi tersebut, kepemimpinan MBZ saat ini seperti sudah bisa diprediksi.

Tak hanya itu, walau sebelumnya ia merupakan wakil penguasa di Abu Dhabi, figur MBZ cukup sentral dalam pemerintahan UEA, karena ia juga merupakan panglima militer yang telah berhasil meningkatkan kapasitas teknologi militer UEA menjadi lebih maju. Di bawah kepemimpinannya pun, UEA didorong untuk tidak terlalu menggantungkan perekonomian terhadap minyak, namun digeser pada pariwisata dan bisnis. Sebuah langkah dan kebijakan yang sebetulnya bukan hal baru bagi beberapa negara teluk yang mapan dalam aspek ekonomi.

Mau Dibawa ke Mana UEA?

Berkaca pada sepak terjang politik MBZ sebelumnya, pemerintahan UEA tampaknya tidak jauh berbeda dengan negara-negara Arab yang tidak sedikit sinis terhadap gerakan Islam politik di dunia Islam. Hal ini dikarenakan MBZ sendiri merupakan sosok yang vokal melawan isu-isu Islam politik di Timur Tengah secara umum. Tak hanya itu, proses normalisasi hubungan dengan Israel –yang notabene isu sensitif bagi umat Islam- resmi diteken di tahun 2020 saat MBZ secara de facto menjadi penguasa Abu Dhabi.

Persekutuan strategis dengan Barat pun agaknya tidak akan diakhiri oleh MBZ, mengingat UEA merupakan salah satu negara Arab yang menjadi “markas” untuk sekitar 2.000 pasukan militer AS yang berimplikasi pasukan tersebut dapat diterjunkan ke wilayah konflik di Timur Tengah untuk membantu mengamankan kepentingan AS serta sekutunya, termasuk UEA. (military.com 15/2/2022)

Latar belakang MBZ tersebut menjadi pertanda bahwa sikap politik UEA akan tetap sekuler, jika hal itu menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan isu Islam dan kaum muslimin, di UEA secara spesifik, maupun di dunia Islam secara umumnya. Dukungan yang dilayangkan olehnya saat Muhammad bin Salman, putra mahkota Arab Saudi ditampuk menjadi penguasa haramain juga memberikan sinyal bahwa ia menyokong nilai-nilai sekuler serta liberal, sebagaimana yang masif diagendakan oleh putra Raja Saudi itu.

Dengan hitam di atas putih antara UEA dan Israel, maka dapat dipastikan isu penjajahan Palestina oleh Israel tak lebih hanya akan menjadi seremonial dan formalitas saja bagi UEA. Mendukung secara total perjuangan pembebasan kaum muslimin Palestina berarti sama saja dengan “pengkhianatan” atas perjanjian normalisasinya dengan negara zionis itu. Dan tentu akan berimplikasi pada alarm keras yang siap dibunyikan oleh AS kepada UEA, sebagai penjaga utama penjajah umat Islam tersebut. Begitu pun dengan suara kontra yang dilayangkan MBZ kepada isu Islam politik juga menandakan bahwa gerakan-gerakan Islam yang menyuarakan implementasi syariah Islam secara menyeluruh, khususnya dalam level pemerintahan, akan tetap menemui pertentangan yang signifikan.

Cermat Mengenali Kawan dan Lawan

Begitulah nasib kaum muslimin serta perjuangan politik Islam hari ini di zaman yang sekularisme menjadi agenda utama negeri-negeri Islam. Kehidupan yang secara sadar diatur agar tidak menjalankan hukum-hukum Allah dalam kancah kehidupan telah berhasil menyetir para penguasa negeri kaum muslimin untuk mengedepankan berbagai agenda yang tidak islami dan justru menjadi bumerang bagi kehidupan umat.

Kaburnya konsep al wala’ (loyalitas) wal bara’ (disloyalitas) –yang bahkan tak jarang distigma sebagai doktrinnya kelompok Islam radikal dan esktrem- juga telah membawa umat serta penguasanya bertekuk lutut di bawah telunjuk pihak-pihak yang memang tidak meniscayakan kebangkitan umat dan agamanya ini. Mereka yang memiliki tujuan untuk menguasai kaum muslimin dengan menjauhkan umat dari Islam dielu-elukan oleh para pemimpin muslim, yang sejatinya sangat mampu memberikan perlawanan dan menunjukkan keberpihakannya asalkan dipandu oleh Al-Qur’an dan sunah.

Sementara kelompok-kelompok Islam yang menyuarakan penerapan hukum-hukum Qur’ani sayangnya harus menerima berbagai stigma negatif dan kriminalisasi, hanya karena apa yang diperjuangkan dianggap akan melahirkan ancaman terhadap kepentingan politik penguasa sekuler tersebut. Standar yang harusnya dijadikan sebagai kawan justru berlaku kepada pihak yang sepatutnya dilawan, dan yang seharusnya dialamatkan kepada yang memusuhi Islam dan kaum muslimin malah dijadikan sebagai kawan.

Nasihat Penting bagi Penguasa Muslim

Umat ini sudah terlalu lama hidup dalam ketidakidealan dan sudah terlalu jauh dibelokkan dari aturan ilahi. Imam Ghazali dalam kitab Al Iqtishad Fil I’tiqad yang beliau tulis memberikan pesan yang amat penting untuk dicamkan oleh penguasa. Beliau menulis, yang artinya, “Agama itu bagaikan fondasi, sementara kekuasaan itu merupakan penjaga. Suatu bangunan yang tidak ada fondasinya pastilah roboh, sementara bangunan dan fondasi yang tidak ada penjaganya, pasti akan hilang”.

Beliau mengisyaratkan bahwa kekuasaan yang tidak didasarkan dan disandarkan kepada Islam, maka kekuasaan tersebut akan sirna. Sehingga kekuasaan yang diamanahkan atas pundak mereka, bila dibiarkan berjalan tanpa aturan agama, sama saja dengan mengantarkannya pada gerbang kehancuran.

Kekuasaan tidak akan dibawa mati. Jabatan hanya sebatas umur yang diberikan Allah Yang Maha Menetapkan. Maka, pantaskah jika kekuasaan dan jabatan tersebut justru digunakan untuk menegakkan hal-hal yang dapat mengundang murka-Nya? Wallahu a’lam bisshawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Iranti Mantasari BA.IR M.Si Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Sudah Ikhlaskah Aku?
Next
Bait-Bait Zikir dan Ayat Suci
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram