Nigeria, Negeri Kaya Minyak yang Berkubang dalam Kemiskinan

“Bayangkan saja di tengah gempuran perusahaan minyak raksasa yang menyedot potensi minyak di sana, rakyat justru mengais rezeki dengan memproduksi minyak sendiri yang berisiko tinggi, yakni kematian. Hal itu dilakukan demi menyambung hidup.”

Oleh. Tsuwaibah Al-Aslamiyah
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Miris. Nigeria, walaupun mendapat julukan negeri kaya minyak, namun rakyatnya berkubang dalam kemiskinan. Kekayaan sumber daya alam (SDA), tidak secara otomatis menyejahterakan penduduknya, inilah risiko hidup di bawah naungan kapitalisme. Demi bertahan hidup, warga ramai melakukan bisnis penyulingan minyak ilegal, namun dengan konsekuensi mematikan.

Dilansir dari Liputan6.com (24/4/2022) sebanyak 100 orang tewas dalam insiden ledakan di depot penyulingan minyak ilegal di negara bagian Rivers Nigeria. Padahal, beberapa bulan sebelumnya, Oktober 2021 pernah terjadi kasus serupa yang menewaskan 25 orang. Bisnis gelap berujung maut ini memang telah merebak di negeri kaya minyak ini.

Lantas seperti apakah profil Nigeria sebagai negeri kaya minyak? Apa yang menjadi akar masalah kemiskinan yang mendera negeri ini? Bagaimana solusi yang bisa ditawarkan dalam mengatasi keterpurukan ini?

Profil ‘Giant of Africa’

Nigeria terletak di Benua Afrika dengan jumlah penduduk terpadat. Negeri ini pernah tenar dengan julukan ‘Giant of Africa’, sebab negeri ini menjadi produsen minyak dan gas terbesar di Afrika. Bukan hanya itu, Nigeria pun memiliki sumber daya alam yang melimpah, lahan agrikultur yang menghampar luas, serta tanahnya yang menyimpan beragam mineral. Inilah yang memboyongnya menjadi anggota OPEC dan pengekspor minyak bumi bahkan menyumbangkan sekitar 9% dari PDB seluruh negara.

Sebelum ditemukan sumur minyak, Nigeria menggantungkan ekonominya pada ekspor pertanian. Sehingga, penduduk asli mengira para perusahaan pengembang sedang berburu minyak sawit. Butuh waktu sekitar 50 tahun dalam pencarian titik perminyakan di negeri ini, Shell-BP menjadi pionirnya.

Adapun titik sejarah perminyakan di Nigeria bermula pada 1903 ketika Nigerian Bitumen Corporation mencoba melakukan eksplorasi di negara tersebut, namun terpaksa terhenti tersebab Perang Dunia I. Selain itu, ada faktor lain yang menghambat, yakni minimnya teknologi dan modal, akhirnya dialihkan pengelolaannya secara komersial kepada perusahaan minyak besar. Lisensi diberikan kepada D’Arcy Exploration Company dan Whitehall Petroleum, namun gagal menemukan sumur minyak yang bernilai komersial, hingga 1923 lisensi dikembalikan.

Pada 1937 dikeluarkan sebuah lisensi baru kepada Shell D’Arcy Petroleum Development Company of Nigeria, sebuah konsorsium Shell dan BP (Inggris-Iran) untuk mengeksplorasi minyak di seluruh wilayah Nigeria. Kegiatan pengeboran pertama di daerah Owerri pada 1951. Selanjutnya di Oloibiri pada 1956. Produksi minyak mentah dimulai pada 1957, kemudian perusahaan non-Inggris diizinkan untuk mengeksplorasi minyak. Dari sana secara bertahap masuk perusahaan minyak raksasa seperti Mobil (1955), Tennoco (1960), Gulf Oil dan Chevron (1961), Agip (1962), dan Elf (1962). Kondisi ini sejalan dengan peribahasa “ada gula ada semut” (Wikipedia.org)

Namun, kekayaan SDA tak menjamin kesejahteraan penduduknya. Terbukti, negeri ini tercatat sebagai negara dengan tingkat kemiskinan ekstrem. Dua pertiga rakyat miskin Afrika memang berasal dari Afrika. Bayangkan saja di tengah gempuran perusahaan minyak raksasa yang menyedot potensi minyak di sana, rakyat justru mengais rezeki dengan memproduksi minyak sendiri yang berisiko tinggi, yakni kematian. Hal itu dilakukan demi menyambung hidup.

Caranya minyak mentah disadap dari jaringan pipa yang dimiliki oleh perusahaan minyak besar dan diolah menjadi produk dalam tangki darurat. Ini merupakan proses yang sangat berbahaya, sehingga memicu ledakan sekaligus mencemari wilayah yang sudah dirusak oleh tumpahan minyak di lahan pertanian, anak sungai, dan laguna. Bahkan, tidak sedikit kendaraan warga yang sedang mengantre untuk membeli bahan bakar ilegal itu habis dilumat lalapan api.

Bukan hanya itu, kilang minyak ilegal ini menyebabkan produsen dan eksportir minyak terbesar di Afrika, harus menanggung rugi 200.000 barel minyak per hari (10% dari produksi), karena terjadi penyadapan dari pipa utama. Inilah yang menjadikan alasan pemerintah menerjunkan aparat kepolisian Nigeria untuk memburu para pemilik kilang minyak ilegal, yang notabene dimiliki warga asli Nigeria (Liputan6.com, 24/4/2022).

Tak berhenti sampai sana, kecelakaan antara truk tanker bermuatan BBM yang berujung ledakan pun sering terjadi di Nigeria, sebab infrastruktur jalan yang rusak parah. Setelah insiden itu masyarakat berlomba-lomba menyedot minyak atau bensin untuk dijual kembali demi bertahan hidup.

Sungguh ketidakadilan yang tampak nyata, penguasa menggelar karpet merah untuk perusahaan asing mengeksploitasi minyak di sana. Sementara, rakyat Nigeria sendiri harus berjibaku mempertahankan hidup dengan mempertaruhkan nyawa, itu pun masih harus berkejaran dengan aparat karena dianggap pencuri dan perusak lingkungan.

Akar Kemiskinan Nigeria

Keberlimpahan SDM bukanlah jaminan atas kesejahteraan penduduknya. Ada faktor lain yang menentukan, yakni kapabilitas dan loyalitas penguasa serta sistem yang membidani lahirnya semua kebijakan. Menilik akar kemiskinan di Nigeria memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh upaya keras agar kita tidak keliru dalam meneropongnya.

Nigeria termasuk jajahan Inggris, baru dinyatakan merdeka pada 1 Oktober 1960. Kemudian kepemimpinan dikendalikan rezim militer selama 16 tahun. Nigeria terjebak dalam ketidakstabilan politis, korupsi, buruknya infrastruktur, dan carut-marutnya manajemen makro ekonomi. Diperparah dengan terperosoknya Nigeria dalam jebakan utang IMF pada Agustus 2000. Bahkan, pada 2003 pemerintah Nigeria mulai menderegulasikan harga BBM sekaligus mengumumkan privatisasi 4 kilang minyak negara. Kemudian Nigeria mendirikan National Economic Empowerment Development Strategy berdasarkan model Poverty Reduction and Growth Facility, suatu program rancangan IMF yang dianggap ‘resep jitu' untuk manajemen fiskal dan moneter. Namun, alih-alih memperbaiki kondisi ekonomi, Nigeria malah terlilit utang, bahkan dinyatakan gagal bayar.

Baru pada April 2007 rezim dikuasai sipil. Sepertinya rezim ini tidak memetik pelajaran dari pendahulunya, sebab di tahun berikutnya rezim sipil ini justru menambah kemesraannya dengan IMF. Ambisinya untuk melakukan gebrakan reformis, justru menjerumuskan Nigeria menjadi pesakitan. Bukan obat namun justru racun yang dilahapnya. Semua resep dari IMF dieksekusi seperti modernisasi sistem perbankan, upaya mengadang inflasi dengan membenamkan permintaan kenaikan upah berlebihan, dan solusi atas perseteruan regional atas distribusi pendapatan dari industri minyak. Pascaeksekusi, ekonomi Nigeria menguat pada 2 tahun pertama, namun kembali anjlok di tahun 2009. Dr. Goodluck Jonathan memimpin Nigeria pada 2010. Dia berjanji akan melakukan reformasi ekonomi terutama peningkatan infrastruktur dengan model Public-Private Partnerships. Namun, lagi-lagi target tak terealisasi secara signifikan. Bahkan, di masa presiden sekarang Muhammadu Buhari, yang terpilih menjadi presiden Nigeria sejak 2015, Nigeria tetap tak beranjak dari kemiskinannya ibarat peribahasa “tikus mati di lumbung padi” (Wikipedia.org).

Terbukti, pergantian rezim saja tidak mampu mengubah kondisi Nigeria menjadi lebih baik. Mengapa? Sebab, turbulensi kebijakan bermuara pada sistem yang tidak berorientasi pada kepentingan rakyat. Jika kita amati berbagai kebijakan yang dijalankan keseluruhan rezim yang berkuasa di negeri minyak itu, dapat kita simpulkan bahwa Nigeria ada dalam cengkeraman ideologi kapitalisme yang dimanifestasikan dalam sistem kenegaraan yang dijalankan.

Kapitalisme Biang Masalah

Tak dipungkiri kapitalisme mampu menghipnotis dunia agar mau bertekuk lutut di hadapannya. Resep-resep yang ditawarkan kerap kali dilahap oleh semua pasiennya yang pesakitan. Bermula dari sekularisme (paham yang memisahkan agama dari kehidupan) hingga melahirkan banyak kebijakan.

Sebut saja ide kebebasan kepemilikan yang selalu digembar-gemborkan, khususnya pada negeri-negeri yang kaya SDA. Ditanamkan dalam benak masyarakat dunia bahwa SDA itu bebas dimiliki siapa pun, asalkan punya kapital besar dan teknologi mutakhir untuk mengelolanya. Dikuatkan pula dengan kaki-tangan kompradornya dalam lingkaran kekuasaan untuk melegalisasi perampokan SDA ini di bawah payung hukum kolonial.

Tak hanya itu, jeratan utang berbasis ribawi pun digencarkan IMF sebagai perpanjangan tangan para kapitalis agar pasiennya terbelit utang dan mengalami gagal bayar, sehingga menciptakan kebergantungan penuh pada IMF. Kapitalisme memang berhasil membangkrutkan negara yang diisapnya dengan mekanisme perampokan SDA dan jeratan utang.

Bahkan, kapitalisme pun bertanggungjawab atas munculnya para penguasa penjilat yang bermental korup. Mereka diiming-imingi secuil harta agar mengobral kekayaan negerinya. Bangga menjadi agen asing dan mengkhianati kepercayaan rakyat. Ramah kepada penjajah, namun represif pada masyarakat yang dijajah. Jelas sudah, bahwa kapitalismelah biang masalah.

Islam Tawarkan Solusi Jitu

Kaum muslim mengisi lebih dari separuh populasi penduduk di Nigeria. Ini merupakan potensi yang tidak bisa dianggap sebelah mata. Idealnya, mereka diberikan ruang untuk mengimplementasikan dimensi ruhiyahnya sebagai aturan kehidupan. Sebab, agama yang dianut muslim bukan sekadar spiritual semata, namun sebuah ideologi yang memiliki perangkat aturan yang komprehensif. Bahkan, Islam pun telah merancang aturan dalam pengelolaan SDA.

Namun, semua aturan ini hanya bisa dieksekusi oleh negara Khilafah, bukan yang lain. Khilafah ini yang akan mempersatukan negeri muslim beserta potensi SDA-nya. Khilafah merupakan kepemimpinan umum bagi kaum muslim seluruhnya di dunia, yang menerapkan syariat Islam serta mengemban dakwah dan jihad ke seluruh penjuru dunia.

Berbeda jauh dengan sistem kapitalisme yang menyerahkan seluruh kepemilikan dan pengelolaan SDA kepada swasta atau individu, Islam secara apik mengaturnya sedemikian rupa. Dalam Islam, SDA yang jumlahnya melimpah ruah merupakan milik umum (rakyat) yang wajib dikelola oleh negara sendiri, tanpa bergantung apalagi menyerahkan pada pihak lain. Rasulullah saw. bersabda, “Manusia berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput, dan api" (HR. Abu Dawud).

Barang tambang semisal minyak bumi beserta turunannya, listrik, air, laut, gunung, jalan umum, dan sebagainya semuanya menjadi kepemilikan umum. Khilafah bertugas mengatur produksi dan distribusi aset-aset tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat secara adil dan merata.

Secara administrasi, pengelolaan SDA menggunakan sistem sentralisasi. Artinya, ketika suatu wilayah subur dan kaya SDA, sementara wilayah yang lain gersang dan kering kerontang, bukan berarti kesejahteraan hanya menjadi milik penduduk berwilayah subur. Namun, pengaturannya sebagai berikut: setelah wilayah subur terpenuhi kebutuhannya, hasil pengelolaan SDA akan dialokasikan ke wilayah lain yang membutuhkan. Sehingga, keadilan dan pemerataan pemanfaatan SDA akan dapat terealisasi.

Secara teknis, pengelolaan SDA dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, SDA dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat umum, seperti air, api, padang rumput, jalan umum, sungai, laut, dan samudra. Siapa pun boleh mengambil air dari sumur, mengalirkan air sungai untuk mengairi lahan pertanian, menggembala hewan ternak di padang rumput milik umum. Tugas negara hanya mengawasi pemanfaatannya saja, agar tidak menimbulkan kemudaratan bagi masyarakat sekitar.

Kedua, pengelolaan dan pemanfaatan dilakukan sepenuhnya oleh Khilafah. Sebab, butuh biaya besar, keahlian, dan teknologi tinggi untuk mengelolanya. Adapun hasilnya akan dimasukkan ke dalam Baitulmal dan didistribusikan secara merata oleh Khilafah.

Dalam mengelola SDA, haram hukumnya negara menjual dengan tujuan komersial kepada rakyatnya (untuk konsumsi rumah tangga), cukup ganti harga produksi saja. Namun, boleh mengambil untung sewajarnya jika dijual untuk keperluan produksi komersial. Akan tetapi, berbeda halnya dengan ekspor. Negara boleh menjual produk SDA ke negara luar dengan tujuan komersial alias menarik untung maksimal.

Perlu diketahui, hasil keuntungan penjualan itu bukan masuk ke kocek penguasa, namun dialokasikan untuk memenuhi segala kebutuhan yang berkenaan dengan kegiatan operasional badan negara yang ditunjuk untuk mengelola harta milik umum (administrasi, eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemasaran, dan distribusi. Selain itu, keuntungan itu dibagikan kepada seluruh rakyat dalam bentuk pemenuhan kebutuhan primer kolektif yakni pelayanan dan fasilitas dalam pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Dengan demikian, akar kemiskinan Nigeria dan seluruh negeri muslim bisa diatasi hingga akar-akarnya. Inilah amazing -nya Islam ketika diberikan panggung kekuasaan berupa tegaknya Khilafah dalam menyelesaikan problematik yang telah diproduksi kapitalisme. Solusi jitu tanpa buntu.

Khilafah inilah yang akan mengakhiri dominasi asing, menolak lembaga keuangan lintah darat seperti IMF, World Bank, dan lainnya dari seluruh negeri muslim. Pun Khilafah akan menegakkan tatanan ekonomi revolusioner di dunia. Hanya institusi ini yang akan sanggup berhadapan apple to apple dengan negara adidaya pengemban kapitalisme.

Khatimah

Siapa pun yang mampu berpikir komprehensif dalam memahami akar persoalan ini disertai landasan keimanan yang kuat, akan mampu mengambil sikap untuk mengenyahkan sistem kapitalisme yang terbukti rusak ini. Kemudian beralih pada sistem Islam yang berasal dari Allah Yang Maha Mengetahui. Bagi yang tidak beriman, cukup berpikir jernih dan murni, akan mereka dapati betapa mujarabnya Islam dalam mengobati penyakit komplikasi yang sedang diderita dunia saat ini. Islam dan Khilafah adalah jalan keluar hakiki yang mesti diperjuangkan oleh umat manusia. Allahu Akbar!

Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Tsuwaibah Al-Aslamiyah Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Hari Bumi 2022 : Masa Depan Lingkungan dalam Pusaran Kapitalisme
Next
Bedah PPT (Opini Part 2 )Event ke-2 NarasiPost.Com
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Novianti
Novianti
1 month ago

Tulisannya mencerdaskan, menambah wawasan tentang negara lain. Kondisinya sama di semua negeri muslim. Umat seharusnya bisa membaca pola penjajahan yang terjadi agar melek politik dan melakukan upaya persatuan melawan penjajah barat.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram