"Perdebatan tentang hijab dan cadar bukanlah barang baru. Keduanya menjadi hal yang selalu diungkit-ungkit oleh Barat dan mereka yang jiwanya telah terkooptasi oleh tsaqofah dan pandangan hidup Barat. Tujuannya jelas untuk mendiskreditkan Islam dan mengaburkan pemahaman terhadap hukum-hukum Islam terkait pakaian muslimah. Mereka mencoba menyisipkan keragu-raguan dalam diri kaum muslimah terhadap agama mereka. Inilah salah satu bentuk Islamofobia."
Oleh. Nay Beiskara
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Barat selalu mengkritisi berbagai kebijakan yang diberlakukan di negeri-negeri Islam, tak terkecuali di Afganistan. Salah satu kebijakan yang menjadi sasaran kritikan adalah dekrit mengenai perintah penggunaan burkak bagi semua wanita muslimah di ruang publik yang diberlakukan sejak Sabtu (7/5). Aturan lama yang kembali diberlakukan oleh Taliban ini ternyata tak berjalan mulus dan menuai kecaman dari berbagai pihak.
Linda Thomas-Greenfield, Duta Besar AS untuk PBB, menyebut upaya yang dilakukan oleh Taliban ini tidak berbudi (rmol.id, 10/5/2022). Tidak hanya itu, kebijakan ini juga dianggap sebagai bentuk penentangan terhadap kemajuan yang sebelumnya telah dihadirkan oleh pihak internasional terhadap perempuan dan anak perempuan di negara itu.
Menuai Kritik dan Kecaman
Taliban mengungkapkan bahwa dekrit yang dikeluarkan itu bertujuan tidak lain untuk memberikan rasa aman kepada semua wanita muslimah di negaranya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Menteri Kebajikan Taliban, Khalid Hanafi, bahwa mereka menginginkan saudara perempuan mereka hidup dengan aman dan bermartabat. Hal ini karena mengenakan hijab atau chadori dianggap sebagai bagian dari tradisi yang dihormati (Republika.id, 9/5/2022).
Namun, kebijakan ini menuai kecaman dari banyak pihak. UNAMA (Misi Bantuan PBB) menyayangkan aturan yang diadopsi oleh Taliban tersebut. Mereka menganggap dekrit itu bertentangan dengan jaminan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia, termasuk di dalamnya perempuan dan anak perempuan.
Tidak hanya UNAMA, kecaman pun datang dari Human Rights Watch, Heather Barr. Ia mendesak dunia internasional untuk menekan Taliban agar menarik kembali keputusannya terkait wajibnya mengenakan burkak ini dan menyebutnya sebagai serangan terhadap hak-hak perempuan.
Para aktivis perempuan di negara yang dijuluki sebagai "kuburan para penguasa" ini pun angkat suara. Mahbouba Seraj yang seorang aktivis hak perempuan merasa bahwa Taliban melalui dekrit ini, telah mencampuri kehidupan pribadi kaumnya. Bahkan, peraih Nobel Perdamaian yang juga aktivis perempuan, Malala Yousafzai, menyeru kepada seluruh perempuan di dunia untuk turun ke jalan guna membela hak perempuan Afganistan yang telah direnggut oleh penguasa di negaranya.
Malala juga berpendapat bahwa Taliban ingin menghapus hak perempuan dan anak perempuan dari kehidupan publik. Ia pun menambahkan, Taliban juga hendak menjauhkan anak perempuan dari sekolah, perempuan dari pekerjaannya, melarang perempuan bepergian tanpa mahrom, serta memaksa perempuan untuk menutupi tubuh dan wajahnya. Menurutnya, Taliban telah melanggar hak asasi jutaan perempuan di Afganistan.
Faktanya, memang kaum buruh perempuan setelah Taliban kembali berkuasa, angkanya kian menurun. The Khaama Press melaporkan sebagaimana dikutip oleh SIGAR (10/5), pekerja perempuan menurun persentasenya hingga 21 persen pada pertengahan 2022. Banyak dari mereka yang akhirnya tidak bekerja karena diharuskan berada di dalam rumah-rumah mereka. Inilah salah satu alasan yang digunakan pihak yang tidak mendukung kebijakan itu untuk menentang Taliban.
Pertanyaannya, benarkah dengan dekrit yang dikeluarkan, Taliban telah melanggar hak asasi perempuan di sana? Lalu, bagaimana pandangan Islam mengenai burkak?
Burkak: Bagian dari Hukum Syarak
Pemberlakuan kembali aturan berhijab dengan menggunakan burkak ini terjadi di saat narasi Islamofobia tengah digencarkan oleh Barat dan sekutunya di seluruh dunia, termasuk di dalam negeri-negeri Islam sendiri. Sontak, hal ini membuat Barat dan orang-orang yang telah terkooptasi oleh tsaqofah mereka meradang. Mereka yang membenci Islam kemudian melayangkan berbagai kritikan, kecaman, dan desakan agar dekrit tersebut tidak diberlakukan.
Berbagai alasan yang dibuat-buat mereka kemukakan. Mulai dari hijab sebagai bentuk penindasan kaum perempuan, perampasan terhadap hak asasinya, serta pengekangan atas kebebasan berekspresi kaum perempuan. Opini-opini yang berkembang di berbagai media mainstream pun tampak lebih banyak yang menampilkan penolakan, ketidaksetujuan, dan aksi protes dari beberapa pihak yang menentang kebijakan tersebut. Tidak ada opini yang menyetujui keputusan yang telah dikeluarkan oleh Taliban itu.
Pihak Taliban sendiri sesungguhnya telah menyampaikan tujuan diberlakukannya kembali burkak pada muslimah di negaranya. Tujuannya tidak lain agar saudara-saudara perempuan mereka merasa aman dan terlindungi. Pandangan ini tidak lepas dari pemahaman mereka terhadap Islam mengenai wajibnya muslimah menutup auratnya ketika berada di ruang publik. Selain itu, mereka juga memiliki pemahaman bahwasanya perempuan haruslah disertai oleh mahromnya ketika bepergian, dan lebih baik berada di dalam rumah-rumah mereka sehingga lebih terjaga. Tentu mereka memiliki dalil-dalil sebagai sandaran mengambil pemahaman tersebut.
Pemahaman terkait burkak, cadar, atau hijab ini memang merupakan masalah yang sifatnya ikhtilafiyah. Artinya, kaum muslimin memiliki pandangan yang berbeda dalam menghukuminya bergantung pada pemahamannya terhadap nas syarak.
Syekh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitabnya Nizham Ijtima'i mengungkapkan bahwa pembahasan hijab atau cadar ini oleh para ulama bersandarkan pada dalil atau syubhah dalil. Salah satunya bersandar pada surah dalam Al-Qur'an, yakni surah Al-Ahzab ayat 59.
Perbedaan penafsiran dalam ayat tersebut akan menimbulkan perbedaan hukum yang diadopsi. Sehingga, kita akan menemui ada sebagian ulama yang mewajibkannya dan sebagian yang lain membolehkan. Penerapan salah satu pendapat dari keduanya akan memengaruhi corak kehidupan yang islami.
Tetapi, baik pendapat yang menyatakan bahwa cadar wajib maupun yang menghukuminya boleh, keduanya termasuk pendapat yang Islami. Karena itu, penggunaan burkak di ruang publik merupakan bagian dari hukum syarak bagi siapa pun yang mengambil pendapat ini. Kala burkak menjadi bagian dari hukum syarak, lantas mengapa digugat? Sementara itu, ketika Khilafah tegak, Khalifahlah yang kelak akan mengadopsi pendapat yang paling rajih atau kuat dari kedua pendapat tersebut.
Dari sini kita mampu melihat bahwa dekrit yang dikeluarkan Taliban tidaklah melanggar hukum syarak. Ada sandaran dalil yang mereka gunakan. Sebagai muslim memang kita harus selalu menyandarkan seluruh perbuatan yang kita lakukan pada dalil syariat. Inilah bentuk keterikatan kita sebagai hamba terhadap hukum syarak yang telah diturunkan oleh Allah Swt.
Bagi muslimah yang memahami agamanya, tentu ia tidak akan menilai berpakaian sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Swt. merenggut hak asasi mereka dan merampas kebebasan mereka. Sebaliknya, mereka akan merasa lebih terjaga, terhormat, aman, tenang dan nyaman dengan menunaikan perintah dari Rabb-Nya tersebut.
Hanya saja, tetap ada sisi-sisi yang harus dikaji lebih lanjut tentang pembatasan-pembatasan yang diberlakukan oleh penguasa Afganistan. Misalnya dengan hukum perempuan bekerja dan berekonomi, bagaimana hukum perempuan yang menuntut ilmu di sekolah-sekolah, serta hukum perempuan kala bepergian jauh dari rumahnya. Semua itu akan mampu kita pahami bila kita senantiasa mengkaji lebih dalam tsaqofah Islam terkait hal tersebut. Wallahua'lam bishshowwab.[]
Photo : Pinterest